Bab 2996
Pria paruh baya berpakaian hitam itu
tertegun. Dia menatap Andrean dengan bingung, seperti hendak menanyakan
sesuatu.
Pada saat ini, Valco justru menatap
Adriel dengan tatapan bingung dan segera bertanya, "Apa maksudmu?"
"Apa maksudmu?"
Adriel menatapnya sejenak, tiba-tiba
menyadari sesuatu. Dia beralih ke Andrean, lalu berkata sambil tersenyum,
"Kamu ingin memberontak, tapi kamu bahkan nggak punya anak buah? Kamu
memang genius."
Wajah Andrean langsung pucat pasi,
mulutnya kering. Tubuhnya gemetar dan tidak berani menjawab.
Pada saat ini, Valco juga mulai
menyadari ada sesuatu yang salah. Dia tiba-tiba menatap Andrean, bertanya
dengan penasaran, "Ada apa?"
Tubuh Andrean gemetar. Dia sudah
membuka mulutnya, tetapi tidak mengucapkan sepatah kata pun.
"Aku akan bertanya sekali lagi,
ada apa?" tanya Valco dengan nada tinggi.
Brugh!
Andrean tiba-tiba berlutut di tanah, wajahnya
pucat pasi dan suaranya bergetar, "Benar, maafkan aku, aku sudah menipumu.
Aku... aku menyerang Adriel dan ingin memaksanya bergabung dengan
organisasi..."
Setelah mendengar kata-kata ini,
Valco langsung naik pitam dan ingin menendang pria tidak berguna itu sampai
mati!
Adriel memiliki bakat yang langka.
Meskipun dia tidak berniat untuk bergabung dengan Penjaga Pintu, dia tetap
harus diperlakukan dengan sopan. Begitu Adriel bergabung, dia pasti akan
diberikan posisi sebagai Tetua.
Namun, Andrena justru menyerang
Adriel?
Memangnya siapa dia?
"Cepat minta maaf pada Kak
Adriel. Lihat saja apa dia akan memaafkanmu!" seru Valco dengan nada
marah.
Andrean jelas ketakutan. Dia menatap
Adriel seraya bersujud berulang kali dan berkata, "Aku salah. Aku yang
nggak mengenali para orang hebat. Tolong jangan hukum orang nggak berdaya
sepertiku. Anggap saja aku cuma orang yang nggak berguna."
Namun, Adriel hanya melirik Andrean.
Dia memperhatikan penampilannya yang sederhana dan mengabaikannya.
Adriel sudah memberi Andrean
kesempatan untuk tetap hidup sebelumnya, tetapi dia tidak menghargainya. Dengan
demikian, Adriel juga tidak akan menyelamatkannya lagi.
Sofia yang hanya berdiri di samping
merasa agak tidak nyaman saat melihat penampilan Andrean. Akan tetapi, Andrean
tampak berhenti memohon belas kasihan. Dia merasa tidak punya wajah lagi untuk
berbicara.
Melihat Adriel tidak berkata apa-apa,
mata Valco langsung berbinar. Dia menatap Andrean seraya berkata dengan nada
dingin, "Sudahlah, ikut aku kembali. Jelaskan semuanya di hadapan semua
orang, kemudian akhiri hidupmu sendiri."
Begitu mendengar kalimat itu, Andrean
langsung mengangkat kepalanya dengan putus asa. Dia menatap Valco dan Adriel
seraya menyahut dengan suara gemetar, "Pak Valco, tolong ampuni aku. Pak,
tolong ampuni aku! Aku mengaku salah! Tolong beri aku kesempatan lagi!"
Dia berkata sambil bersujud di tanah.
Namun, Valco sudah memasang ekspresi
acuh tak acuh dan ingin menyingkirkan Andrean.
Pada saat itu, tiba-tiba terdengar
suara teriakan keras, "Berhenti!"
Teriakan keras itu menyela secara
tiba-tiba. Valco segera menengok ke arah sumber suara dan melihat pria paruh
baya berpakaian hitam itu dengan tatapan dingin.
Pria paruh baya berpakaian hitam itu
sangat ketakutan sampai sudah kehilangan akal. Wajahnya pucat pasi dan dia
berkata dengan terbata-bata, " Bukan... bukan aku!"
Teriakan itu memang bukan suaranya,
karena pada saat itu liontin batu alam di pinggangnya justru menyala cerah.
Tiba-tiba cahayanya menjadi lebih terang dan terdengar suara yang dalam.
Lalu, muncul sosok seorang pria tua.
Dia sedang mengenakan jubah putih dan menunjukkan ekspresi tenang, tetapi
auranya tampak sangat berwibawa
Pria tua berjubah putih itu menatap
Valco seraya berkata dengan nada tenang, "Kamu layak menjadi genius nomor
satu di antara para Penjaga Pintu-ku. Aku sudah membiarkanmu menerobos dua
tingkat berturut-turut. Kamu juga sudah mengumpulkan harta karun yang
lumayan."
Valco menatap sosok pria tua itu,
lalu menatap liontin batu alam di pinggang pria paruh baya berpakaian hitam
itu. Ekspresi wajahnya agak dingin, lalu dia bertanya, "Apa kamu sudah
memata -mataiku?"
Valco mengerti segalanya. Pria tua
berjubah putih sudah mengamati situasi di sini melalui liontin batu alam di
pinggang pria paruh baya berpakaian hitam itu.
"Itu sama sekali bukan
memata-matai. Cuma upaya organisasi untuk melindungimu," jawab pria
berjubah putih itu dengan nada santai.
Lalu, dia menatap Adriel,
mengamatinya, lalu berkata sambil tersenyum, "Aku nggak menyangka kamu
bisa membunuh tiga Kaisar secara berturut-turut. Kamu benar-benar pahlawan
muda. Andrean justru berani berkomplot untuk melawanmu. Dia memang bodoh...
"
Saat ini, pria tua itu menatap
Andrean seraya berseru dengan dingin, "Kenapa kamu nggak minta maaf pada
Adriel!"
Andrean segera berkata kepada Adriel,
"Baik, aku minta maaf..."
Pada saat ini, pria tua berjubah
putih itu menatap Adriel, tersenyum sambil berkata, "Dia sudah minta maaf
padamu, kalau begitu masalahnya sudah berakhir di sini. Nggak boleh ada yang mengungkit
masalah ini lagi di kemudian hari."
Begitu mendengar ini, Andrean
langsung kegirangan sambil berkata, "Terima kasih, Tetua! Terima kasih,
Tetua!"
No comments: