Bab 425
Nindi menatap Darren dengan dingin
begitu ekspresi pria itu berubah.
Ia berkata dengan nada mengejek.
"Kamu selalu bilang demi kebaikan keluarga, tapi waktu Kak Nando keluar
pakai kursi roda dan mukanya pucat, mana ada kamu tanya kondisinya."
"Nindi, pantas ya ngomong begitu
sama kakakmu sendiri?"
Darren berbicara dengan suara keras.
Dengan ekspresi tenang, Nindi
berkata, "Orang tuh kalau makin merasa bersalah, biasanya marah-marah
terus buat nutupin kesalahannya."
Darren akhirnya terdiam setelah
mendapatkan balasan yang begitu tajam.
Ia membantu Nando berdiri, ia
menyadari bahwa sang adik kehilangan banyak berat badan. Ia mengangkatnya
dengan mudah, seolah Nando tidak memiliki berat badan sama sekali.
Darren tampak gelisah. "Kok kamu
kurus banget? Bukannya dulu kamu bilang mau operasi karena ada masalah lambung,
ya? Kamu batalin?"
Nando yang tengah duduk di kursi roda
terlihat menepis tangan Darren. "Kak, awalnya aku memang mau tinggal di
rumah sakit sambil nunggu operasi, tapi begitu ada masalah sebesar ini, mana
bisa aku diam saja."
"Aku 'kan sudah pulang dari
dinas, jadi biar aku yang urus semuanya. Kamu istirahat saja di rumah sakit dan
fokus sama operasimu. Kalau kondisimu memang parah, kita bisa panggil Sean buat
menangani operasi itu."
"Nggak perlu, nggak separah itu
kok, nggak usah repot-repot menyuruhnya pulang."
"Tapi, dia bilang kamu kena
kanker, mana mungkin itu nggak parah?"
Darren mencurigai bahwa Nindi
berbohong dan membesar-besarkan kondisi Nando.
Nando hanya tersenyum pahit dan
menyangkalnya. "Nggak kayak begitu, kok."
Darren segera berbalik dan membentak
Nindi. " Dengar sendiri, 'kan?! Nando nggak sakit kanker! Kamu maunya kami
semua sengsara, ya?!"
Nindi hanya melirik sekilas ke arah
Nando, lalu ia memutuskan untuk diam. Ia menyadari tidak ada gunanya menasihati
seseorang yang enggan mendengarkannya. 3
Sepertinya, ia terlalu ikut campur
dalam hidupnya.
Ia berbalik dan meninggalkan tempat
itu. Dari arah belakang, terdengar suara Darren yang marah besar. "Nindi!
Memangnya aku mengizinkanmu pergi ?! Wajah Brando sudah rusak, dan kamu masih
santai di rumah sakit?"
Nindi hanya menoleh dan berkata,
"Kayaknya mereka juga bohongin kamu. Kita tunggu saja hasil penyelidikan
dari polisi."
Nindi enggan berdebat lebih lama
dengan mereka.
Darren menunjukkan keengganan untuk
mengalah dan tetap ingin mengejarnya, hanya saja Mia dan beberapa orang lainnya
langsung menghentikannya. "Pak Darren, kalau kamu maju selangkah lagi,
jangan salahkan kami menghubungi polisi. Ini bisa mencoreng nama baik keluarga
Lesmana, pikirkan baik-baik."
"Bukannya kalian tim humas
dipekerjaan oleh Brando, kenapa tiba-tiba berpihak ke Nindi? Kalian dibayar
berapa sih? Aku bisa kok bayar kalian dua kali lipat!"
Ekspresi Mia tampak sedikit aneh.
"Ini bukan cuma soal uang."
Keluarga Lesmana ini bisa berpikir
jernih nggak sih? Gadis ini dilindungi Pak Cakra, bukan lagi urusan uang.'
pikirnya.
"Tapi, bekerja sama Nindi itu
capek, nggak ada untungnya juga."
Dengan nada menyindir, Mia berkata,
"Pak Darren, barusan Nona Nindi juga terluka, tapi sepertinya kamu nggak
bertanya sama sekali mengenai kondisinya. Jadi, siaran langsung tentang
kekerasan itu bisa jadi benar, ya."
Ekspresi Darren tampak sangat suram.
"Itu karena kalian nggak cukup mengenal Nindi. Gara-gara dia, keluarga
kami nyaris hancur!"
Adik keduanya sakit, adik keenamnya
terancam tuntutan pidana, dan sekarang adik keempat juga tengah terlibat
masalah.
Semuanya terjadi karena Nindi.
Nando menjelaskan, "Kak, kamu
beneran nggak tahu sifat Nando, atau cuma pura-pura nggak tahu?"
Sifat emosional anak keempat sudah
telihat sejak ia masih kecil, dan mereka semua mengenalnya lebih dari siapa
pun.
Darren mengusap pelipisnya. "Aku
beneran nggak ngerti, kenapa Nindi nggak mau mengalah. Dulu, kita cukup baik
sama dia, 'kan? Harus banget bikin kakaknya masuk penjara dan menghancurkan
reputasinya juga?"
"Kak, kamu 'kan tahu sendiri
alasan Brando masuk penjara, dia juga sering mukulin Nindi. Kamu tahu semuanya,
tapi kamu memaksa Nindi buat mengalah."
Nando pun menyaksikan semuanya dengan
jelas, dan tanpa ragu ia mengungkap perilaku Darren yang sebenarnya.
"Nggak masalah kalau kamu mau keras kepala ke orang lain. Tapi ini adikmu
sendiri, kamu bakalan menyesal nanti."
"Aku nggak akan pernah menyesal.
Selama ini aku biarin kalian mengembangkan karier, supaya suatu saat kita bisa
pergi ke Yunaria dan membalaskan dendam orang tua kita. Tapi lihat apa yang
sudah dilakukan Nindi sekarang?"
Sebenarnya, hal inilah yang membuat
Darren merasa kesal.
Namun, ia tidak bisa mundur dan hanya
bisa berusaha untuk memperbaikinya.
No comments: