Bab 2992
"Apa? Dia belum mati?"
Pria paruh baya berbaju hitam itu
berkata dengan nada tak percaya, "Tapi... Tapi Leluhur Kelima Belas dan
Leluhur Keenam Belas..."
Kata-katanya terhenti di tengah
jalan. Dia akhirnya menyadari, Leluhur Kelima Belas dan Keenam Belas
meninggalkan medan perang bukan karena mereka menang dan kembali, melainkan
karena dipaksa mundur oleh Adriel.
"Sehebat itu?" gumam pria
itu. Dia lalu menoleh ke arah Valco dan berkata ragu, "Kamu pun dulu...
Harus diketahui, dulu Valco pun hanya
bisa melarikan diri ketika dikepung oleh para master ilahi tingkat sembilan,
raja ilahi setengah langkah dan raja ilahi.
Valco tersenyum lalu berkata,
"Setiap zaman atau generasi melahirkan para tokoh hebat yang memimpin
peradaban selama ratusan tahun. Kukira seratus tahun ke depan akan menjadi
masaku, nggak kusangka ada pula Adriel. Aku bahkan sempat berpikir untuk
menjadikannya muridku, ternyata aku memang terlalu tinggi hati."
Sebagai seorang genius sejati, dia
tidak merasa iri melihat munculnya talenta luar biasa lainnya. Justru dia
bersemangat. Makin dia berbicara, makin terpancar kekagumannya. Valco tak sabar
ingin bertemu dengan Adriel. Tiba-tiba dia menoleh ke arah Andrean, tersenyum
dan berkata, "Kamu berhasil membawa orang seperti itu ke pihak kita. Itu
pencapaian besar."
Andrean masih dalam keadaan terpaku.
Setelah mendengar itu, dia seperti baru tersadar. Wajahnya pucat saat tersenyum
tipis dan berkata, "Pujian yang terlalu tinggi, Tetua Kesembilan..."
"Ayo, kita lihat anak ajaib
itu!" seru Valco.
Dia melirik ke arah medan pertempuran
dan melangkah pergi dengan tidak sabar.
Pria paruh baya berbaju hitam hendak
mengikuti, tetapi tubuhnya mendadak menegang. Dia menoleh ke arah Andrean dan
berkata, "Ngapain bengong? Ayo!"
Andrean tersenyum kaku seperti
tersadar dari mimpi dan berujar, "Iya, ayo... ayo... "
Tubuhnya tampak kaku saat mengikuti
mereka. Ekspresinya seperti orang yang hendak menuju tiang gantungan.
Di medan perang.
Bam!
Satu lagi benturan keras terjadi.
Kedua orang itu berpisah seketika dan mundur ke belakang.
Davina menatap medan pertempuran
dengan penuh keterkejutan. Hatinya penuh rasa ngeri. Dalam pertempuran antara
raja ilahi, tanah dalam radius ribuan meter seperti berubah jadi tanah liat
yang dipermainkan. Ledakan energi terus-menerus mengubah medan seperti
gelombang samudra yang menjulang menjadi gunung lalu runtuh kembali, menakutkan
siapa pun yang melihatnya.
Tak heran Dunia Roh melarang raja
ilahi turun ke dunia bawah, kekuatan destruktif mereka terlalu mengerikan
Mereka semua memperhatikan kondisi
kedua petarung itu dengan cemas.
Terlihat Leluhur Keempat Belas
terengah engah hebat. Tubuhnya dipenuhi luka-luka, seolah-olah telah disayat
oleh ribuan pedang, tetapi luka-luka itu tengah pulih dengan sangat cepat.
Sepasang matanya menatap tajam ke
arah seberang.
Tubuh Adriel juga dipenuhi luka,
tetapi dia seakan tak menyadarinya, seolah-olah luka-luka itu bukan miliknya.
Sebaliknya, dia justru dengan ringan
menyeka darah di atas pedang yang belum sepenuhnya terbentuk, lalu menepisnya
dengan satu sentilan jari. Saat menatap Leluhur Keempat Belas, sorot matanya
dipenuhi semangat juang yang makin membara. Dengan penuh gairah, dia berseru,
"Ayo, lanjutkan!"
Sudut bibir Leluhur Keempat Belas
berkedut keras.
Setelah bertarung sejauh ini, dia
akhirnya menyadari satu hal yaitu Adriel ini murni seorang gila.
Orang normal pasti sudah hancur
mental menghadapi lawan yang nyaris abadi sepertinya. Tapi Adriel malah seperti
menemukan karung tinju sempurna, makin dilawan, makin semangat.
Ini orang masih bisa dibilang manusia
normal?
Apa yang sebenarnya telah dialami
anak ini sampai bisa jadi sekuat dan segila ini?
"Ayo?" seru Adriel sambil
mengerutkan kening.
Leluhur Keempat Belas menggertakkan
gigi, menatap Adriel dengan tajam lalu berteriak dengan serak, "Cukup!
Anak muda, aku mundur selangkah. Serahkan Teknik Penerobos Surgawi dan aku akan
meninggalkan tempat ini untuk sementara. Bagaimana?"
"Kamu mau berdamai?" tanya
Adriel sambil menghentikan langkahnya.
Wajah Leluhur Keempat Belas tampak
suram. Memang benar, ini sudah bukan lagi pertarungan biasa. Dia masih juga
belum bisa mengalahkan Adriel, dan kegelisahan mulai menyelimuti hatinya. Jika
para Kaisar lain datang, mereka memang bisa merebut Adriel bersama-sama tetapi
warisan Tabib Agung itu, sudah pasti bukan lagi miliknya!
Daripada seperti itu, lebih baik beri
Adriel satu jalan hidup.
"Kalau para Kaisar lain datang,
aku akan kehilangan warisan itu, dan kamu juga pasti mati. Lebih baik kita
berdamai sekarang. Bagaimana?" tanya Leluhur Keempat Belas dengan serius.
No comments: