Bab 3007
Sekejap, Carlos merasakan aura pedang
itu dan mundur selangkah, wajahnya sedikit berubah, tetapi dia tetap menatap
mata Valco dan berkata serius, " Kalian garis keturunan Bintang Lima
berani menyerang sesama, sudah terlalu melanggar aturan. plakat Bintang Lima
itu sangat penting. Jika tetap di tangan kalian, terlalu berisiko. Kami dari
Aula Penegak Hukum harus menghapus ancaman ini."
"Semua ini demi kepentingan
seluruh Penjaga Pintu, kamu harus bisa mengerti."
Namun, Valco malah tertawa, lalu
berkata, "Kami yang melanggar aturan? Tapi aku ingat betul, Tabib Agung
sendiri yang menetapkan bahwa plakat nggak boleh dibawa keluar tempat ini. Dan
Tetua Kelima membawa Plakat Batu Alam Poros Surgawi ke luar, kenapa itu nggak
melanggar?"
Carlos menatap Valco dan berkata,
"Dia sudah melapor ke Aula Penegak Hukum, jadi itu nggak dianggap
pelanggaran."
Cis!
Baru saja kata itu terucap, terdengar
suara gemerincing. Sebilah pedang tajam terhunus dan langsung ditempelkan ke
kening Carlos, udara dingin menyelimuti.
"Kamu pikir aku ini bodoh?"
Mata Valco menatap tajam, penuh kemarahan yang ditekan.
Ujung pedang yang membekukan udara
bahkan membentuk titik embun beku di dahinya.
Namun, Carlos tampak tidak peduli
dengan pedang itu, dia hanya menatap balik dan berkata, "Benar. Kamu
memang terlihat seperti orang bodoh."
Kalimat itu membuat semua orang
terkejut, menatap Carlos dengan tak percaya.
Namun, dia hanya tertawa dan
melanjutkan, "Bukan cuma kamu. Seluruh garis keturunan Bintang Lima ini
pun mirip orang bodoh."
"Kalau kita Penjaga Pintu
benar-benar ingin membantai beberapa kaisar rendahan, itu bukan hal sulit. Tapi
sekarang semua orang lebih memilih hidup damai, berharap pihak kerajaan tak
memperhatikan kita. Cuma garis keturunan Bintang Lima yang masih suka bikin
onar, mau bunuh kaisar segala."
"Kamu pikir membunuh kaisar itu
hebat? Itu bisa menjerat seluruh Penjaga Pintu! Memangnya setelah puas, kamu
bisa selamat dari balasan? Nggak tahu diri!"
Tatapannya makin buas saat dia
melanjutkan, " Tabib Agung sudah mati! Kamu ini masih pura-pura setia sama
siapa?"
"Kalau kamu mau mati, silakan.
Tapi aku masih mau hidup! Mana bisa aku biarkan garis keturunan Bintang Lima
tetap pegang plakat?"
Valco menatapnya dalam-dalam dan
berkata, " Akhirnya kamu bicara jujur juga."
"Kenapa? Nggak senang?"
Carlos menyeringai, "Kalau nggak
senang, serang saja! Aku berdiri di sini tunggu diserang!"
Menyentuh orang dari Penegak Hukum,
apalagi seorang wakil kepala aula, adalah pelanggaran berat.
Bukan cuma Valco yang bisa dihukum
berat, seluruh garis keturunan Bintang Lima bisa dicabut haknya, diperiksa,
bahkan dibubarkan.
Valco menggenggam pedangnya erat,
menatap Carlos lekat-lekat.
Melihat dia tak bergerak, Carlos
tertawa lagi dan berkata, "Takut, ya?"
Dia menepuk bajunya pelan, lalu
menyeringai dingin, "Tentu saja kamu takut. Apa hebatnya dulu mengacau di
Gunung Ratuna, membunuh kaisar? Tanpa sokongan dari Penjaga Pintu, kamu bukan
apa -apa! Jangan sok hebat! Serahkan plakat itu sekarang, dan jangan pernah
keluar dari markas lagi. Kalau berani ..."
Tiba-tiba, Valco menatapnya dan
berkata pelan, " Lupakan saja."
"Nah, begitu baru benar ...
"
Carlos tertawa sinis, tetapi tawanya
langsung membeku.
Karena Valco tiba-tiba mengangkat
pedangnya, cahaya tajam memantul di wajah Carlos dan seutas garis darah tipis
muncul di lehernya. Lalu ... cis! Darah muncrat!
Plak!
Carlos menutup lehernya dengan kedua
tangan, mundur terhuyung sambil menatap Valco tak percaya, "Kamu ... kamu
memberontak?"
"Memberontak? Bukannya tadi kamu
yang suruh aku serang kamu? Kalau aku turuti, dibilang memberontak. Kalau aku
tolak, juga dibilang memberontak. Kamu ini maunya apa?"
Sambil menggeram, dia menancapkan
pedangnya ke dada Carlos, memutar dengan kejam, wajahnya penuh amarah.
No comments: