Bab 2990
"Zirah emas itu memang punya
keistimewaan juga, ternyata nggak langsung kutembus," ujar Valco dengan
nada sedikit terkejut.
Wajah Leluhur Kelima Belas pucat
pasi, pandangannya kosong dan linglung, menatap Valco seakan kehilangan
jiwanya. "Bagaimana mungkin... "gumamnya.
Satu tebasan pedang saja mampu
menembus zirah emas dan tubuh yang selama ini dia banggakan?
Dia tertegun seperti patung.
Bukan hanya dia, bahkan Leluhur
Keenam Belas pun tampak tak percaya menatap Valco. Dia membuka mulutnya
perlahan, suaranya kering dan nyaris tak terdengar. "R-Raja... Raja
Ilahi?"
"Lari!"
Tiba-tiba, Leluhur Kelima Belas
mengaum keras dan buru-buru mundur. Saat ujung pedang dicabut dari tubuhnya,
darah menyembur deras. Dia tak sempat berpikir banyak, segera berbalik dan
melarikan diri.
Melihat punggungnya yang kabur
menjauh, Valco mengangkat tangannya dan melepaskan satu tebasan pedang.
Shhkk!
Cahaya pedang menembus langsung di
antara alis Leluhur Kelima Belas. Tubuhnya seketika membeku, dan di matanya
masih tersisa ekspresi tak percaya.
"Oh, benar. Kamu punya Batu
Jiwa, ya... " ujar Valco.
Lalu, dengan satu tebasan santai
lagi, dia menghancurkan tubuh Leluhur Kelima Belas hingga hancur menjadi
serpihan debu. Tak peduli berapa banyak Batu Jiwa yang dimilikinya, semuanya
ikut musnah bersamaan.
"Tetua Kesembilan, yang keenam
belas itu..." seru Andrean dengan panik.
Di kejauhan, Leluhur Keenam Belas
sudah menyandera pria berjas hitam dan berubah menjadi cahaya putih yang
melesat jauh, mencoba kabur secepatnya.
Melihat bayangan pelariannya, Valco
tersenyum dan berkata, "Tubuh Cahaya, ya?"
Tiba-tiba, tubuhnya lenyap dari
tempat semula, berubah menjadi seberkas cahaya pedang. Dalam sekejap, dia
melesat lebih cepat dari cahaya putih itu, dan sudah berdiri menghadang tepat
di depan Leluhur Keenam Belas.
Leluhur Keenam Belas mendadak
menghentikan gerakannya, matanya dipenuhi ketakutan saat menatap Valco. Lalu,
dia berseru, "Tiga tahun lalu aku nggak ikut memburumu!"
"Jangan berpikiran sempit. Kamu
kira aku membunuhmu cuma karena urusan pribadi sekecil itu?" ujar Valco.
Valco menggeleng pelan lalu
melanjutkan, "Kalau mau menyalahkan, salahkan saja karena kamu lahir di
keluarga Kekaisaran."
Leluhur Keenam Belas memandang Valco
dengan wajah penuh ketakutan, lalu tiba-tiba mencengkeram erat leher pria paruh
baya berbaju hitam dan berteriak garang, "K-Kalau kamu berani mendekat,
aku akan bunuh dia!"
Pria berjas hitam itu malah berteriak
lantang, " Tetua Kesembilan, jangan pikirkan aku! Nyawaku tak sebanding
dengan nyawa Sang Kaisar. Satu nyawa dibayar satu nyawa, pantas!"
"Ya."
Valco mengangguk lalu menatap Leluhur
Keenam Belas dan berujar, "Silakan bunuh."
Pria paruh baya berbaju hitam pun
ikut tertegun, bukankah seharusnya dia mencoba menyelamatkanku dulu? Kenapa
justru begitu tegas dan dingin?
Leluhur Keenam Belas ikut terdiam.
Dia bahkan bingung sendiri, apakah dia benar-benar harus membunuh sandera ini.
Situasi pun menjadi tegang dan
stagnan.
"Apa? Nggak berani? Mau aku
bantu?" tanya Valco.
Valco menatapnya sambil melangkah
maju satu demi satu.
"Kamu ... kamu jangan dekati
aku! Kalau kamu terus maju, aku sungguh akan membunuhnya! Aku nggak
main-main!" ujar Leluhur Keenam Belas sambil mengancam dengan garang dan
mundur perlahan.
"Kalau dia mati, aku cukup
membunuhmu dengan cara dicincang pelan-pelan. Cepat, bunuh saja," balas
Valco dengan tenang, tapi langkahnya tak terhenti, mendekat makin dekat.
Kening Leluhur Keenam Belas mulai
dipenuhi keringat dingin, tatapannya panik, tapi tangannya tetap gemetar, tak
sanggup bergerak.
Akhirnya, ketika Valco hanya berjarak
kurang dari satu meter darinya, dia mendengus dan membentak dengan suara
dingin, "Lama sekali! Aku sudah beri kesempatan. Bunuh, kalau
berani!"
Satu bentakan keras itu langsung
membuat tubuh Leluhur Keenam Belas bergetar hebat. Wajahnya mendadak pucat,
lalu dia tiba-tiba melepaskan genggamannya dan mendorong pria berjas hitam itu
pergi. Pria itu pun segera berlari ke belakang Valco dengan tergesa-gesa.
Sementara itu, Leluhur Keenam Belas
jatuh berlutut dengan suara gedebuk. Dia gemetar dan berkata dengan suara
memohon, "A-Ampuni aku ... "
"Membunuh pun nggak berani, masih
mengaku sebagai Kaisar? Dasar sampah!" cibir Valco dengan tajam.
"Aku memang sampah... Tapi aku
pernah jadi seorang Kaisar. Aku bisa berguna. Penjaga Pintu pasti lebih
menghargai tawanan seorang Kaisar, ' kan?" jawab Leluhur Keenam belas
sambil menelan ludah.
No comments: