Bab 426
Nindi kembali ke kamar rawatnya.
Malam itu, Cakra sibuk bekerja dan
tidak bisa menemuinya, tetapi ia mengirimkan makanan dari Restoran Pyrus.
Mia berkata, "Nona Nindi, kemungkinan
besar polisi akan merilis hasil penyelidikan awal malam ini. Setelahnya, kita
bisa melakukan siaran langsung untuk menjelaskan kronologi kejadiannya.
Sebaiknya Anda tetap memakai baju pasien dan menunjukkan luka di tubuh Anda,
supaya lebih mudah menarik simpati publik."
"Aku tahu."
Sesuai dugaan, tak lama setelah makan
malam, pihak polisi segera merilis hasil penyelidikan awal.
"Berdasarkan siaran langsung
yang memperlihatkan N (wanita) mengalami penganiayaan, diketahui bahwa B (pria)
terbukti melakukan tindak kekerasan. Informasi selengkapnya akan disampaikan
setelah menyelidiki lebih lengkap."
Setelah pernyataan ini dirilis,
dengan cepat menjadi topik hangat.
Sebagai publik figur, Brando memiliki
banyak pengemar. Setelah muncul laporan mengenai dugaan ia melakukan kekerasan,
opini publik pun berbalik arah.
Brando bahkan mendapat julukan
'pelaku kekerasan
Selain itu, berbagai pihak turut
angkat bicara, mengungkap bahwa Brando dikenal dengan temperamennya yang buruk
di balik layar dan kerap melakukan tindak kekerasan. Bahkan, seorang aktor
pendukung pernah menjadi korban pemukulan hingga tuli, hanya saja kasus itu
tidak pernah diproses secara hukum.
Namun, masalah itu kini kembali
mencuat.
Nindi merasa inilah saat yang tepat,
ia lantas melakukan siaran langsung melalui akun pribadinya. Mia pun telah
menyiapkan naskah yang akan ia gunakan.
Begitu Nindi muncul di depan kamera
siaran langsung, wajahnya tampak pucat dan tubuhnya masih terlihat penuh luka.
Tanpa perlu riasan, efek yang dihasilkan
sudah cukup nyata.
Ia mulai berbicara. "Semua orang
tahu kalau aku nggak akur dengan keluargaku. Dulu, mereka sempat menolak
pendaftaranku di Universitas Yasawirya dan menahan surat penerimaanku, hanya
supaya aku tetap di sini. Tapi, aku berusaha keras untuk keluar dari keluarga
Lesmana dan memulai hidup baru. Sayangnya, mereka nggak pernah mau
melepaskanku."
"Siaran langsung ini adalah
satu-satunya cara yang aku miliki untuk melawan, agar semua orang bisa melihat
sifat asli Kak Brando."
"Sejak kecil, dia memang suka
memukul orang. Setiap kali aku nggak menurut, ia pasti akan memukulku....”
Dengan wajah pucat dan mata yang
memerah, Nindi menjelaskan secara rinci kejadian yang ia alami saat siaran
langsung hari itu.
Ia menyeka air matanya. "Brando
selalu berusaha terlihat seperti sosok kakak yang baik di mata orang lain.
Karena dia pintar berakting, nggak ada yang percaya dengan ucapanku. Semoga
dengan ini, dia bisa mendapatkan hukumannya."
Sesaat setelah Nindi menyelesaikan
penjelasannya, para pengemar Brando mulai membanjiri siaran langsung dengan
komentar berisi hujatan dan menyalahkannya. Situasi pun menjadi panas begitu
mereka berdebat dengan pengemar Nindi.
Tiba-tiba, sebuah notifikasi muncul,
dan memberitahukan bahwa seseorang mengajukan duel siaran langsung.
Setelah melihatnya sekilas, Nindi
menemukan bahwa itu adalah Brando.
'Apa yang mau dikatakan Kak Brando?'
pikirnya.
Namun, Mia memberikan isyarat dengan
tangannya agar mengabaikan dan segera mengakhirinya.
Nindi mematuhi perintah untuk
mengakhiri siaran langsung, dan bertanya kepada tim humas. "Nggak masalah
kalau kita mengabaikannya?"
"Iya, yang muncul sudah pasti
bukan Brando, melainkan manajernya. Wajahnya sudah rusak parah, belum sembuh
sepenuhnya, dia tidak akan berani muncul di depan publik. Kecuali, kalau dia
sudah siap meninggalkan dunia hiburan."
Nindi merasa hal itu cukup masuk
akal.
Kakak keempatnya, yang sangat peduli
dengan harga diri, tentu tidak ingin menunjukkan wajahnya yang terluka di depan
semua orang.
Namun, ponselnya terus berdering, dan
semua panggilan yang masuk berasal dari kakak keempatnya.
Dengan senyum tipis, Nindi menjawab
panggilan telepon itu. Terdengar suara Brando yang marah besar di ujung telepon
itu. "Nindi, berani kamu menolak siaran langsung denganku barusan! Kalau
kamu merasa benar, buat apa menolaknya?!"
"Aku dengar dari Kak Nando,
wajahmu beneran rusak, ya?"
Satu kalimat itu mampu menyulut emosi
Brando.
"Nindi, semua ini karena kamu
memaksaku, ya. Kamu kira dengan bersembunyi di rumah sakit, kamu bakal aman? Ya
mungkin kamu bisa selamat, tapi teman-temanmu 'kan belum tentu seberuntung
kamu." 2
Ekspresi wajah Nindi segera berubah.
"Ini urusan kita berdua, nggak ada hubungannya sama orang lain. Kalau ada
yang mau kamu omongin, katakan saja padaku."
"Nindi, kamu sudah menghancurkan
hidupku. Aku juga nggak akan membiarkanmu hidup tenang!"
Tatapan Nindi langsung berubah
menjadi dingin. " Kalau kamu sampai berani menyentuh mereka, aku bakal
sebarkan foto wajahmu yang terluka itu. Biar saja semua orang tahu betapa
mengerikannya wajahmu."
"Berani kamu?!”
No comments: