Bab 715
Tatapan mata Nindi sedikit menggelap.
Jika Sania menikah, dia tentu harus memberikan hadiah yang ' istimewa' untuk
mereka.
Darren begitu cepat mengatur
pernikahan Sania dengan Witan, kemungkinan besar agar bisa merasa lebih tenang.
Dia merasa jika Sania menjadi bagian
dari keluarga, maka dia akan lebih tenang soal masalah keuangan.
Nindi tahu niat Darren.
Sayangnya, rencana itu akan gagal.
Dia melirik pesan di grup, malam ini
dia harus kembali ke kediaman keluarga Lesmana untuk menonton pertunjukan yang
menarik.
Dia memandang Yudha dengan penuh
penyesalan." Aku ada urusan malam ini, masalah strategi bisa kamu
diskusikan dengan yang lain saja, nanti aku akan melihatnya."
Yudha merasa sedikit kecewa.
"Kalau begitu, lain kali saja."
"Oke. Urusan tim e-sport bisa
kamu bahas dengan para senior. Aku pergi dulu."
Saat ini, Nindi memang tidak punya
banyak waktu untuk fokus pada tim e-sport. Namun, dengan Yudha yang
mengurusnya, dia tidak perlu khawatir tentang kemajuan latihan.
Yudha tiba-tiba tidak bisa menahan
diri untuk memanggil, "Nindi."
"Ada apa?"
"Nggak ada, nanti kita janjian
lagi.”
Nindi mengangguk dan berbalik
meninggalkan kantor.
Kalau dia tidak pulang, bagaimana dia
tahu apa yang telah dilakukan Sania di keluarga Lesmana?
Sesuai dengan karakter Sania, dia
pasti akan pamer.
Sebelum Nindi pulang, dia melihat
gambar perhiasan yang dikirim Witan di grup, sepertinya dia sedang membeli
perhiasan untuk pernikahan Sania.
Pamer sekali.
Dia berpikir sejenak dan mengambil
semua perhiasan dan tas Hermes yang diberikan Cakra padanya sebelumnya.
Saat Yanisha melihat Nindi tiba-tiba
berdandan, dia tertawa. "Sania dan Witan pergi membeli perhiasan
pernikahan, tapi Witan nggak punya banyak uang. Jadi, dia cuma mampu beli model
standar. Kalau kamu pulang dengan memakai kalung edisi terbatas, Sania pasti
bakal kesal setengah mati!"
"Oh ya? Memang itu tujuanku."
Nindi makin tidak puas dengan Sania
dan keluarga Lesmana.
Kalau bukan karena ingin menghindari
pergerakan yang mencurigakan, mana mungkin dia terus-menerus dipaksa oleh
kakaknya untuk berkompromi?
Dengan membawa tas senilai jutaan
rupiah dan memakai perhiasan mahal, Nindi kembali ke kediaman keluarga Lesmana.
Vila itu terang benderang, para
pelayan pun sibuk berlalu lalang.
Nindi menyadari bahwa bagian dalam
dan luar vila telah direnovasi ulang, dan dekorasi interiornya berubah menjadi
gaya putri.
Nindi tidak menyukainya sama sekali
dan dia langsung memanggil seorang pelayan, "Warna gordennya nggak bagus,
kembalikan seperti semula.
Pelayan itu langsung tampak
kesulitan. "Tapi ini perintah Nona Sania, dekorasinya sengaja diganti
untuk pernikahan."
"Pernikahannya bukan urusanku,
kenapa dia mengganti dekorasi rumahku?"
Nindi menatap pelayan itu.
"Hentikan semuanya, lepaskan gordennya, atau kalian semua akan dipecat.
Rumah ini milikku, aku yang berhak menentukan!"
"Rumah milikmu, jadi kamu yang
menentukan, ya?"
Witan muncul dengan wajah marah.
"Apa kamu nggak tahu kalau aku dan Sania akan menikah? Rumah ini tentu
harus direnovasi ulang!"
"Renovasi boleh saja, tapi aku
yang berhak memutuskan."
Nindi menatapnya tajam. "Kalau
kalian nggak setuju, kalian bisa segera angkat kaki dari sini!"
Wajah Witan langsung berubah karena
marah. "Kak Nando, kamu juga lihat sendiri 'kan bagaimana sikap Nindi? Dia
memaksa Kak Darren menyerahkan rumah ini padanya, dan sekarang dia mau mengusir
kami!"
Nando berjalan mendekat, menatap
Nindi dengan ekspresi sedih. "Nindi.”
"Kenapa kamu pulang?"
Nindi agak terkejut saat melihat
Nando.
No comments: