Bab 2771
Roven menatap Oza dengan panik dan
berkata dengan suara gemetar, "Guru, aku nggak bohong! Aku bersumpah ini
semua benar!"
Namun, Oza hanya menatapnya dingin,
lalu berbicara dengan nada datar, "Aku sangat mengenal tabiatmu. Kamu
pasti membumbui cerita ini, seperti yang selalu kamu lakukan. Tapi, selama ini
aku nggak peduli. Nggak masalah bagiku seberapa sombong dan sewenang-wenang
dirimu, karena bagaimanapun juga, kamu tetap muridku. Nggak peduli apa pun yang
terjadi, jika seorang anak dunia fana seperti Saka berani menyentuhmu, maka itu
salahnya. Tapi sekarang, aku ingin mendengar kebenarannya! Ucapkan semua tanpa
kebohongan sedikit pun!" teriaknya.
Roven langsung pucat pasi.
Tenggorokannya terasa kering, dan dia menelan ludah dengan susah payah. Setelah
ragu beberapa saat, akhirnya dia bicara dengan suara lirih, "Aku ... aku
awalnya bilang pada Saka bahwa kamu ingin mengujinya selama beberapa hari
sebelum membiarkannya masuk ke dalam daerah rahasia kerajaan. Tapi aku sengaja
mengubahnya menjadi satu tahun ... Selain itu... aku dan dia sama-sama tertarik
pada Wennie, jadi aku sengaja menyingkirkannya. Itu saja ... "
Saat merasakan tekanan luar biasa
dari Oza, Roven tidak berani menyembunyikan apa pun lagi.
Dia sangat memahami sifat gurunya.
Selama ini, Oza tidak pernah terlalu peduli dengan intrik kecil bawahannya.
Namun, jika sudah memutuskan untuk serius, maka lebih baik mengakui semuanya
secara jujur daripada menanggung akibat yang lebih buruk.
Toh, kalau hanya dihukum berlutut
atau dikurung selama setahun, itu masih lebih baik daripada kehilangan nyawa...
Namun, saat ini, Oza perlahan
memejamkan mata. Suaranya terdengar seperti bergumam, "Itu saja ...
Muridnya yang satu ini ... telah
membuatnya kehilangan pasokan pil tulang akar yang stabil. Bukan hanya itu, dia
juga telah menghancurkan masa depan putrinya...
Dan semua ini terjadi karena Roven.
Jika saja dia menyingkirkan murid
ini, mungkin amarah Saka akan mereda.
Jari-jarinya mengepal erat, hampir
seperti hendak menghancurkan sesuatu. Namun, tepat sebelum dia mengambil
keputusan, tiba-tiba dia membuka matanya dan menatap Roven tajam. "Kamu
bilang Saka juga tertarik pada Wennie? tanyanya pelan.
Roven tersentak, lalu buru-buru
mengangguk. "Ya! Dia sendiri yang mengatakannya!" balasnya.
Wennie ...
Oza mengusap jemarinya perlahan,
matanya sedikit menyipit. Gadis itu adalah murid kesayangan para tetua di Sekte
Furia. Jika dia bertindak sembarangan, bisa-bisa dirinya yang akan mendapat
masalah.
Namun, saat pikirannya berputar cepat
mencari solusi, tatapannya beralih ke arah Adelia.
Wanita itu hari ini mengenakan gaun
ketat yang
menonjolkan lekuk tubuhnya, dengan
belahan
tinggi di sisi kakinya yang
memperlihatkan kulit
putih mulusnya. Leher jenjangnya
tampak anggun,
sementara bagian dada yang sedikit
terbuka
memperlihatkan kilau kulitnya yang
seputih salju.
Oza menghela napas panjang, lalu
mengangkat tangannya dan melemparkan dua senjata tingkat langit ke tanah.
"Roven, ambil ini dan pergilah ke depan kediaman Saka. Berlutut di sana,
serahkan nyawamu kepadanya. Biar dia yang memutuskan nasibmu,"
perintahnya. Kemudian, dia menoleh ke arah Adelia dan menambahkan, "Dan
kamu, Putri Adelia, tetaplah di sini. Aku ingin berbicara denganmu
sebentar."
Setelah mengatakan itu, ia teringat
ucapan Saka sebelumnya tentang "berbicara dengan baik dan masuk
akal". Maka, dia menekan emosinya, menarik napas panjang, lalu berkata
kepada Roven dengan suara yang terdengar lebih tenang, "Kamu telah bekerja
untukku selama bertahun-tahun. Kita sudah seperti guru dan murid yang memiliki
ikatan. Maka, aku akan jujur padamu. Kamu sudah salah menyinggung orang. Hari
ini, semuanya bergantung pada keberuntunganmu. Jika kamu beruntung, mungkin
hanya akan menerima luka ringan. Tapi jika nggak ... " Tatapan Oza
tiba-tiba menjadi lebih dingin sebelum melanjutkan, "Aku akan memastikan
keluargamu tetap aman."
Roven membelalak tak percaya. Dia
menatap gurunya, ingin mengatakan sesuatu, tetapi...
Oza mengayunkan kakinya dengan kecepatan
kilat, srak! Roven terhempas ke udara, tulang rahangnya hancur seketika. Darah
segar menyembur keluar dari mulutnya.
"Berengsek! Aku sudah bicara
baik-baik, malah mau membantah?" teriak Oza.
Dia menggeram, tatapannya dipenuhi
niat membunuh. "Dengar baik-baik! Kalau Saka nggak memaafkanmu hari ini,
bukan cuma kamu yang mati, keluargamu juga akan ikut terkubur bersamamu!
Sekarang, enyahlah!"
Matanya memerah oleh amarah. Bagi
Oza, Roven sejak awal hanyalah alat. Seorang murid boneka yang disiapkan untuk
memperkuat posisi putrinya. Dan jika alat ini tak lagi berguna, maka tidak ada
alasan untuk mempertahankannya!
Roven nyaris pingsan karena
ketakutan. Dengan rahang yang patah, dia hanya bisa mengeluarkan erangan
menyedihkan. Namun, tanpa berani membantah, dia buru-buru meraih senjata di
tanah dan bergegas pergi, menyeret tubuhnya yang penuh luka.
Setelah memastikan muridnya telah
pergi, Oza menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri, lalu menatap
Adelia. "Putri," ujarnya dengan suara lebih tenang. "Aku tahu
kamu dan Putra Mahkota memiliki dendam terhadap Saka. Tapi sekarang, kalian
sudah bukan tandingannya lagi."
Adelia mengepalkan tangannya erat.
Giginya berderit saat dia menahan emosi yang bergolak di dalam dadanya.
Dia sudah melihat sendiri bagaimana
Oza, seorang yang selama ini terkenal keras kepala dan berkuasa, rela
merendahkan diri di hadapan Saka. Jika seseorang seperti Oza saja tak berani
menyinggungnya, maka jelas...Saka telah benar - benar bangkit!
Pria itu telah memperoleh sesuatu
yang paling berharga di dunia fana, yaitu dukungan dari para tokoh besar di
Sekte Tersembunyi!
Inilah fondasi dari tujuh keluarga
besar dan keluarga kerajaan. Dulu, kenapa keluarga Romli tidak dihancurkan
sepenuhnya oleh Guru Negara? Karena mereka didukung oleh Sekte Tersembunyi. Dan
kenapa kerajaan bisa bertahan selama ratusan tahun? Karena mereka memiliki
hubungan dengan Sekte Sulos!
Dia tidak tahu bagaimana Saka
melakukannya, dan hal itu membuat hatinya merasa pahit.
Namun, satu hal yang pasti, sekarang
tidak ada satu pun orang yang bisa menyentuhnya! "Aku hanya ingin tahu...
kenapa?"
No comments: