Bab 423
Nindi tertegun sejenak menyaksikan
Nando yang tiba-tiba jatuh pingsan. Ia merasa bingung dan tidak tahu harus
berbuat apa.
Ia menengadah dan melirik Cakra, lalu
berkata, " Minta dokter buat periksa dia dulu, jangan sampai dia mati di
sini."
Setelah itu, Cakra melirik sekilas ke
arah tim humas. Mia yang menyadari hal itu segera mengisyaratkan kepada anak
buahnya untuk memanggil dokter, dan membawa Nando untuk menjalani pemeriksaan.
Sekarang, hanya tersisa mereka berdua
di tempat itu.
Nindi menurunkan pandangannya, lalu
pria di sampingnya berkata, "Lenganmu masih sakit?"
"Sudah mendingan, asal nggak
kena lukanya, nggak terasa sakit kok."
Tatapan Cakra menjadi gelap ketika
melihat luka di tubuh wanita itu. "Sekarang fokus saja sama kesembuhanmu,
nggak usah mikir yang lainnya."
"Iya, selama ada tim humas TG
Grup dipihakku, nggak ada yang perlu dikhawatirkan."
Setelah berbicara, Nindi tampak
mencuri pandang ke arah pria itu. "Kamu masih marah, ya?"
"Lain kali jangan begitu
lagi."
Cakra menjentikkan dahi wanita itu
pelan dan berkata, "Lain kali kalau ada masalah kayak gini, bilang padaku.
Jangan pernah menanggungnya sendiri."
Nindi menyentuh dahinya, merenungkan
perubahan yang perlahan terjadi dalam hubungan mereka berdua.
Saat itu, salah seorang dari tim
humas datang dan berkata, "Nona Nindi, kondisi Pak Nando kurang baik,
dokter meminta pihak keluarga untuk segera ke sana."
Nindi tertegun melihat kondisi Nando
yang terlihat semakin kurus. Seolah ada yang menyumbat jantungnya.
Cakra menggenggam tangan wanita itu
dengan lembut, telapak tangannya yang hangat memberikan rasa nyaman. "Kamu
nggak perlu cemas dengan yang terjadi pada keluarga Lesmana."
"Iya, aku tahu. Kita periksa
dulu ke sana, begitu dia sadar, baru pindahkan dia ke rumah sakit lain, dan
biarkan dia pergi dari sini."
Nindi melangkah pergi sambil
menggenggam erat tangan pria itu.
Ia menoleh dan menatapnya, sementara
Cakra menundukkan kepala untuk bisa melihatnya. " Kenapa?"
Nada suaranya lembut, tangan mereka
bertautan erat, seakan hal ini sudah terbiasa mereka lakukan.
Nindi mengalihkan pandangannya,
senyum tipis terkembang di bibirnya.
Keduanya akhirnya tiba di ruang
dokter.
Dokter itu terkejut saat melihat
Cakra dan menyadari bahwa pria itu masih menggenggam tangan seorang gadis.
Tampaknya hubungan keduanya begitu
istimewa.
Nindi langsung bertanya,
"Bagaimana kondisi Nando?"
Dokter menunjukkan foto dari
pemeriksaan perut Nando. "Kondisi lambungnya cukup parah. Saya sarankan
untuk melakukan tes, kami curiga ini bisa jadi kanker lambung."
"Kanker lambung? Sepertinya
bukan, soalnya lambungnya memang sering bermasalah, tapi dia sudah lama
konsultasi ke dokter dan juga rutin minum obat, kok."
Nindi merasa sedikit bingung begitu
mendengar kata 'kanker lambung'.
Nindi teringat kembali di kehidupan
sebelumnya, kakak keduanya ini tidak pernah menderita penyakit kanker lambung.
Ketika dokter melanjutkan
penjelasannya, pikiran Nindi melayang entah ke mana.
Cakra segera membawa Nindi keluar
dari ruang dokter, ia menatap Nindi dan berkata, "Aku ingat lambungnya
sudah lama bermasalah, tapi kenapa secepat ini memburuk? Apa selama ini dia
nggak begitu peduli dengan hal ini."
Dulu, saat mereka berada di kota
Antaram, Nando pernah pingsan dan Nindi membawanya ke rumah sakit.
Nindi menarik napas panjang dan
bertanya, "Kamu pernah dengar efek kupu-kupu?"
"Iya, tapi apa hubungannya ini
sama penyakit Nando?"
Nindi menundukkan kepalanya.
"Menurutmu, kalau nasib orang berubah, bisa berpengaruh ke nasib orang
lain juga, nggak?"
"Ikut aku, aku mau tunjukkan
sesuatu."
Cakra membawa Nindi menuju taman
belakang. Nindi menatap sekeliling, dan bertanya, "Lihat apa sih?"
"Kamu lihat jalan semut
ini."
Cakra berjongkok dan meletakkan
sehelai daun kering untuk menghalangi jalan semut. "Nasib mereka juga
berubah."
Nindi mengamati dengan seksama
barisan semut yang tengah bermigrasi, tiba-tiba saja menjadi kacau.
Cakra melanjutkan ucapannya.
"Hidup kita akan selalu berubah. Kamu bisa tiba-tiba memutuskan untuk
lewat jalan mana hari ini, melakukan apa, atau pulang lewat jalan mana. Nggak
ada yang tahu gimana perubahan itu akan berpengaruh pada hidupmu
nantinya."
Nindi memperhatikan para semut
menghindari daun dan kembali membentuk barisan mereka.
Ia mengerutkan bibirnya. "Iya,
aku paham sekarang, terima kasih."
Sebenarnya, penyakit lambung kakak
keduanya telah menunjukkan gejalanya sejak awal. Menurut Sekretaris Candra,
operasi harus dilakukan lebih cepat, hanya saja tertunda sampai sekarang.
Cakra masih ingin mengatakan sesuatu,
tetapi ponselnya tiba-tiba berdering.
la melangkah ke samping untuk
menerima panggilan itu, lalu kembali menghampiri Nindi dan berkata, "Aku
harus mengurus sesuatu di kantor. Aku kembali lagi nanti malam dan menemani
kamu makan. Kamu mau makan apa?"
"Aku mau makanan dari Restoran
Pyrus, bisa dibawa pulang nggak ya?"
No comments: