Bab 416
Nindi berhenti sejenak dan menatapnya
dengan tatapan kosong.
Matanya melirik sejenak, lalu dia
menundukkan kepala dan menjawab dengan pelan, "Aku baik-baik saja."
"Kalau terjadi sesuatu? Bukannya
aku sudah bilang, kalau ada apa-apa, hubungi aku! Nggak peduli masalah apa pun,
aku bisa menyelesaikannya buatmu!"
Nada bicara Cakra terdengar penuh
emosi.
Dia tidak bisa melupakan suara Nindi
yang memohon belas kasihan dan berteriak selama siaran langsung. Saat melihat
itu, dia benar-benar ingin membunuh orang yang menyakitinya.
Ternyata, dia hanya berpura-pura
menderita.
Nindi menundukkan kepalanya untuk
melihat goresan di lututnya dan menjawab dengan lembut, " Meskipun kita
teman, aku nggak bisa terus-menerus merepotkanmu"
Sponsorship untuk Tim E-Sport
terakhir kali juga diberikan oleh Perusahaan Patera Akasia.
Dia tidak bisa selalu bergantung pada
Cakra. Dia harus menyelesaikan hubungannya dengan Keluarga Lesmana dan tidak
ingin melibatkan orang -orang di sekitarnya.
Terlebih lagi, Kak Brando memiliki
sikap tempramen yang sangat buruk.
Mobil Cakra berhenti di depan lampu
merah, dia menoleh dengan tatapan gelap dan tajam.
Kemudian berkata, "Di matamu,
apa kita hanya berteman?"
Tangan Nindi mencengkeram celananya
erat-erat, dan butuh waktu lama untuk menjawab, " Memangnya apa
lagi?"
Cakra meletakkan tangannya di kemudi,
tatapannya menjadi serius, "Kalau kamu nggak tahu bagaimana melindungi
dirimu sendiri, aku akan melindungimu seterusnya. Tetaplah di sisiku, dan nggak
ada yang berani menindasmu." 1
Detak jantung Nindi tiba-tiba
berdetak lebih cepat.
Nindi merasakan wajahnya menjadi
sangat panas.
Saat dia hendak berbicara, suara
klakson terdengar dari belakang, dia buru-buru berkata, "Lampu hijau. 11
Cakra mengemudikan mobil dengan
tenang dan tidak mencoba untuk berkata apa pun lagi.
Nindi menatap jalan di depannya,
tetapi pikirannya sudah kacau.
Apa sebenarnya maksud dari ucapannya
barusan ? Atau mungkin dia hanya terlalu banyak berpikir?
Tidak lama kemudian, mobil berhenti
di depan rumah sakit.
Nindi melihatnya dan berkata,
"Bukannya ini rumah sakit tempatmu dirawat saat terluka waktu itu?"
Konon, hanya orang kaya yang berobat
di sini.
Cakra berkata dengan wajah serius,
"Turun."
Nindi tidak punya pilihan selain
turun dari mobil dengan patuh. Saat ini, para perawat sudah menunggu Nindi.
Begitu keluar dari mobil, Nindi
didorong ke kursi roda dan dibawa ke dalam rumah sakit.
Dia menoleh ke arah Cakra. Pria itu
berdiri di samping dokter, seolah-olah sedang menjelaskan sesuatu.
Namun, entah hanya perasaannya saja
atau bukan, dokter itu terlihat sangat hormat pada Cakra.
Cakra memerhatikan Nindi yang sedang
diperiksa dan berkata dengan dingin, "Periksa dia dengan baik. Tolong
hati-hati saat membersihkan lukanya ya."
Dokter itu segera menjawab,
"Jangan khawatir, Pak Cakra. Kami akan melakukan yang terbaik."
Cakra mengangguk, bersandar di mobil
dan menyalakan sebatang rokok.
Wajahnya yang tegas terlihat semakin
tajam saat mengisap rokoknya.
Pemeriksaan Nindi selesai dengan
cepat. Dia duduk di tepi tanjang rumah sakit, perasaanya sedikit tidak nyaman
karena kondisinya baik-baik saja.
Dia mencoba berdiri, tetapi ditahan
oleh seseorang.
Cakra langsung mendorong Nindi
kembali ke ranjang itu, tatapannya serius, "Tetaplah di sini."
Nindi sedikit takut menatapnya, dan
berbisik, "Aku lapar."
"Tunggu sebentar."
Cakra berbalik dan meninggalkan
ruangan itu. Nindi menatap punggungnya dan suasana hatinya menjadi lebih baik
Nindi mengeluarkan ponselnya dan
melihat ada pesan dari Galuh dan Luna.
Saat ia bersiap membalas pesan, pintu
kamar tiba-tiba didorong. Tiga orang masuk, mengenakan setelan jas yang rapi.
Wanita yang memimpin, berpakaian
penuh dengan merek terkenal, berjalan mendekati Nindi dan menyerahkan kartu
namanya, "Halo Nona Nindi, saya Humas TG Group."
Nindi tidak mengambil kartu nama itu,
"Kenapa orang Humas dari TG Group datang ke saya?"
"Nona Nindi, apa Anda belum
pernah mendengar tentang TG Group kami? Kami adalah tim huimas dari keluarga
Julian. Nggak ada masalah yang sulit bagi kami."
"Katakan saja apa syaratnya agar
Anda bersedia mengeluarkan pernyataan jika siaran langsung tadi hanya latihan
akting?"
Nindi mencibir, "Aku nggak
mengingkan apa pun. Aku hanya ingin nama Brando hancur."
"Saya bicara padamu sekarang
hanya untuk memberimu kesempatan. Kalau Anda membuang kesempatan ini, Anda yang
akan menderita."
Begitu selesai berbicara, tiba-tiba pintu
bangsal ditendang hingga terbuka.
Cakra berdiri di pintu sambil membawa
kotak makan siang, wajahnya dipenuhi dengan hawa dingin.
No comments: