An Understated Dominance ~ Bab 2644

Bab 2644

Nathaniel berdiri di tepi kapal, menatap pulau bak surga di hadapannya. Ia mendapati dirinya menahan napas.

 

 

Sinar matahari menembus pepohonan tua yang menjulang tinggi, menyebarkan bercak-bercak cahaya di tanah berlumut. Udara dipenuhi aroma bunga eksotis, semanis madu namun bernuansa segar yang lembut.

 

Di belakangnya, para prajurit hampir tak bisa menahan kegembiraan mereka. Mereka meletakkan senjata dan mengulurkan tangan untuk menyentuh sulur-sulur yang menggantung. Buah-buah kristal menggantung seperti gugusan batu kecubung dan berkilauan di bawah sinar matahari dengan cahaya yang mempesona.

 

 

"Yang Mulia, lihat pohon itu," seru salah satu pengawalnya, menunjuk ke pohon raksasa tak jauh dari sana. Batangnya dipenuhi pola spiral yang tampak seperti tangga alami. Jamur bercahaya tumbuh di dalam rongganya, yang menerangi sekelilingnya bagai siang hari.

 

Beberapa tupai bersayap melompat dari puncak pohon, dan sayap mereka mengaduk partikel-partikel kecil bercahaya. Ketika partikel-partikel itu mendarat di baju zirah para prajurit, mereka langsung berubah menjadi bintang-bintang yang berkelap-kelip.

 

Saat Nathaniel melangkah hati-hati dari tangga, lumut berdesir lembut di bawah kakinya. Ia membungkuk untuk mengambil sehelai daun seukuran telapak tangan bertepi keemasan. Urat-uratnya begitu jelas hingga tampak hampir seperti ukiran.

 

Tepat saat dia hendak menyerahkannya kepada jenderal di sampingnya, teriakan tajam datang dari belakang kelompok itu.

 

“Apa yang terjadi?” tanya Nathaniel sambil berputar.

 

Ia melihat seorang prajurit muda berjongkok di depan semak berbunga. Setiap bunga selebar piring, lapisan kelopak merah mudanya mengelilingi benang sari keemasan. Bunga-bunga itu tampak begitu semarak.

 

Prajurit itu mengulurkan tangan untuk memetik sekuntum bunga. Ujung jarinya melayang tepat di atas kelopak bunga itu ketika bunga itu bergetar hebat. Kelopak yang tadinya rapuh tiba-tiba terbuka, memperlihatkan deretan gigi putih setajam silet di dalamnya.

 

 

Sebelum ia sempat bereaksi, bunga itu menerjang ke depan. Gigi-giginya mengatup dengan bunyi klik, menelan seluruh kepalanya.

 

Darah menyembur dari lehernya ke kelopak-kelopak merah muda, yang langsung diserap bunga itu hampir seketika. Kelopak-kelopak itu menjadi semakin semarak, sementara benang sari keemasannya memancarkan cahaya merah yang menyeramkan.

 

"Itu tanaman karnivora," teriak prajurit lain. Mata Nathaniel terbelalak, dan ia langsung menghunus pedang di pinggangnya. Dengan sekali ayunan, ia membelah rumpun tanaman iblis itu menjadi dua.

 

Getah hijau tua menyembur ke lumut di bawahnya, mendesis saat menggerogoti tanah. Lumut hijau yang tadinya cerah langsung layu dan berubah menjadi abu.

 

Namun, itu baru awal dari mimpi buruk mereka. Sulur-sulur putih yang tak terhitung jumlahnya tiba-tiba tumbuh dari akar tanaman iblis yang terputus. Mereka melingkar ke arah tentara terdekat seperti ular berbisa.

 

 

Pada saat yang sama, pepohonan di sekitarnya bergetar hebat. Tanaman merambat yang menggantung mengeras bagai baja, sementara ujungnya menumbuhkan duri dan menerjang ke arah kelompok itu.

 

Seorang prajurit tak kuasa menghindar. Sebatang tanaman merambat melilit lehernya, mencekiknya hingga matanya melotot dan lidahnya terjulur. Tubuhnya terseret ke dalam hutan, hanya menyisakan jejak jeritan putus asa.

 

"Berjaga-jaga! Semuanya, tetap waspada!" teriak Nathaniel. Suaranya mengandung ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ia mengayunkan pedangnya untuk memotong sulur-sulur yang menyerang. Namun, begitu sulur-sulur itu patah, tunas-tunas baru tumbuh dari ujung-ujungnya yang terputus. Tunas-tunas itu tumbuh menjadi sulur-sulur yang lebat di depan matanya, tak kenal ampun dan tak kenal ampun.

 

Di sisi kiri formasi mereka, sepetak rumput tiba-tiba tumbuh. Puluhan pakis, setinggi sekitar satu meter, perlahan berdiri tegak. Akar mereka telah berubah menjadi kaki-kaki yang tebal dan kokoh, dan ujung-ujung daunnya menumbuhkan gigi-gigi setajam silet saat mereka maju ke arah para prajurit.

 

 

Seorang jenderal berpengalaman mengayunkan tinjunya ke salah satu pakis. Begitu tinjunya menyentuh daun-daunnya, ujung bergeriginya merobek beberapa luka hingga sedalam tulang.

 

Saat getah hijau tua meresap ke luka-lukanya, ia menjerit memilukan. Lengannya membengkak dan menghitam di depan matanya, lalu berubah menjadi daging hangus berwarna ungu kehitaman dalam hitungan detik.

 

“Bakar mereka!” perintah Nathaniel.

 

Para prajurit dengan panik mencabut obor api mereka. Sebelum sempat menyalakannya, udara di sekitar mereka menebal. Lubang-lubang kecil yang tak terhitung jumlahnya terbelah di batang-batang pohon berusia seabad, melepaskan kabut hijau pucat.

 

Saat kabut tersebut bersentuhan dengan percikan api dari kayu bakar mereka, kabut tersebut meledak menjadi api biru yang merambat naik ke lengan para prajurit dan melahap mereka seluruhnya.

 

Jeritan terdengar silih berganti. Pulau yang dulunya tampak seperti tempat perlindungan bagi para abadi telah berubah menjadi neraka yang hidup.

 

Nathaniel mengayunkan pedangnya tanpa henti. Kilatan pedangnya membentuk jaring pelindung di tengah hutan lebat, tetapi tak mampu menghentikan serangan yang datang dari segala arah.

 

Ia menyaksikan tanpa daya ketika seorang pengawal pribadi tertusuk akar pohon yang tiba-tiba menyembul dari bawah tanah. Sulur-sulur akar itu bertindak seperti sedotan rakus, dengan panik menyedot darah pengawal itu hingga akar yang awalnya berwarna abu-abu kecokelatan berangsur-angsur berubah menjadi merah cerah.

 

"Mundur ke danau!" perintah Nathaniel, sambil membersihkan jalan dengan pedangnya. Para prajurit yang selamat saling membantu mundur ke danau sambil melangkahi tubuh rekan-rekan mereka yang gugur. Namun, baru beberapa langkah, lumut di bawah kaki mereka menjadi licin.

 

 

Setelah mengamati lebih dekat, mereka menyadari lumut itu telah berubah menjadi serangga kecil yang tak terhitung jumlahnya yang menggeliat dan merangkak melalui celah-celah sepatu bot mereka.

 

Para prajurit yang tergigit langsung roboh. Mereka berguling-guling di tanah dan dengan panik mencakar-cakar bagian dalam sepatu bot mereka sebelum tubuh mereka mengerut menjadi serpihan tak bernyawa.


Bab Lengkap

An Understated Dominance ~ Bab 2644 An Understated Dominance ~ Bab 2644 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on September 13, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.