Bab 714
Dia akan menghancurkan semua harapan
Sania, membuat si wanita licik itu hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan
seumur hidupnya.
Dengan pikiran yang penuh beban,
Nindi kembali ke asramanya. Dia pun menceritakan informasi yang ditemukan Cakra
kepada Yanisha.
Yanisha menghela napas
dalam-dalam."
Sebenarnya aku juga curiga ini ada
hubungannya dengan persaingan bisnis, tapi kemampuanku terbatas dan aku nggak
secepat Kak Cakra. Ini memang sangat mungkin terjadi!"
keluarga Morris langsung merayakan
kemenangan mereka dalam proyek energi baru, yang berarti mereka sejak awal
sudah yakin akan mendapatkan tender tersebut.
Jika kecelakaan mobil itu diatur oleh
keluarga Morris, maka semuanya ada jejaknya.
Yanisha memeluk Nindi erat-erat.
"Jangan bersedih. Menemukan petunjuk itu hal yang bagus. Kalau nanti kita
bisa menangkap ayah Sania, itu akan menjadi bukti kuat. Kita harus membuat
keluarga Morris membayar harga atas perbuatan mereka."
"Aku juga berpikir begitu. Orang
tuaku nggak boleh mati sia-sia!"
Nindi menyeka air matanya.
"Sekarang aku punya kalian berdua sahabat terbaikku, dan ada orang-orang
yang peduli padaku. Aku sudah mendapatkan banyak hal.”
Dia akan menjalani kehidupan sepuluh,
bagkan seratus kali lebih baik dari kehidupan sebelumnya.
Dia juga akan memastikan bahwa
orang-orang yang telah membunuh orang tuanya menerima hukuman yang setimpal.
Nindi yang tidak bisa tidur hanya
bisa berguling kesana-kemari di tempat tidur. Pikirannya dipenuhi hubungan
antara keluarga Morris dengan kecelakaan mobil di masa lalu.
Dalam mimpinya, dia kembali melihat
kejadian kecelakaan itu.
Dia ingat duduk sendirian di kursi
belakang, dengan gembira memainkan mainannya. Ibunya yang duduk di kursi depan
terus membujuknya, berjanji akan membelikan kue sebagai gantinya.
Nindi sangat ingin memberitahu orang
tuanya untuk segera pulang dan bilang bahwa dia tidak menginginkan kue lagi.
Dia tidak ingin orang tuanya dibunuh.
Namun, kecelakaan itu tetap terjadi.
Kepalanya terasa sakit luar biasa, dan pandangannya mulai kabur.
Di detik-detik terakhir, dia
mendengar suara ibunya yang histeris, "Selamatkan dia! Selamatkan anakku
dulu!"
Nindi samar-samar melihat seseorang
menggendongnya keluar dari mobil. Namun, tangan orang itu terasa sangat muda,
jelas bukan tangan seorang pria paruh baya.
Nindi terbangun dan menatap kosong ke
langit-langit.
Jika mimpinya bukan sekadar ilusi,
maka orang yang menyelamatkannya saat itu bukanlah sang sopir, melainkan orang
lain.
Apakah orang itu yang berada di dalam
mobil keluarga Morris?
Dia bisa jadi pelaku tabrak lari,
atau mungkin hanya seorang penumpang di kursi belakang.
Bagaimanapun juga, orang itu adalah
saksi kunci kecelakaan tersebut.
Nindi harus menemukan orang itu.
Orang itu akan menjadi bukti mutlak.
Saat Nindi pergi ke markas tim
e-sport keesokan harinya, rekan-rekannya berkumpul untuk membicarakan kejadian
di seminar kemarin.
Tentu saja, beberapa orang mengenali
pacar Nindi yang ternyata adalah seorang CEO muda yang sukses. Selain itu,
orang yang mengantar Nindi pulang malam itu adalah pacarnya, bukan pria tua
yang selama ini mereka gosipkan.
Setelah berbincang sebentar, Nindi
kembali ke kantornya untuk mengurus beberapa hal.
Tak lama kemudian, wakil kapten tim
mengetuk pintu dan masuk. Ekspresinya tampak rumit.
Kemarin, dia baru mengetahui bahwa
Nindi sekarang adalah pemegang saham sebuah perusahaan. Jika kelak perusahaan
itu melakukan penawaran umum perdana, dia akan meraih kebebasan finansial.
Saat itu, dia baru menyadari bahwa
dirinya dan Nindi seolah berasal dari dunia yang berbeda. Hal itu membuatnya
merasa tidak nyaman.
Terutama setelah melihat foto pria
yang berdiri di samping Nindi, dia jadi gelisah semalaman dan tidak bisa tidur.
Nindi menatapnya dan berkata,
"Kebetulan sekali kamu datang. Kamu berhasil memimpin tim meraih
kemenangan dalam kompetisi kampus. Sepertinya nggak lama lagi akan ada tim
profesional yang mencoba merekrutmu."
"Tujuanku adalah masuk ke tim
nasional."
Nindi mengingat kembali impiannya
sendiri. Belakangan ini, karena sibuk menyelidiki kecelakaan orang tuanya, dia
jarang datang ke markas tim untuk berlatih.
"Setelah urusanku selesai, aku
akan lebih sering datang untuk latihan," balasnya sambil memandangi Yudha.
Yudha ragu sejenak sebelum akhirnya
bertanya, " Apa malam ini kamu ada waktu? Aku ingin mendiskusikan beberapa
strategi denganmu."
Belakangan ini, dia hampir tidak
pernah bertemu dengan Nindi, apalagi mengajaknya keluar.
Namun, setelah melihat Nindi makin
luar biasa, dia sadar harus segera bertindak. Jika tidak, bagaimana mungkin dia
bisa mengejar gadis yang dia sukai?
Saat Nindi hendak menyetujui,
teleponnya berdering, dan muncul sebuah pesan di grup keluarga Lesmana.
Ternyata undangan pernikahan Sania
dan Witan Lesmana.
Cepat sekali?
Kabarnya, Darren sudah mengirimkan
uang pembayaran pertama, tetapi dari pihak Sania belum ada kabar lebih lanjut.
No comments: