Bab 2642
Armada Nathaniel terjebak di
lautan maut dan diombang-ambingkan ombak yang dahsyat. Ombak raksasa menghantam
dek satu demi satu, dan setiap hantaman memekakkan telinga.
Kapal berguncang hebat,
mengancam akan hancur. Setiap erangan di dek kayu menggemakan kehancuran yang
akan datang.
Seorang prajurit tersapu ke
udara oleh ombak raksasa. Ia meronta-ronta putus asa, tetapi angin menelan
teriakannya. Ia terjun ke laut dan ditelan pusaran air tanpa banyak cipratan.
Nathaniel mencengkeram pagar
dengan sekuat tenaga. Buku-buku jarinya memutih, kukunya menancap dalam-dalam
di kayu.
Matanya yang merah membara
terpaku pada kekacauan itu. Air laut bercampur keringat mengalir di wajahnya
dan menelusuri garis rahangnya yang keras.
"Cepat, ikat
talinya," teriaknya, suaranya serak. Seorang prajurit muda di dekatnya
meraba-raba tali dengan tangan gemetar. Ketakutan terpancar di wajahnya,
bibirnya bergetar saat ia tergagap, "Yang Mulia, saya... saya tak sanggup
menahannya."
Baru saja ia bicara, hembusan
angin yang lebih kencang menerjang. Pusaran air menariknya, dan talinya putus.
Jeritannya tiba-tiba berhenti saat ia menghilang ke dalam pusaran. Nathaniel
hanya bisa menyaksikan dengan ngeri. Rasa terkejut menerpanya, tetapi ia tak
punya waktu untuk bersedih.
"Pegang erat-erat,
semuanya! Selama kita bisa melewati zona pusaran air ini, kita akan baik-baik
saja!" teriak seorang komandan dari salah satu kapal pengawal.
Begitu ia selesai berbicara,
ombak besar menghantam kapal mereka dan membalikkannya. Hanya dalam beberapa
detik, seluruh kapal tertelan pusaran air, dan nasib mereka tak diketahui.
Situasi kapal pengawal lainnya
tidak jauh lebih baik. Para prajurit di kapal berteriak dan saling tarik
menarik, tetapi sia-sia.
Salah satu dari mereka
mengulurkan tangan ke arah kapal utama, dengan tatapan putus asa. Ia membuka
mulut, tetapi tak terdengar suara apa pun.
Tak lama kemudian, sebuah
kapal pengawal lain tersedot ke bawah, hanya menyisakan riak-riak di permukaan
laut seolah tak terjadi apa-apa. Waktu berlalu begitu lambat, dan setiap detik
terasa seperti siksaan.
Ketika badai sedikit mereda,
Nathaniel melihat sekeliling, dan hatinya mencelos. Armada yang tadinya teratur
kini hanya tersisa beberapa kapal yang babak belur. Dek kapal dipenuhi noda
darah dan papan kayu yang pecah.
Para prajurit yang selamat
pucat pasi karena ketakutan, tatapan mereka kosong. Beberapa terkulai di
lantai, memegangi kepala dan terisak pelan.
Nathaniel menarik napas
dalam-dalam dan berteriak, "Tenangkan diri kalian! Kita masih hidup, dan
hidup berarti masih ada harapan!"
Tiba-tiba, kapal itu oleng ke
bawah, dan sebuah kekuatan besar menarik dari dasar kapal. Nathaniel melihat ke
bawah dan melihat pusaran air hitam pekat terbentuk di bawah kapal. Tarikannya
begitu kuat sehingga kapal itu sudah tenggelam dalam cengkeramannya.
"Sialan!" umpatnya
lirih. Ia ingin memberi perintah untuk menghindar, tapi sudah terlambat.
No comments: