Bab 798
Melihat ekspresi kakaknya, hati Nando
menjadi sangat kesal. "Kak Darren, aku sudah memperingatkanmu sejak lama,
kamu akan menyesal."
"Apa gunanya kamu menyesal
sekarang?"
Darren pikir jika uang itu tidak
berhasil ditarik kembali, masa depan Grup Lesmana akan sulit diprediksi.
Saat itu, Sania dengan ragu-ragu
masuk. "Kak Darren, Kak Nando, urusan di pihakku sudah selesai.
Sania tadi mendengar suara
pertengkaran dari ruang makan dan dia tahu situasinya di keluarga Lesmana makin
buruk.
Awalnya dia ingin mengerjakan sketsa
itu asal-asalan, tapi sekarang dia harus serius. Dia takut kalau nantinya
keluarga Lesmana akan membalas dendam.
Nando yang pertama mendekat dan
mengambil sketsa itu untuk dilihat. "Apa ini wajah ayahmu sekarang? Kalau
kita bertemu dengannya, apa kita bisa mengenalinya?"
"Pasti bisa dikenali, kurang
lebih enam puluh persen mirip."
Sania menatap Nando dengan sikap
merayu. "Kak Nando, aku benar-benar selalu berada di pihak keluarga
Lesmana. Soal uang waktu itu, aku juga dipaksa. Kak Nando harus percaya
padaku."
"Itu tergantung pada apakah
sketsa yang kamu berikan ini benar atau nggak. Biarkan Nindi turun untuk
melihatnya."
Nando melirik sketsa itu, lalu
mengeluarkan ponsel untuk memotretnya. Lalu dia menyimpannya di album agar
lebih aman.
Tak lama kemudian, Nindi menerima
pesan dan turun ke bawah.
Setelah menerima sketsa itu, dia langsung
terkejut.
Ternyata benar ada di antara beberapa
nama yang dicurigai yang disebutkan oleh Cakra.
Ini menunjukkan bahwa Sania kali ini
tidak berbohong.
Sepertinya akting tadi berguna.
Nando bertanya dengan gugup,
"Bagaimana Nindi? Mirip nggak sketsanya?"
Witan mendengus dingin. "Nindi,
bukannya kamu sudah menangkap ayah Sania untuk mengintrogasinya? Sekarang,
bukankah ini membuktikan bahwa Sania dan ayahnya bukan komplotan?"
Nindi melirik sketsa itu, lalu
meletakkannya di atas meja. "Memang bisa membuktikannya."
Setelah mendengar kalimat ini,
jantung Sania berdebar kencang. Apakah ini berarti ayahnya ada di tangan Nindi?
Kalau tidak, bagaimana mungkin Nindi,
si wanita jalang ini, begitu yakin bahwa orang di sketsa itu adalah ayahnya?
Harapan yang tadinya masih Sania
simpan, kini pupus semua.
Sepertinya keputusannya tadi benar,
setidaknya dia bisa terus tinggal di keluarga Lesmana dengan aman.
Darren segera mengambil sketsa itu.
"Nindi, serahkan ayah Sania padaku, kami juga berhak
menginterogasinya."
Witan malah berbicara dengan nada
sinis, "Tapi bukankah masalah ini ada hubungannya dengan keluarga Morris?
Bahkan jika keluarga Lesmana menemukan buktinya, apa yang bisa kita lakukan
terhadap keluarga Morris?"
Sania juga diam-diam menatap Nindi,
hatinya juga dipenuhi keraguan.
Dia mendengar bahwa kecelakaan mobil
waktu itu terjadi karena keluarga Morris menyuap ayahnya, hingga menyebabkan
kematian orang tua Nindi.
Dalang di balik semua ini seharusnya
adalah keluarga Morris.
Setelah mendengar kata-kata ini,
Nindi langsung menatap Sania. "Untuk ini kamu perlu membujuk ayahmu untuk
mengakui semuanya. Saat itu kamu pasti akan aman di keluarga Lesmana."
Dia bisa saja menangkap ayah Sania
sekarang, tapi untuk membuat pihak lain mau membocorkan soal keluarga Morris,
masih perlu dipikirkan baik-baik.
Sania adalah satu-satunya putri
Sammy.
Raut wajah Sania langsung berubah,
bagaimana mungkin Nindi menyuruhnya pergi? Apa lagi yang direncanakan si jalang
ini?
No comments: