Bab 2995
Namun, sesaat kemudian, teriakannya
tiba-tiba terhenti.
Karena ujung tombak tersebut berjarak
kurang dari satu inci dari tubuh Adriel dan terjepit di antara dua jari.
Jari-jarinya tampak seperti alat meleburkan emas yang menghancurkan serangan
membabi-buta Leluhur Keempat Belas dengan mudah.
Sebelumnya, jurus seperti ini
setidaknya bisa melukai Adriel.
Lalu, Adriel menggoyangkan kedua
jarinya dengan santai, lalu ujung tombak panjang itu langsung hancur lebur.
Pecahannya langsung beterbangan ke belakang dan menusuk tubuh Leluhur Keempat
Belas.
Leluhur Keempat Belas meratap dengan
kesal, kemudian tubuhnya hancur seketika.
Saat berikutnya, Adriel menyambar
tombak itu dengan santai, lalu mengangkat tangannya untuk mencengkeram Leluhur
Keempat Belas.
Dihadapkan dengan kematian, Leluhur
Keempat Belas menatap Adriel dengan tatapan marah seraya berteriak keras,
"Aku akan menunggumu di neraka!"
Adriel membalas sambil tersenyum,
"Pertama, kamu nggak akan bisa menungguku."
"Kedua..."
"Akulah neraka keluarga
kerajaan."
Adriel mengangkat tangannya dan
langsung memenggal kepala Leluhur Keempat Belas. Tanpa menunggu Batu Jiwa
miliknya bereaksi, Adriel memasukkan tubuhnya ke dalam tas penyimpanan.
Pada saat ini.
Dunia kembali tenang, hanya Adriel
yang tersisa sendirian.
Davina, Sofia dan Dewina menatap
sosok di udara dengan tatapan terkejut dan hanya bisa terdiam.
Saat ini, Adriel tiba-tiba mendekat
ke arah mereka.
"Kak... Kak Adriel... kamu...
hebat sekali."
Sofia membuka mulutnya dan tidak tahu
harus berkata apa. Adriel hanya tersenyum seraya mengusap kepalanya.
Dewina menatap Adriel dengan tatapan
bingung. Pada akhirnya, dia tidak lagi memiliki sikap hormat yang tidak tulus
seperti sebelumnya. Sebaliknya, Dewina justru menundukkan kepalanya dengan
tatapan mata yang tampak ketakutan.
Adriel hanya mengabaikannya. Dia
berjalan menuju Davina yang sedang menatapnya dengan mata berbinar, lalu
bertanya sambil tersenyum, "Kamu baik-baik saja?"
Davina tersenyum seraya menggelengkan
kepalanya sebagai jawaban.
Adriel tersenyum dan berkata,
"Ayo pergi, selanjutnya kita bunuh Kaisar."
Davina menatap Adriel untuk beberapa
saat dengan mata terbuka lebar, lalu dia tersenyum seraya mengangguk penuh
semangat.
Wanita itu tahu bahwa Adriel
dibiarkan berkeliaran di alam rahasia.
Namun, tiba-tiba Adriel mengangkat
kepalanya sambil melihat ke udara. Dia bertanya dengan nada agak terkejut,
"Siapa itu?"
Saat ini.
Daerah yang dilihat Adriel tidak jauh
dari sini. Valco beserta yang lainnya sudah berhenti. Andrean bersama pria
paruh baya berpakaian hitam menatap tempat kejadian dengan ekspresi terkejut di
wajah mereka. Cahaya keemasan yang tersisa menyorot wajah mereka. Ekspresi
mereka tampak dipenuhi dengan rasa tidak percaya.
"Apa... apa dia sekuat
itu?"
Pria paruh baya berpakaian hitam itu
terkejut untuk beberapa saat. Dia tiba-tiba menatap Andrean dengan ragu dan
bertanya, "Bagaimana kamu bisa menaklukkan pria sekuat itu?"
Andrean menelan ludah, tidak
menjawab.
Valco menatap hasil dari pertarungan
itu dengan ekspresi heran. Lalu, dia mulai memperlihatkan senyum gembira sambil
berkata, "Pria ini cuma keberuntungan yang diberikan oleh Dewa untuk
Penjaga Pintu-ku! Pak Andrean, kamu adalah berkat bagi Penjaga Pintu karena
bisa merekrut pria ini!"
Pria itu sombong dan arogan. Dia
tidak mengenali Andrean yang mendapat gelar "Tetua" melalui koneksi.
Akan tetapi, sekarang karena Adriel, Valco justru memanggil Andrean dengan
sebutan "Pak" dengan penuh hormat.
Andrean hendak membuka mulutnya untuk
berbicara.
Valco justru secara tiba-tiba melihat
Adriel dan beserta lainnya datang ke arahnya, dengan ekspresi gembira di
wajahnya.
Dia segera menyapa dengan senyum
lebar di wajahnya dan berkata dengan nada sopan, "Halo, Kak Adriel. Aku
juga murid Pak Andrean, namaku
Namun, sebelum Valco sempat
menyelesaikan perkataannya, Adriel menatapnya sambil menyahut dengan tersenyum,
"Biasanya, yang muda dihabisi lebih dulu, sedangkan yang tua baru dihabisi
kemudian, tetapi kalian justru melakukan sebaliknya. Baiklah, aku akan
menghabisi Si Tua itu dan kamu yang akan bertindak?"
"Apa?"
Saat mendengar pertanyaan Adriel,
Valco hanya terdiam di tempatnya.
Andrean menatap mereka dengan
ekspresi datar di wajahnya. Dia perlahan menengok dan menatap pria paruh baya
berpakaian hitam yang sedang kebingungan di sampingnya dan berkata "Nanti,
demi sesama murid, berilah kesenangan demi aku."
No comments: