Bab 712
Bagaimanapun juga, koneksi yang
dimiliki Cakra jauh lebih berpengaruh dibanding keluarga Lesmana.
Sang rektor pun segera menengahi
"Acara hari ini kebetulan sudah selesai. Kalau ada acara lain, kami akan
mengundang kalian lagi."
Sania merasa sangat tidak nyaman.
Dia melihat seseorang mengunggah
pidato Nindi di status WhatsApp dan langsung merasa iri. Sania berpikir bahwa
dirinya juga layak menjadi perwakilan untuk berpidato di acara itu. Karena itu,
dia mencari cara agar Darren membawanya ke sini.
Tak disangka, satu kalimat dari Cakra
Julian membuat rektornya mundur.
Sial!
Sania menatap Nindi dengan kesal dan
berbicara dengan nada tajam, "Kak Nindi, jangan bilang kamu sengaja
meminta Kak Cakra menghalangiku karena takut aku merebut perhatian
darimu?"
"Apa aku perlu khawatir seorang
plagiator sepertimu mencuri perhatianku?"cibir Nindi sambil tertawa.
Mendengar kata "plagiat",
Sania sangat marah hingga kepalanya pusing. Saat dia hendak menyangkal, Darren
menghentikannya.
Sanía akhirnya kembali tenang.
Sekarang Nindi memiliki pewaris keluarga Julian yang mendukungnya.
Jika sampai membuat marah orang itu,
keluarga Lesmana bisa hancur dalam sekejap.
Dalam situasi kritis seperti ini,
Sania hanya bisa menahan diri.
Nindi melirik keluarga Lesmana, lalu
berbalik dan pergi. Dia pikir mereka datang dengan rencana lain, tapi ternyata
hanya untuk membuatnya kesal.
Sania melihat Nindi dan Cakra pergi
bersama. Pria yang seperti putra mahkota itu, mengekor di belakang Nindi, si
wanita jalang.
Sania merasa sangat tidak nyaman.
"Kak Darren, lihatlah Nindi sekarang. Dia makin keterlaluan."
"Sabar dulu, tunggu proyek
perusahaan berhasil. Lagi pula, kudengar Nenek Andrea nggak setuju mereka
bersama, jalan Nindi masih panjang."
Setelah mendengar itu, Sania
menunjukkan ekspresi senang melihat orang lain susah. Dia sudah bilang, Nindi,
si wanita jalang itu cepat atau lambat akan dibuang oleh keluarga Julian.
"Pak Darren, kebetulan sekali
bisa bertemu di sini."
Sofia masuk bersama Serena. Jika
mereka bisa bekerja sama dengan keluarga Lesmana, maka mereka akan punya
kesempatan untuk memberi pukulan telak pada Nindi.
Darren menaikkan alisnya. Tak
disangka, orang-orang dari keluarga Morris datang sendiri menghampiri mereka?
Nindi pergi ke Restoran Pyrus untuk
makan bersama Cakra.
Setelah hidangan tersaji, Nindi
menatap pria di depannya. "Apa kamu sudah menemukan sesuatu?”
"Makan dulu."
Cakra mengambilkan makanan untuknya,
tetapi Nindi tidak bergerak. Dia justru menatap Cakra dengan penuh harap.
Cakra akhirnya menyerah dan
meletakkan sendoknya. "Kudengar kamu sedang menyelidiki proyek energi baru
keluarga Morris beberapa tahun lalu, ya?"
"Iya. Aku sudah bertanya pada
Yanisha, tapi karena sudah terlalu lama, dia tidak menemukan banyak
informasi."
"Proyek itu dulu memiliki banyak
pesaing kuat. Salah satu pesaing terberatnya adalah Grup Lesmana, perusahaan
orang tuamu," ujar Cakra.
"Orang tuaku?"
Nindi mencoba mengingat perkembangan
perusahaan keluarganya. Benar, sepertinya memang ada hal semacam itu.
Tak heran dia merasa familiar saat
melihat tulisan proyek energi baru di spanduk itu.
Dia pun menatap Cakra. "Jadi,
demi memonopoli proyek itu keluarga Morris sengaja membunuh orang tuaku dalam
kecelakaan mobil agar mereka tidak bisa lagi bersaing dengan keluarga
Morris?"
"Kemungkinan besar, ya. Saat
itu, keluarga Morris berada di ambang kebangkrutan. Proyek energi baru itu
adalah satu-satunya harapan mereka untuk bangkit."
Keluarga Morris tidak akan menyerah,
jadi mereka mengambil risiko besar.
Mata Nindi memerah. "Lalu siapa
orang yang duduk di belakang mobil keluarga Morris waktu itu?"
Hari itu, semua orang yang
berhubungan dengan keluarga Morris sedang menghadiri pesta perayaan
keberhasilan tender proyek energi baru.
Seolah-olah mereka sudah tahu
sebelumnya bahwa keluarga Morris pasti akan memenangkan tender.
Lalu siapa orang di dalam mobil itu?
No comments: