Bab 2999
Pada akhirnya, sekarang plakat batu
alam tersebut dibawa keluar oleh Tetua Kelima untuk melawan orang-orangnya
sendiri.
"Kalian berani sekali... "
ujar Adriel seraya menatap Tetua Kelima.
"Haha, bicaramu cukup
sombong."
Tetua Kelima memegang Plakat Batu
Alam Poros Surgawi, menatap Adriel, seraya berkata dengan ekspresi agak dingin,
"Ikut aku. Kamu harus kembali untuk diadili dan lihat bagaimana organisasi
akan memperlakukanmu!"
"Bagaimana organisasi menangani
masalah ini, bukan menurut kata katamu, 'kan?" balas Adriel sambil
tersenyum.
"Kita harus mengikuti
arus," sahut Tetua Kelima tersenyum.
Sambil berkata demikian, Tetua Kelima
mengangkat tangannya dan meraih Adriel.
Akhirnya, pada saat itu, tiba-tiba
liontin batu alam di pinggangnya meledak.
Tidak lama kemudian, sebuah susunan
teleportasi terbentuk, lalu sesosok tubuh melangkah maju. Beberapa saat
berikutnya, sosok itu berdiri di hadapan Adriel.
Duar!
Saat suara ledakan keras terdengar, Tetua
Kelima langsung mundur beberapa langkah.
Tepat di hadapan Adriel, seorang pria
tua berambut putih muncul. Wajahnya tampak ramah, tetapi sekarang tampak
sedingin es. Dia menatap Tetua Kelima dengan dingin dan berkata, "Tetua
Kelima, makin berumur kamu makin gemilang. Kamu masih merasa nggak cukup kalau
cuma pamer di hadapan para orang tua seperti kami, tapi juga masih mau menindas
para pemuda?"
"Tetua Ketujuh?"
Melihat pria tua berambut putih itu,
Tetua Kelima tertegun sejenak. Dia menatap susunan teleportasi yang perlahan
menghilang dengan wajah muram. Tetua Kelima mengerutkan kening sambil bertanya,
"Kamu juga punya rencana cadangan?"
"Aku sangat sayang pada muridku.
Aku juga harus berjaga-jaga terhadap serangan keluarga kerajaan. Siapa yang
mengira kalau aku justru harus berjaga-jaga terhadapmu dan bukan keluarga
kerajaan? Ini juga kejutan yang menyenangkan," sahut pria tua itu sambil
tertawa.
Pada saat ini, Valco melihat kejadian
ini dan langsung memahami segalanya. Jelas bahwa Gurunya juga menyiapkan
susunan teleportasi sebagai cadangan dan siap membantunya kapan saja. Akan
tetapi, sudut mulutnya berkedut dan dia berkata, "Pak, kenapa nggak
memberitahuku dulu sebelum mengatur rencana cadangan untukku?"
Pria tua berambut putih itu menatap
Valco, tersenyum penuh kasih dan menjawab, "Anak bodoh, kamu terlalu
sombong untuk membiarkan orang lain membantumu. Kalau aku memberitahumu,
memangnya kamu akan setuju?"
Valco terdiam dan tersenyum getir.
Dia bergumam, " Itu karena aku masih muda."
"Bukan karena kamu masih muda,
tapi karena beberapa orang memang terlalu sombong. Demi mempertahankan
kekuasaan mereka, mereka akan melakukan apa saja untuk mencapainya!"
Tetua Ketujuh tersenyum, lalu
mengangkat tangannya dan menghancurkan liontin batu alam. Lalu, dia menendang
Valco ke dalam susunan teleportasi.
Tidak lama kemudian, dia menatap
Adriel kembali seraya menghela napas dan berkata, "Sobat, aku minta maaf
karena sudah mempermalukanmu.
Kamu datang agak terlambat. Para
Penjaga Pintu bersatu sudah puluhan tahun yang lalu dan sekarang mereka agak
menjadi keterlaluan. Kamu harus pergi dengan muridku. Aku akan melindungimu
setidaknya sekali."
Adriel menatapnya sambil menjawab,
"Bagaimana kalau kamu yang bertanggung jawab sebagai Penjaga Pintu?"
Mendengar ini, Tetua Ketujuh tertegun
dan agak bingung.
Aku bertugas sebagai Penjaga Pintu?
Pada saat berikutnya, Tetua Kelima
bergegas mendekati Adriel sambil menyela dengan tegas, " Kamu pikir kamu
siapa!"
Begitu selesai berbicara, Tetua
Ketujuh langsung berdiri di depannya.
Duar!
Terdengar suara gemuruh yang keras
dan keduanya langsung terpisah.
Tetua Kelima menatap Tetua Ketujuh
sambil berkata dengan nada keras, "Tetua Ketujuh, apa masalah dengan
otakmu? Orang ini nggak ada hubungannya denganmu. Kenapa kamu masih
membantunya?"
Tetua Ketujuh mencibir, lalu menjawab
"Dulu, kita semua adalah anak-anak yang diselamatkan oleh Tabib Agung
selama perang. Kita nggak punya hubungan apa pun dengan Tabib Agung. Menurutmu
apa alasan Tabib Agung menyelamatkan kita?"
Setelah berkata demikian, wajah Tetua
Kelima tiba-tiba berubah menjadi dingin. Lalu, dia menyahut, " Ini waktu
yang sudah berbeda! Kamu dan aku sama-sama tahu kalau Tabib Agung ... "
"Coba saja kalau kamu berani
mengatakannya!" seru Tetua Ketujuh secara tiba-tiba.
Wajah Tetua Kelima menjadi muram,
kemudian menjawab, "Memang benar kalau Tabib Agung sudah mati. Apa lagi
yang harus disembunyikan ? Selain itu, walaupun dia masih hidup, dia juga 11
Srak!
Tetua Ketujuh tiba-tiba menghilang
dari tempatnya. Sesaat kemudian, muncul di depan Tetua Kelima.
No comments: