Bab 3000
"Dasar bodoh!"
Tetua Kelima berteriak dengan marah,
amukan yang dahsyat terdengar dan membuat kekuatan besar menyeruak ke segala
arah.
Dalam sekejap mata, kedua pria itu
sudah terlibat dalam pertarungan yang intens. Keduanya terluka parah dan
pertarungannya sangat sengit. Di tengah pertarungan, Tetua Ketujuh masih
berteriak keras, " Adriel, kenapa kamu masih belum pergi!"
Adriel melihat situasi pertarungan
yang sebenarnya, lalu melirik ke arah susunan teleportasi yang hampir
menghilang. Akan tetapi, dia justru berkata kepada Sofia beserta yang lainnya,
"Kalian pergi saja duluan."
"Aku..."
Meskipun wajah Sofia pucat pasi,
sorot matanya tampak dipenuhi dengan tekad dan ingin mengatakan sesuatu.
Namun, sebelum dia sempat
menyelesaikan kalimatnya, Davina menarik Sofia beserta yang lainnya, lalu
melemparkan mereka ke dalam susunan teleportasi. Lalu, dia berdiri di samping
Adriel sambil berkata, "Aku akan tinggal bersamamu."
Adriel meliriknya, tersenyum dan
mengangguk.
Tetua Ketujuh yang berada di udara
tiba-tiba menjadi cemas, "Kalian jangan membuatku kesal, bisa? Cepat
pergi!"
Namun, pada saat ini, sorot mata
Tetua Kelima bersinar. Dia tiba-tiba mengangkat tangannya dan mengeluarkan
Plakat Batu Alam Poros Surgawi.
Kekuatan tekanan yang tidak terbatas
melanda Ketua Ketujuh!
Dalam sekejap, wajah Tetua Ketujuh
berubah karena terkejut. Dia terdampak kekuatan tekanan dengan keras. Dia
mundur berulang kali, dengan tetesan darah yang mengalir dari sudut mulutnya.
"Hahaha, Tetua Ketujuh, kamu
nggak membawa plakat batu alammu secara sungguhan!"
Melihat ini, Tetua Kelima tertawa
terbahak-bahak. Dia menatap Tetua Ketujuh dengan heran dan gembira seraya
kembali berkata, "Aku melihat kamu bersikap begitu percaya diri dan hampir
terintimidasi olehmu. Aku nggak menyangka kalau kamu berani datang ke sini dan
melawanku tanpa plakat batu alam!"
Tetua Ketujuh menyeka darah dari
sudut mulutnya, menatap Tetua Kelima dengan ekspresi tidak senang seraya
bergumam, "Dasar bajingan ... "
"Teruskan, aku
mendengarkan."
Tetua Kelima menatapnya dengan
tatapan main-main.
Ekspresi wajah Tetua Ketujuh berubah
menjadi dingin dan hendak mengatakan sesuatu.
Lalu, tiba-tiba terdengar suara yang
menyela, " Kenapa kamu nggak membawa plakat batu alammu?
Tetua Ketujuh tertegun sejenak,
kemudian dia melihat Adriel masih berdiri di sana. Dia langsung marah sambil
berkata, "Jangan marah padaku, ya? Sial, aku cuma ingin menakut-nakuti
pria tua ini agar kalian punya waktu untuk kabur. Kalau aku pergi sekarang,
sekarang susunan teleportasinya sudah hilang. Kalian bisa melarikan diri
sendiri!"
Pada akhirnya, Tetua Ketujuh melihat
Adriel tidak bergerak, tetapi justru menatapnya sambil menunggu jawaban. Dia
langsung geram dan berkata dengan marah, "Karena aku sakit dan nggak tahu
bagaimana cara beradaptasi, aku bersikeras pada aturan Tabib Agung untuk nggak
mengeluarkan plakat batu alam! Apa kamu puas dengan jawaban ini!"
Adriel menatapnya, tersenyum dan
menyahut sambil mengangguk, "Puas."
Tidak lama kemudian, di bawah tatapan
mata Tetua Ketujuh yang tercengang, Adriel melangkah maju. Dia menatap Tetua
Kelima di udara, lalu berkata tanpa menoleh, "Mundur ... "
"Apa?"
Tetua Ketujuh tertegun sejenak.
Melihat luka-luka Adriel, dia menggerakkan bibirnya dan berkata, " Aku
tahu kamu nggak lemah, tapi bisakah kamu pamer di lain kesempatan saja? Si Tua
itu sudah..."
Pada saat ini, Tetua Kelima
menatapnya dengan bercanda sambil menyahut, "Kani awalnya berencana untuk
menangkapmu, tapi sekarang kamu cuma bisa mati."
Dia mengangkat tangannya dan
menyerang kekuatan ke arah Adriel.
Dengan serangan ini, sebuah tekanan
tak terlihat langsung berkumpul di atas kepala Adriel dan hendak
menghancurkannya.
Kekuatan itu berasal dari Liontin
Batu Alam Poros Surgawi yang memancarkan semburan cahaya dan kekuatan tekanan
yang sangat dahsyat.
Pada saat ini, wajah Tetua Ketujuh
berubah drastis.
Dia bergegas maju, mengangkat
tangannya dan bertabrakan dengannya. Sebuah kekuatan dahsyat langsung menyapu
bagai gelombang laut.
Duar!
Pada akhirnya, energi sejati ini
langsung menghilang di bawah kekuatan tekanan yang kuat, berubah menjadi
lapisan riak dan menghilang.
"Tetua Ketujuh, kamu itu cuma
tahu cara mematuhi aturan. Kamu mematuhi aturan demi Tabib Agung yang sudah
mati. Bodoh sekali..." ujar Tetua Kelima sambil tertawa sinis dan
menggelengkan kepalanya.
"Dasar bajingan kecil, kamu itu
tahu apa! Saat penerus dari Tabib Agung datang, kamu pasti sudah siap
mati!" balas Tetua Ketujuh meraung.
"Kenapa dia ingin membunuh
seorang menteri setia sepertiku? Dia masih harus mengandalkan kekuatan kita
untuk menyatukan alam rahasia. Pewaris Tabib Agung? Dia bahkan bukan Tabib
Agung!"
Tetua Kelima menatap Adriel lagi dan
mendengus dingin, "Aku akan membiarkanmu mati dengan sadar. Aku membunuhmu
untuk menunggu pewaris Tabib Agung datang. Aku akan menjadi satu-satunya orang
di belakangnya yang ada untuk membantunya! Dia hanya bisa percaya pada
kami!"
Setelah berkata demikian, Tetua
Kelima melambaikan tangannya dengan santai. Lalu, kekuatan tekanan yang menemui
sedikit hambatan terus bergemuruh ke bawah.
No comments: