Bab 3006
Dari luar, tempat ini tampak seperti
pegunungan biasa, tak ada yang mencurigakan.
Namun kenyataannya, inilah markas
garis keturunan Bintang Lima, dan kuil yang berdiri di sini tidak memuja dewa
atau apa pun, melainkan Tabib Agung.
Valco berdiri di gerbang, menunggu
kembalinya Tetua Ketujuh, tetapi orang yang ditunggu tak kunjung muncul,
wajahnya pun tampak semakin murung.
"Kak Valco, kenapa Guru belum
juga kembali? Beliau nggak membawa plakat Bintang Lima ... jangan-jangan ...
" tanya seorang murid di samping dengan nada cemas.
"Diam!" bentak Valco dengan
keras.
Semua murid langsung diam membeku,
tidak berani berkata lagi.
Setelah itu, dia memandang Sofia dan
berkata, " Kalian istirahat dulu. Kalau Adriel datang, akan
kukabari."
Namun, wajah Dewina tampak tegang dan
penuh gelisah. Ini menyangkut perebutan kuasa antara dua Tetua. Jika Tetua
Ketujuh kalah, mereka juga tidak akan selamat.
Saat itu, Sofia pun berkata pelan
dengan nada menyesal, "Kami hanya akan merepotkanmu... sebaiknya kami
pergi saja. Ini semua juga bukan urusan kalian..."
Wajah Valco langsung mengeras. Dia
menggeleng dan berkata, "Nggak perlu khawatir, aku..."
Tiba-tiba, seorang murid datang
tergesa, suaranya cemas, "Kak Valco! Anak buah Wakil Kepala Aula Penegak
Hukum, Carlos, datang. Katanya mau menanyai Anda!"
Aula Penegak Hukum?
Organisasi ini dulunya bertugas
mengawasi tujuh garis keturunan Penjaga Pintu. Namun sejak puluhan tahun lalu,
saat Formasi Tabib Agung berubah dan tiga Tetua pertama menghilang, lembaga ini
berubah fungsi menjadi tempat menitipkan orang-orang dari para Tetua kuat.
Garis keturunan Bintang Lima, tempat
Valco berasal, justru terlalu taat aturan. Akibatnya, mereka jadi "penjaga
aneh" yang tak punya kuasa di dalam.
Valco yang seharusnya cukup kuat
untuk duduk di posisi penting malah cuma dapat gelar Tetua Kesembilan yang
kosong. Sedangkan Carlos, yang kekuatannya di bawahnya, malah jadi wakil kepala
aula.
Di mana ada orang, di situ ada
perebutan kekuasaan.
Wajah Valco langsung dingin. Dia
berkata, "Mau tanya apa? Suruh mereka pergi!"
Namun tiba-tiba, terdengar suara tawa
ringan, " Tetua Kesembilan, tiga tahun tak jumpa, kamu masih meledak-ledak
rupanya."
Beberapa orang datang. Seorang pria
paruh baya berbaju hitam berjalan mendekat, tersenyum pada Valco dan berkata,
"Tetua Kesembilan, atau lebih akrabnya, Kak Valco, masih ingat aku, 'kan?
Tiga tahun lalu kamu menerobos Gunung Ratuna tanpa izin, dan aku yang
menghukummu."
Valco menatapnya dingin tanpa
menjawab.
Carlos tetap tersenyum dan
menambahkan, "Tiga tahun lalu kamu dihukum karena bertindak sendiri, tapi
sekarang kamu tetap jadi Tetua Kesembilan. Di tempat kita, hukuman ya hukuman,
penghargaan ya penghargaan. Nggak perlu menyimpan dendam padaku."
Mata Valco tetap tajam menusuk dan
berkata, " Katakan maksudmu."
Carlos tersenyum lagi dan menjawab,
"Kamu membunuh tiga kaisar, itu bagus. Tapi aku dengar kamu juga menyerang
Tetua Keempat. Itu pelanggaran serius. Bahkan gara-gara tindakanmu, Tetua
Ketujuh dan Kelima ikut berselisih. Semuanya berawal dari ulahmu."
Valco menatap tajam dan membalas,
"Baru saja terjadi, tapi kamu sudah tahu. Cepat sekali infonya."
Dia lalu menyapu pandang ke
murid-murid di belakang, dan bertanya datar, "Berapa banyak mata-mata Aula
Penegak Hukum di garis keturunan Bintang Lima-ku?"
Carlos tetap tersenyum dan berkata,
"Tenang saja, Kak Valco. Kami dari Aula Penegak Hukum hanya ingin menjaga
stabilitas dan persatuan."
Valco tak ingin basa-basi,
"Langsung saja sebut hukumannya:"
Carlos pun berkata, "Ini bukan
cuma kamu yang kena. Tetua Ketujuh juga ikut terlibat. Maka seluruh garis
keturunan Bintang Lima harus bertanggung jawab."
"Plakat Bintang Lima... lebih
baik diserahkan pada kami untuk diamankan."
Begitu kalimat itu keluar, para murid
Bintang Lima langsung berubah wajah, ekspresi mereka marah luar biasa.
Plakat masing-masing garis keturunan
adalah simbol tertinggi. Sekarang mereka ingin merebutnya?
Tatapan Valco langsung tajam seperti
pedang, seolah bisa menembus jiwa Carlos.
No comments: