Bab 2746
"Ini..."
Roven mengernyit dan merasa agak
sakit kepala.
"Kamu juga bisa mengatakannya
padaku saja. Itu sama saja. Aku akan menyampaikannya pada Ayah nanti."
Sebelum Aini sempat menyelesaikan
perkataannya, dia tiba-tiba berteriak keras dan melihat seorang pria paruh baya
dengan aura agung sedang mendekatinya. Pria itu menjentikkan jarinya di dahi
Aini yang putih seraya bergumam dengan kesal, " Aku sudah menyuruhmu untuk
berlatih kultivasi dengan baik di sini, tapi kamu justru
bermalas-malasan!"
Aini mengeluh sambil memegangi
kepalanya, lalu menyahut dengan nada protes, "Memangnya ini salahku? Siapa
yang menyuruhmu mengunciku di satu ruangan bersama kue? Bukankah kamu yang
memaksaku untuk melakukan kesalahan?"
"Kamu!"
Oza langsung naik pitam dan menyahut
dengan nada getir, "Sejak awal, bakatmu masih belum sebaik Wennie. Kalau
kamu terus seperti ini, Wennie akan segera melampauimu. Kenapa kamu nggak
merasa khawatir?"
"Itu masalahmu kalau kamu merasa
khawatir. Kamu yang melihat kalau Wennie berbakat, tapi sejak awal aku sama
sekali nggak berubah. Kenapa harus merasa khawatir?"
Oza tidak bisa berkata-kata.
"Ayah, cari tahu sendiri
bagaimana cara untuk menyelesaikan masalah ini. Aku mau makan kue ... oh,
nggak... aku harus berlatih kultivasi. Jangan ganggu aku saat aku sedang
bekerja keras!" sahut Aini dengan nada percaya diri.
Kemudian Oza kembali menepuk dahinya.
Aini segera menutupi dahinya, lalu pergi dan bergumam dengan kesal, "Kalau
kalah bicara, selalu memakai kekerasan. Aku nggak mau bicara dengan Ayah
lagi!"
Roven tidak berani bicara banyak,
seolah dia sudah terbiasa dengan hal tersebut.
Adelia terdiam dan merasa agak iri
pada saat yang sama. Dia bisa melihat bahwa Oza jelas sangat memanjakan
putrinya. Jika tidak, Oza tidak akan membesarkan seorang wanita manja seperti
itu. Dari segi status, Aini jelas jauh lebih baik Adelia.
Adelia sama sekali tidak membayangkan
bisa menerima perlakuan seperti itu di keluarga kerajaan.
Oza menatap kepergian Aini dengan
tatapan tidak berdaya, lalu menatap layar sambil berkata, "Kalau ada yang
mau dikatakan, katakan saja. Aku masih harus memberi pelajaran pada Aini."
"Guru, aku ingin melapor. Aku
menemui beberapa masalah di dunia fana..." sahut Roven dengan cepat.
Oza mengerutkan kening sambil
menyahut, "
Bukankah aku menyuruhmu untuk
memenangkan hati Saka? Apa kerja samanya berhasil? Ada masalah apa?"
"Alasan utamanya adalah Saka...
nggak setuju untuk bekerja sama dengan Sekte Furia," jawab Roven.
Oza tertegun, lalu berkata dengan
tatapan aneh di matanya, "Dia menolak niat baik Sekte Furia?"
Kemudian, Oza kembali mencibir dan
berkata, " Lupakan saja, awalnya aku memang ingin membantunya. Setelah
mengamatinya sebentar, aku akan membiarkan dia memasuki Lembah Rahasia
Kekaisaran secepat mungkin. Dengan begitu, dia bisa mendapatkan sesuatu dari
sana dan bisa membantu Aini untuk menerobos secepat mungkin."
"Sekarang kelihatannya dia nggak
bisa diganggu gugat. Dia bahkan nggak menghargai kesempatan untuk bekerja sama
dengan Sekte Furia. Kalau begitu biarkan saja. Konyol sekali kalau Tetua
Penegak Hukum masih berbicara kepadanya. Saka sama sekali nggak layak dan dia
nggak bisa menyalahkan orang lain."
Setelah berkata demikian, Adelia
menatap Roven dengan tatapan heran.
Roven pernah berkata sebelumnya bahwa
butuh waktu satu tahun untuk mengamati Saka sebelum membiarkannya memasuki
Lembah Rahasia Kekaisaran.
Oza ingin Saka masuk sesegera
mungkin?
Roven benar-benar mengubah periode
pengawasan dari beberapa hari menjadi satu tahun? Informasi ini tidak salah,
bukan?
"Yang dikatakan oleh Guru benar,
tapi... "
Roven tampak biasa saja, tetapi dia
berhenti sejenak seraya berkata, "Masalah ini nggak akan selesai.
Sebenarnya, aku juga bersalah. Mungkin ini karena aku nggak berkomunikasi
dengan baik pada Saka. Siapa yang tahu kalau Saka akan menyerangku secara
langsung... "
"Ini semua karena kinerjaku yang
buruk. Guru, silakan hukum aku saja!"
Pernyataan ini diucapkan dengan penuh
kiasan, tetapi tidak menuduh orang tersebut secara langsung. Sebaliknya, Roven
justru dengan setengah bersembunyi dan mengulang beberapa fakta, lalu
menyalahkan dirinya sendiri.
Setelah mengatakannya, Oza
mengerutkan kening. Ekspresi wajahnya menjadi muram, lalu dia menyipitkan
matanya sambil bertanya, "Dia berani menyerangmu?"
Roven segera mencibir seraya berkata,
"Sepertinya Saka nggak cuma nggak tahu berterima kasih, tapi juga punya
temperamen yang meledak - ledak. Itu bukan salahku..."
Setelah berkata demikian, suaranya
terputus.
Roven merasa lega, menatap Adelia
sambil tersenyum dan berkata, "Guruku marah, tamat sudah! Kita bisa
menunggu Saka untuk berlutut dan mengakui kesalahannya."
No comments: