Bab 793
Seusai Nindi mengucapkannya, raut
wajah semua orang berubah seketika.
Tentu saja, termasuk Sania.
Awalnya, Sania mengira tidak akan ada
yang mengetahui soal ini. Begitu sang ayah tidak tertangkap, dia merasa yakin
bahwa Nindi tak akan mengetahui perihal operasi plastik ayahnya.
Namun, siapa sangka, Nindi ternyata
mengetahuinya?
Sania segera mendongak untuk
menjelaskan, "Aku benar-benar nggak tahu..."
Nindi menampar Sania sekali lagi,
"Beraninya kamu bilang nggak tahu kalau ayahmu operasi plastik! Mau bilang
belum pernah lihat wajah hasil operasinya juga, nggak?"
Pipi Sania terasa perih menyengat.
Hatinya penuh rasa bersalah, tanpa berani berkata-kata. Dia hanya bisa menoleh
ke arah Witan, "Kak Witan, aku..."
Akan tetapi, Witan justru menggenggam
tangan Sania sambil berkata, "Sekarang, kamu jujur saja, kamu sebenarnya
tahu atau nggak soal operasi plastik ayahmu?"
"Aku bukannya sengaja nggak
bilang. Karena ayahku sudah kalian tangkap, kupikir kalian sudah tahu soal ini.
Aku juga baru saja tahu kalau selama ini Nindi bohongi aku."
Otak Sania berputar dengan cepatnya.
Dalam situasi ini, dia sama sekali
tidak boleh mengakui kebenaran. Jika tidak, kehidupannya di keluarga Lesmana
tidak akan pernah tenang lagi.
Si berengsek Nindi itu, ternyata bisa
menemukan informasi sebanyak ini. Mungkinkah sebentar lagi ayahnya juga akan
tertangkap.
Witan menatap Sania, "Kalau
begitu, kenapa saat aku tanyawaktu itu, kamu tidak bilang apa-apa?"
"Ku kira kamu sudah tahu,
makanya aku nggak bilang."
Sania memandang Witan dengan ekspresi
memelas, "Aku benar-benar nggak bermaksud begitu."
Nindi memotong omongan wanita licik
itu, " Baiklah, kalau sebelumnya kamu nggak sengaja, sekarang kamu pasti
sudah tahu bagaimana wajah ayahmu setelah operasi, 'kan? Katakan!"
Dalam hati, Nindi sangat beterima
kasih pada Witan. Jika bukan karena dia, mungkin Nindi pun tidak tahu harus
mulai mendesak Sania dari mana.
Ini benar-benar sebuah kesempatan
bagus.
Ekspresi di wajah Sania langsung
membeku, segala perhitungan dalam hatinya seolah-olah sia-sia.
Nindi menatap Sania dengan tajam,
"Katakan!"
Sania menelan ludah gugup, "Aku
... aku harus bilang apa?"
"Jelaskan seperti apa wajah
ayahmu setelah operasi plastik, mengerti?"
Nindi menatapnya dingin, "Atau,
kamu memang nggak mau ngomong, ya?"
Nando melihat perubahan ekspresi
Sania dan langsung tahu wanita ini sedang memikirkan sesuatu. Dia pun langsung berkata
ketus, "Sania, kalau kamu nggak mau bicara, atau sengaja bohong, itu
berarti kamu sekongkol dengan ayahmu. Kalau begitu, jangan salahkan keluarga
Lesmana kalau kami bertindak tegas."
Darren ikut menimpali, "Aku
bakal laporkan kamu atas dugaan penggelapan dana. Lagi pula, uang itu sampai
sekarang belum kembali. Ayahmu pasti sudah membawa kabur semuanya. Jadi, nggak
akan pernah kembali lagi."
"Nggak mungkin!"
Sania mulai kehilangan kendali. Sang
ayah tidak mungkin meninggalkannya begitu saja!
Nindi mencibir, "Ayahmu itu
penjudi. Waktu kecil, dia juga sering memperlakukanmu dengan buruk, ' kan?
Setiap kali kalah judi dan mabuk, dia suka memukuli orang, benar, 'kan? Ibumu
saja dulu sampai kabur gara-gara itu!"
Setelah Nindi mengatakannya, dia
melihat ekspresi wanita licik itu mulai goyah.
Itu membuktikan bahwa si licik itu
sendiri, sebenarnya tidak sepenuhnya percaya pada ayahnya.
Melihat itu, Nindi segera
melanjutkan, "Kalau kamu mau bantu kami menangkap ayahmu, itu berarti kamu
memang nggak berpihak padanya. Jadi, semua kesalahan masa lalu pun nggak akan
ditimpakan padamu. Dia masuk penjara pun nggak akan ada hubungannya
denganmu."
Witan juga mengangguk kecil,
"Sania, aku rasa Nindi benar. Sekarang kamu sudah jadi istriku dani
menantu keluarga Lesmana, kamu harus bisa bedakan posisimu."
Witan memang memperhitungkan anak
dalam kandungan Sania, tetapi di dalam hatinya, dia membenci ayah Sania
mati-matian.
Andai saja bukan karena kecelakaan
mobil waktu itu, dia tidak akan menjadi cacat seperti sekarang!
Jika Sania tidak mengandung
satu-satunya anaknya, Witan pasti tidak akan membiarkan Sania tetap tinggal di
keluarga Lesmana.
Saat ini, semua orang memandang ke
arah Sania.
Nindi menyeringai tipis, "Kamu
tampak gelisah, kamu memang nggak mau bilang bagaimana wajah ayahmu setelah
operasi plastik, ya?"
"Nggak, bukan begitu, kok. Aku
cuma pernah lihat sekali, jadi nggak terlalu ingat."
Dalam hatinya, Sania merasa sangat
gelisah. Dia merasa Nindi sedang menjebaknya, tetapi tidak ada bukti nyata.
Sekarang, dia pun diawasi ketat oleh keluarga Lesmana, bahkan ponselnya pun
sudah disita.
"Setidaknya kamu pasti ingat
sebagian besarnya, kan?"
No comments: