Bab 3002
Saat itu, Tetua Ketujuh sedikit
membungkuk, lalu mengangkat pandangannya ke arah Tetua Kelima dengan senyum
dingin di wajah.
Tetua Kelima tampak sangat tidak
percaya.
Tubuhnya bergetar halus, menatap
Adriel dengan mata membelalak, seolah hatinya sedang diterjang badai besar.
"Pewaris ... pewaris Tabib
Agung... "
Suara itu keluar dari bibirnya dengan
getir dan gemetar. Sampai mati pun, dia tidak pernah menyangka bahwa Adriel
ternyata adalah pewaris Tabib Agung...
Saat itulah, Adriel mengangkat tangan
dan menunjuk pelan pada Plakat Batu Alam Poros Surgawi.
Cis!
Tanpa tanda apa pun, tubuh Tetua
Kelima mendadak hancur, seolah jutaan ton tekanan menghantam sekaligus, dia
langsung terhempas jatuh dari udara dan berlutut menghantam tanah.
Ketika dia melihat Adriel berjalan
pelan ke arahnya, rasa takut langsung menyergap, dan dia berteriak ketakutan,
"Ampunilah hamba, Tuan Suci! Tuan Suci, ampunilah hamba!"
Dia lalu buru-buru menoleh pada Tetua
Ketujuh dan memohon, "Darman! Kita sudah kenal puluhan tahun! Tolonglah
bujuk Tuan Suci agar mengampuni aku! Aku sadar! Aku sungguh sadar!"
Tetua Ketujuh menatapnya dengan
dingin, lalu berkata pelan, "Kalau tahu begini, kenapa dulu begitu?"
Wajah Tetua Kelima semakin pucat saat
melihat ke arah Adriel, tubuhnya gemetar hebat, bahkan di usia setua itu, dia
sampai menangis, "Tuan... Tuan Suci... jangan bunuh aku, biarkan aku mati
di medan perang saat menyerbu kerajaan! Jangan bunuh aku seperti ini! Aku rela
menelan pil apa pun, kendalikan aku sesukamu!"
Adriel memandanginya, lalu bertanya
datar, " Kendalikan kamu?"
Tetua Ketujuh mengerutkan alis dan
menjawab, Tuan Suci, dia tahu sebagian besar tentang warisan Tabib Agung. Pil
biasa takkan cukup untuk mengikatnya.
Dia nggak bisa dipercaya."
Adriel menatap Tetua Kelima, lalu
mendadak berkata, "Sudahlah, kuberi kamu satu kesempatan."
"Terima kasih, Tuan Suci! Terima
kasih! Mohon berikan aku pilnya!"
Tetua Kelima berseru penuh sukacita,
hatinya melonjak girang. Seperti yang dikatakan Tetua Ketujuh, memang benar
warisan Tabib Agung sangat dalam, tetapi Adriel belum berada di tingkatan yang
bisa menciptakan pil tertinggi itu.
Pil yang akan diberikan sekarang,
pasti bisa dia netralisir dengan caranya sendiri.
Tetua Ketujuh yang melihatnya hanya
mengerutkan alis lebih dalam. Dalam hatinya mengeluh, Tuan Suci masih muda dan
terlalu mudah tertipu oleh rasa takut Tetua Kelima
Namun tepat saat itu, Adriel menatap
Tetua Kelima dan berkata dingin, "Akan kutunjukkan padamu apa itu
perbudakan sejati."
Cis!
Satu aliran energi sejati langsung
menembus dada Tetua Kelima!
Dia menatap Adriel dengan tatapan tidak
percaya, “Kamu ... kamu... "
Tubuhnya pun terhuyung lalu roboh ke
tanah.
Tetua Ketujuh membelalak, bingung, lalu
bertanya, "Tuan Suci... itu tadi... "
Adriel hanya melirik tubuh Tetua
Kelima dan berkata, "Keluar."
Begitu ucapan itu terdengar, dari
tubuh Tetua Kelima naik satu jiwa samar, dan di dadanya, sebuah batu jiwa mulai
bersinar, menahan jiwanya yang kini penuh ketakutan.
Saat itu juga, Adriel mengangkat
pedangnya dan langsung menusukkan ke arah jiwa tersebut.
"Tuan Suci, ampun!"
Tetua Kelima menjerit ketakutan,
tetapi dia segera merasa ada yang aneh. Pedang itu bukannya membunuh, melainkan
mengukir simbol-simbol langsung di permukaan jiwanya.
Teriakannya pun semakin memilukan.
Ukiran di jiwa jauh lebih menyakitkan daripada luka fisik.
"Ah!"
Dia menjerit hebat, tubuh jiwanya
bergetar keras dan nyaris hancur.
"Inilah Teknik Perbudakan Jiwa.
Kalau kau tidak melawan, simbol nya akan tertanam dengan sempurna. Tapi kalau
hatimu menolak... kau mati."
Suara Adriel terdengar datar namun
menggetarkan
Perbudakan Jiwa?
Mendengar itu, Tetua Kelima panik
dalam sakit luar biasa, buru-buru membuka hatinya. Dan benar saja, meski rasa
sakit tetap luar biasa, tubuh jiwanya mulai stabil. Matanya membelalak tak
percaya. " Simbol di ... di atas jiwaku? Ini ... "
Padahal dulu dia pernah ikut bersama
Tabib Agung, tetapi belum pernah melihat ilmu sekejam ini.
Sementara di samping, Tetua Ketujuh
juga membatu, wajahnya penuh keterkejutan. "Warisan Tabib Agung ... jauh
lebih misterius dari yang kami tahu... "
Dulu mereka hanya kebagian menjadi
pengikut saat perang besar dan sempat melayani Tabib Agung sebentar.
Mereka hanya melihat sedikit
kemampuannya, tak pernah menyentuh warisan sejatinya.
Kini hanya dengan melihat Teknik Ukir
Jiwa ini saja, hati mereka sudah bergetar hebat.
"Teknik ini memang kejam. Dulu
Guru Tabib Agung orang yang penuh belas kasih, makanya nggak sembarangan
digunakan. Tapi sekarang ... orang sepertimu memang pantas
mendapatkannya."
No comments: