Bab 2743
Saka menyerang tanpa belas kasihan.
Dalam hitungan detik, Roven sudah babak belur. Hidungnya berdarah, giginya
remuk, bahkan tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun selain erangan
menyedihkan.
"Dengan kekuatan segini, siapa
yang beri kamu nyali berbesar kepala di depanku?" ejek Saka dengan nada
meremehkan.
Roven adalah seorang master ilahi
tingkat delapan. Jika dibandingkan dengan Ederick, dia jelas tidak ada
apa-apanya. Kemampuannya biasa-biasa saja, jauh dari kata luar biasa.
Di saat itu, sebuah suara terdengar,
memecah suasana.
"Kak Saka, bagaimana pembicaraan
kalian... Persetan!"
Jack muncul dengan langkah santai,
membawa sebuah guci arak tua. Raut wajahnya penuh senyum, seolah-olah dia
datang untuk merayakan sesuatu. Namun, begitu melihat pemandangan di
hadapannya, langkahnya terhenti seketika.
Di tanah, Adelia tergeletak, muntah
darah hitam.
Sementara itu, Roven habis dihajar. Wajahnya
bengkak, darah bercucuran dari mulut dan hidungnya, sementara Saka masih
mencengkeramnya dan terus menghajarnya tanpa ampun.
Apa-apaan ini?
"Bukannya bicara baik-baik? Aku
bahkan sudah siap membawa arak buat merayakan perundingan ini!" pikirnya
dalam hati.
Tiga pasang mata langsung menatapnya
bersamaan.
"Jack ... cepat ... hentikan
Roven berusaha merintih.
Tamparan keras mendarat di wajahnya.
"Siapa yang mengizinkanmu
bicara?" cibir Saka, membuat mulut Roven miring ke satu sisi.
Roven hanya bisa menatap Jack dengan
penuh harapan. Saat ini, hanya dia satu-satunya yang mungkin bisa
menyelamatkannya.
Saka mungkin tidak peduli pada apa
pun, tetapi Jack masih harus menjaga kedudukannya di Sekte Furia. Bagaimanapun
juga, mereka semua berasal dari sekte yang sama, pasti dia akan ...
Jack hanya menghela napas panjang,
lalu berkata santai, "Kalau sudah selesai, panggil aku." 2
Setelah itu, dia berbalik dan pergi
begitu saja.
Roven tertegun, lalu tiba-tiba
berteriak marah, " Jack! Berani sekali kamu nggak membantuku? Kamu masih
ingin kembali ke Sekte Furia atau nggak?"
Begitu kata-kata itu meluncur, Jack
tampak sedikit ragu. Dia berhenti sejenak, lalu berbalik kembali ke arah
mereka.
Melihatnya kembali, mata Roven
langsung berbinar, penuh harapan. Namun, sebelum dia sempat mengucapkan apa
pun, Jack mengayunkan guci araknya dan menghantamkan langsung ke kepala Roven!
Brak!
Guci itu pecah berantakan, sementara
arak mengalir di rambut dan wajahnya.
"Alkohol bisa mendisinfeksi
luka. Ini demi kebaikanmu," katanya santai. 3
Setelah itu, dia menoleh ke Saka dan
berkata, "
Cepat selesaikan urusanmu. Aku ada
hal yang mau dibicarakan."
Tanpa menunggu jawaban, dia berbalik
dan pergi dengan langkah ringan, begitu lepas seolah ini bukan urusannya.
Saka menatap punggungnya sejenak,
lalu tersenyum. Setelah itu, pandangannya beralih ke Roven yang kini menatapnya
dengan wajah penuh amarah. Dengan santai, Saka mengusap darah di tangannya ke
pakaian Roven, lalu dengan enteng menyelipkan sebuah pil ke dalam mulutnya.
Roven langsung panik.
"Racun?" pikirnya dalam hati. Namun, beberapa detik kemudian, dia
merasakan kehangatan menyebar ke seluruh tubuhnya. Luka-lukanya mulai sembuh
dengan kecepatan yang mencengangkan.
Dalam hitungan detik, semua memar dan
lebamnya menghilang, seolah-olah dia tidak pernah dipukuli sama sekali!
Dia menatap Saka dengan waspada,
hatinya dipenuhi rasa takut dan kebingungan.
"Aku pernah memukulmu?"
tanya Saka dengan tenang.
Mendengar pertanyaan itu, amarah dan
ketidakterimaan sekelebat melintas di mata Roven, tetapi akhirnya dia
menggertakkan giginya dan menjawab, "Nggak."
Senyum tersungging di wajah Saka. Dia
mengangkat tangannya, mendekat ke wajah Roven. Roven terkejut, reflek ingin
mundur, tetapi tubuhnya menegang dan tidak berani bergerak. Namun, yang
dilakukan Saka hanyalah menepuk pipinya pelan, lalu berkata dengan suara
lembut, "Dan satu hal lagi... Wennie. Meskipun dia nggak pernah
mengakuinya, menurutku dia adalah wanitaku. Jadi, berhentilah bermimpi."
Wennie?
Roven langsung merasa darahnya
mendidih.
Amarah menggelegak di dadanya, tetapi
dia tetap menggigit bibirnya rapat-rapat dan menundukkan kepala sedikit.
Tanpa berkata lebih lanjut, Saka
berbalik dan pergi.
Di belakangnya, mata Roven
memancarkan kebencian yang membara saat dia menatap punggung pria itu.
Genggamannya mengepal kuat, lalu dia
berjalan menuju Adelia yang masih tergeletak dengan napas lemah. Kemudian, dia
mengeluarkan pil dan menyuapkannya ke mulut Adelia. Saat wanita itu perlahan
membuka matanya, yang pertama kali dilihatnya adalah tatapan Roven yang merah
dan dipenuhi amarah. Dengan suara rendah dan menggertak, Roven berkata,
"Kenapa keluarga kerajaan kalian begitu lemah ... membiarkan orang seperti
dia masih hidup sampai sekarang?"
No comments: