Bab 3001
Namun, Tetua Ketujuh sama sekali
tidak peduli meski dihina, yang membuatnya panik sekarang hanyalah satu hal,
menyelamatkan Adriel.
Saat itulah, di tengah tekanan
dahsyat yang menggantung di atas kepala, Adriel membuka mulut dan berkata
pelan, "Mundur."
Begitu kata itu terucap, Tetua
Ketujuh langsung tertegun.
Dia menatap ke langit, dan seiring
ucapan itu jatuh, tekanan mengerikan yang semula menyelimuti perlahan mulai
memudar.
Melihat itu, Tetua Ketujuh
benar-benar kebingungan. "I-Ini..."
Bukan hanya dia, bahkan Tetua Kelima
pun terbelalak, matanya bergantian menatap Adriel dan plakat di tangannya, lalu
membuka mulut, "Kamu ini ..."
Saat itu, Adriel menatap plakat itu
dan berkata, " Kemari."
Dalam sekejap, Plakat Batu Alam Poros
Surgawi milik Tetua Kelima bergetar hebat, seolah mendengar panggilan tuannya,
dan hendak terbang keluar dari genggaman.
Wajah Tetua Kelima langsung berubah,
dia buru -buru mencengkeramnya, tetapi plakat itu tiba-tiba memancarkan cahaya
panas menyilaukan, membuatnya refleks melepas. Plakat itu langsung melesat
menuju Adriel!
"Kembali! Aku bilang
kembali!"
Tetua Kelima meraung marah, buru-buru
membentuk segel mantra, berusaha memanggil kembali plakat itu seperti biasa.
Namun anehnya, setiap segel yang dia salurkan langsung hancur begitu menyentuh
plakat itu, seolah plakat itu menolak dia.
Dan di hadapan dua pasang mata yang
tidak percaya, Plakat Batu Alam Poros Surgawi itu melesat menembus ruang dan
mendarat tenang di telapak tangan Adriel.
Tetua Kelima dan Tetua Ketujuh hanya
bisa terpaku bagaikan patung.
Kapan sebelumnya ada plakat yang
menolak tuannya sendiri?
Semakin dipikir, Tetua Kelima semakin
pucat, hingga akhirnya tersadar, meraung marah dan langsung mencoba merebut
plakat itu kembali.
Namun, Adriel hanya melirik plakat di
tangannya, tersenyum, lalu berkata, "Kasihan kamu harus ditahan sama orang
rendahan. Sekarang waktunya balas dendam, ya?"
Begitu kata itu terucap, cahaya dari
dalam plakat langsung menyala terang, dan tekanan dahsyat kembali meledak ke
langit!
Dalam sekejap, Tetua Kelima langsung
terkunci di udara, tak bisa bergerak sedikit pun.
Tetua Ketujuh hanya bisa terpaku
menyaksikan itu semua, lalu memandang Adriel dan bersuara serak, " Kamu...
kenapa bisa... "
Sementara itu, Tetua Kelima memelototi
Adriel dengan wajah penuh amarah dan berkata, "Siapa yang bocorkan cara
kendali plakat? Darman! Dia menguasai rahasia Tabib Agung-ku! Ini menyangkut
seluruh kepentingan Penjaga Pintu! Bunuh dia! Cepat bunuh dia!!"
Namun, Tetua Ketujuh hanya menoleh
padanya, lalu dengan ragu berkata, "Kamu ... pernah berpikir ada
kemungkinan lain?"
"Kemungkinan lain?"
Wajah Tetua Kelima langsung berkedut,
lalu meraung, "Nggak ada kemungkinan lain! Dia pencuri! Bunuh dia sekarang
juga!"
Adriel menatapnya, tersenyum datar,
lalu berkata, " Waktu Andrean mati, aku belum sempat bilang alasan dia
bunuh aku. Tapi ternyata, kamu dan dia sama saja... sama-sama suka menipu diri
sendiri."
Suasana langsung senyap mencekam.
Wajah Tetua Kelima berubah pucat
pasi, tubuhnya mulai bergetar karena takut.
Sedangkan Tetua Ketujuh hanya bisa
menatap Adriel dengan linglung, bibirnya bergetar, ingin bicara, tetapi tidak
tahu harus mulai dari mana.
"Anda ... Anda ... "
ucapnya terbata.
Adriel menatapnya dan bertanya,
"Dulu guruku memakai Jurus Bintang Utara untuk memasang Formasi Tabib
Agung. Harusnya ada tujuh garis keturunan Penjaga Pintu. Kamu berasal dari
garis keturunan mana?"
Tetua Ketujuh membuka mulut, ingin
menjawab, tetapi tidak bisa. Di usia setua itu, dia justru ingin menangis.
Adriel menatapnya, lalu mendesah,
"Sepertinya kamu dari garis keturunan Bintang Lima. Dalam warisan guruku,
disebutkan kalau kamu memang cengeng sejak kecil."
Mendengar nama yang sudah lama tidak
disebutkan, air mata langsung mengalir dari mata si kakek itu. Dia hendak
berlutut dengan hormat.
Namun, Adriel segera menopangnya,
lalu berkata lirih, "Maaf sudah membuatmu menunggu begitu lama."
Tetua Ketujuh yang sudah berumur itu
mengusap air mata dan berkata, "Anda... akhirnya datang juga.
Adriel tersenyum masam dan membalas,
"
Perjalanannya cukup panjang. Banyak
perubahan terjadi di luar. Sejak guruku tiada, baik dunia rahasia maupun di
luarnya... semuanya berubah."
Lalu, dia menoleh pada Tetua Kelima
yang masih ketakutan, dan berkata, "Sudah waktunya dibersihkan."
No comments: