Bab 787
Cakra mengerti bahwa tanpa
menunjukkan bukti, sang ibu jelas tak akan mempercayai ucapannya.
"Lalu, kamu punya bukti
apa?"
Cakra pun memutar rekaman
percakapannya dengan Belinda yang sempat dia simpan sebelumnya.
Dalam rekaman itu, terdengar jelas
Belinda berkata, "Aku cuma mau membuat keluarga Lesmana nggak bisa ikut
bersaing. Nggak kusangka mereka malah mati. Itu bukti kalau mereka memang
sial!"
Riska yang mendengar rekaman itu
seketika lama terdiam, tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun.
Dia benar-benar tak menyangka,
ternyata inilah kebenaran di balik kejadian masa lalu itu.
"Bu, soal apakah Tante Belinda
berniat mencelakaiku atau nggak, itu bisa dibicarakan nanti. Tapi kenyataannya,
dia telah menyuap sopir keluarga Lesmana dan bekerja sama dengan berbagai pihak
untuk merencanakan kecelakaan itu. Akibatnya, kedua orangtua Nindi tewas. Itu
sebabnya dia harus bertanggung jawab atas semua ini."
Riska terdiam sejenak sebelum berkata
lirih, "Kalau begitu, kamu cari saja buktinya. Kenapa sampai harus
menculik dia?"
"Justru menculik dia adalah
satu-satunya cara agar kami bisa mendapatkan bukti. Sekarang, semuanya hampir
jelas. Selama bisa menemukan sopir yang selamat dari kecelakaan itu, kita bisa
langsung melaporkannya ke polisi dan membuka penyelidikan resmi."
Riska tertegun cukup lama. Dia
benar-benar tak menyangka jika akhir ceritanya akan menjadi seperti ini.
Yang lebih mengejutkan lagi, ternyata
kejadian itu ada kaitannya dengan keluarga Morris. Dia selalu mengira
kecelakaan itu murni sebuah musibah.
Hal ini juga menunjukkan bahwa Cakra
sudah menyelidiki kecelakaan itu bersama Nindi sejak lama.
"Nak, kamu melakukan semua ini
demi Nindi, 'kan? Tapi, apa dia tahu kalau kamu juga ada di dalam mobil itu
dulu?"
Cakra terdiam sejenak, "Dia
belum tahu."
"Lalu, kapan kamu berencana
kasih tahu dia?"
Cakra berpikir sejenak, lalu
menjawab, "Setelah sopir itu tertangkap, aku pasti bakal ceritakan
semuanya pada Nindi."
Riska menghela napas panjang, lalu
berdiri, "Tapi menurut Ibu, sebaiknya kamu katakan saja sekarang. Kalau
kamu nggak berani, biar Ibu yang bilang demi kaти."
Masalah ini tidak bisa ditunda lagi.
Cakra langsung gelisah, "Bu, Ibu
mau apa? Ini urusan antara aku dan Nindi."
"Memang benar, ini urusanmu
dengan dia. Tapi kamu tiba-tiba main culik saja tanpa memastikan dengan jelas,
apakah Tante Belinda benar-benar berniat jahat atau nggak."
Tindakan senekat ini... hanya mungkin
Cakra lakukan demi Nindi.
Bagaimana pun, putranya selalu
berhati-hati dalam bertindak, tetapi kali ini dia melanggar prinsipnya sendiri.
Ini pasti karena gadis itu.
"Bu, semua bukti sudah
menunjukkan kalau ini adalah rencana keluarga Morris sejak awal."
Riska memandang Cakra seraya berkata
dengan tenang, "Kalau begitu, Ibu rasa Nindi juga berhak tahu seluruh
kebenaran di balik semua ini."
"Bu... apa Ibu lagi
mengancamku?"
Nada suara Cakra tenang, tetapi penuh
tekanan, "
Tapi Ibu pasti tahu... Belinda masih
ada di tanganku. Hidup matinya hanya bergantung pada ucapanku saja."
"Mana mungkin Ibu berani
mengancammu? Semua yang kamu lakukan ini di luar dugaan Ibu, 'kan?"
Tatapan Riska tampak penuh makna. Dia
memandangi putranya yang sudah tumbuh dewasa, tersadar bahwa membujuknya tidak
akan semudah dulu.
Awalnya, dia kira Cakra memperlakukan
Nindi dengan baik karena rasa bersalah. Namun, sekarang dia sadar bahwa
putranya benar-benar mencintai gadis itu.
"Bu, katakan saja. Ibu mau aku
melakukan apa?"
Cakra tahu, jika ibunya berbicara
sejauh ini, sudah pasti ada alasannya.
"Aku mau kamu segera melepaskan
Tante Belinda. Biar aku sendiri yang bicara padanya dan tanya dengan jelas
tentang apa yang sebenarnya terjadi."
"Nggak bisa. Sebelum kami
menangkap Bos Sammy, dia nggak nggak bisa kembali. Tapi tenang saja, aku nggak
akan menyakitinya. Dia juga nggak akan kenapa-kenapa."
Riska tampak sedikit cemas,
"Tante Belinda sudah nggak muda lagi, Cakra. Dia nggak akan kuat
menghadapi tekanan ini. Lagi pula, bukankah semuanya belum terbukti
sepenuhnya?"
Hanya karena kecurigaan Nindi,
kemudian langsung menculik dan mengurung Belinda ... bukankah itu terlalu
berlebihan?
"Kalau begitu, bagaimana dengan
Nindi? Setelah kehilangan kedua orangtuanya, seperti apa hidupnya
bertahun-tahun ini, Bu? Ibu juga tahu, ' kan? Semua ini gara-gara Tante
Belinda. Kalau dia nggak melakukan hal itu, tragedi ini nggak akan pernah
terjadi. Dia memang pembunuh!"
Mendengar ucapan putranya, Riska
akhirnya hanya bisa menghela napas berat.
Peristiwa di masa lalu itu seperti
lingkaran kematian yang tak berujung.
Entah Belinda melakukannya dengan
sengaja atau tidak, nyatanya kedua orang tua Nindi telah tiada. Keluarga Morris
yang menjadi dalang di balik semua ini haruslah bertanggung jawab di mata
hukum.
No comments: