Bab 797
Darren terdiam, wajahnya memerah
menahan amarah.
Witan, mengira kakaknya kesal pada
Nindi, segera menyela, "Kakak, kamu nggak seharusnya membiarkan Nindi
bertindak semena-mena. Suruh dia mengembalikan villa ini sekarang!"
Sebelum Darren sempat menjawab, Nando
sudah membentak, "Apa maksudmu, Witan? Villa ini sudah kakak berikan pada
Nindi. Nggak pantas memintanya kembali!"
"Tapi villa ini warisan orang
tua kita! Kok bisa kakak kasih ke Nindi doang? Dia aja nggak menghormati kakak!
Salah apa aku minta villa ini dikembalikan?" Witan bersikeras, matanya
menyala-nyala.
Witan tidak merasa ada masalah dengan
permintaan ini.
Sebagai kakak, dia merasa lebih
berhak atas harta keluarga dibanding Nindi.
"Jangan kira aku nggak tahu apa
yang kamu rencanakan, kamu ingin rumah yang bagus ini kan? Aku beri tahu kamu,
itu hanya mimpi."
Darren yang sudah kesal mendengar
omongan Witan yang tidak jelas itu, semakin marah, "Jika bukan karena
kamu, apakah aku akan diancam oleh Nindi Lesmana untuk langsung memberikan
villa itu kepadanya?"
Apakah Witan sudah lupa apa yang
sudah terjadi?
Darren semakin marah saat bicara,
adiknya yang tidak berguna di rumah tak mampu menyaingi adik bungsu mereka.
"Kak Darren, meskipun aku nggak
menyangkal ucapanmu, tapi aku menganggapmu sebagai kakak. Coba lihat sikap
Nindi terhadapmu?"
"Sikap Nindi padaku bukan
urusanmu, ini semua karena perempuan itu, yang sudah menghancurkan Keluarga
kita jadi seperti ini. Aku sangat menyesal bawa dia kembali ke Keluarga kita
dulu."
Darren sangat menyesal selama ini.
Dia seharusnya tidak membawa Sania
kembali ke Keluarga Lesmana, hal seperti ini pasti tidak akan terjadi, dan
hubungan Nindi dengan keluarga juga tidak akan menjadi seburuk ini.
"Kak, kamu nggak bisa berkata
seperti itu. Dulu kamu juga nggak tahu apa kebenarannya, jadi ini bukan
salahmu. Sebenarnya, Nindi yang nggak tahu terima kasih. Dia sudah menyelidiki
kebenarannya, tapi sengaja menyembunyikannya dan nggak kasih tahu kita. Bahkan,
dia bikin keributan di pesta pernikahan. Kejadian itu membuat Keluarga kita
malu dan menjadi bahan tertawaan di keluarga lain. Orang yang paling jahat
seharusnya dia."
Witan sangat malu karena pernikahan
itu. Setiap tidur, dia selalu mengingat itu dan sangat membenci Sang adik.
Gadis kecil itu, dulu dia sangat baik
padanya.
Tapi ternyata dia adalah serigala
berbulu domba, membuat saudara laki-lakinya malu di depan umum.
Mendengar ucapan itu Darren menghela
napas dan berkata, "Nindi memang terlalu berlebihan dalam hal ini, tapi
kita juga yang salah dulu... Ahh."
"Tapi awalnya kita nggak tahu
apa-apa, Nindi hanya memanfaatkan hubungannya dengan penerus Keluarga Julian
untuk menyelidiki masalah itul, tapi apakah itu bisa jadi alasan sikapnya
menjadi angkuh sama kita?"
Nando langsung memotong perkataan
Witan, "Apa yang kamu bicarakan?"
"Kak Nando, apakah aku salah?
Nindi memang bersikap seperti itu dia sama sekali nggak hargain kita."
"Cukup, sejak kecil apa kamu
lupa bagaimana kita memperlakukan Nindi? Sekarang berkat dia kita jadi tahu
petunjuk kecelakaan itu. Kalau nggak, mungkin sampai mati kita nggak tahu kalau
ayah Sania masih hidup dan perusahaan kak Daren hampir bangkrut karna dia, kamu
sudah lupa?"
Nando memandang Witan dengan kecewa,
"Kalau bukan karena Nindi, sekarang Sania sudah pergi jauh dengan uang
itu. Apa kamu pikir dia akan tetap ada di sisimu?"
Witan yang mendengarnya langsung
terdiam
Dia tahu Nindilah yang menghentikan
Sania, kalau tidak mungkin Sania sudah lama melarikan diri.
Witan langsung merasa lesu dan tak
menjawabnya.
Stelah puas berbicara, Nando menatap
Darren "Kak, Lesmana Grup sedang kacau, seharusnya kamu memperbaiki
hubunganmu dengan Nindi, kenapa kamu nggak bisa mengontrol emosi?"
"Nando, aku bukannya nggak
sabar, tapi sikap Nindi itu memang nggak patut dimaafkan"
"Bukannya itu karna sikapmu yang
sangat keterlaluan padanya?"
Darren terdiam sejenak dan berkata,
"Gadis itu punya hubungan yang cukup baik denganmu, lebih baik kamu yang
bilang ini ke dia. Kalau aku yang bilang, nanti kami berantem lagi."
No comments: