Bab 166
Edward langsung mencibir. Pecundang
ini memang harus dia tangani.
"Nathan, sebelumnya aku sudah
berbaik hati menyarankanmu untuk menginvestasikan uang agar kamu bisa menjadi
kaya. Apa boleh buat, kamu nggak memanfaatkan kesempatan yang kuberikan padamu.
Kamu menyesal sekarang?"
Edward memandang Nathan sambil
memperlihatkan, seringaian.
Dia berharap bisa melihat wajah
Nathan yang penuh dengan penyesalan.
Orang-orang dari Keluarga Sebastian
juga ikut mentertawakan Nathan hanya demi menyanjung Edward.
"Tuan Edward, jangan harap orang
rendah seperti itu bisa mendapatkan kesuksesan. Terkadang memang ada orang yang
ditakdirkan untuk hidup miskin sepanjang hidup mereka."
"Tuan Edward, kalau lain kali ada
kesempatan bagus seperti ini lagi, jangan lupa sama aku ya. Jangan khawatir,
aku bukan orang bodoh. Siapa yang akan menolak keuntungan seperti itu,
'kan?"
"Benar, Tuan Edward, kalau kelak
ada kesempatan menghasilkan banyak uang, katakan saja pada kami. Buat apa
repot-repot beri tahu pecundang seperti itu?"
Tamara berkata dengan bangga,
"Nathan, aku ingat kamu bilang kami semua bodoh waktu itu. Sekarang
bagaimana perasaanmu? Kamu pasti iri dan cemburu, kan?"
Nathan mencibir. "Kalian akan
kehilangan segalanya, apa aku harus iri?"
Ken mendengus dingin. "Haha.
Kamu sengaja bilang begitu karena kamu nggak kebagian untung, 'kan? Begitu
uangnya cair, aku akan membeli Bugatti dan memamerkannya di depanmu."
"Nathan, seharusnya masalah itu
nggak perlu diragukan lagi. Pak Wali kota sudah memanggil semua perusahaan
besar untuk mengadakan pertemuan. Hal ini jelas menunjukkan Beluno akan punya
rencana pembangunan yang sangat besar," ucap Emilia.
Nathan meliriknya dan berkata,
"Lantas? Apa kamu bisa memastikan proyek pembangunan itu di wilayah Hessen
dan bukannya di wilayah Analin sana?"
Emilia tertegun dan menjelaskan,
"Kemungkinan besar sudah pasti di wilayah Hessen. Apalagi, Keluarga Halim
sudah mendapatkan informasi dari orang dalam, jadi aku rasa nggak akan mungkin
salah."
"Kalau begitu, percuma saja
bicara panjang lebar. Lagi pula, kalian semua sudah nggak tertolong lagi!"
kata Nathan dengan nada datar.
Emilia berkata dengan marah,
"Nathan, aku nggak suka kamu bilang begitu. Mengapa kamu selalu
menentangku? 11
"Emilia, aku mengerti. Nathan
hanya ingin menarik perhatianmu dengan caranya sendiri," ucap Edward
sambil tertawa.
"Meski metodenya agak aneh dan
menggelikan."
Emilia memasang wajah cemberut.
Padahal dia baru saja mengubah pendapatnya tentang Nathan, tetapi sekarang
semuanya hilang lagi!
Tepat di saat ini, Tiara masuk.
Wajahnya penuh kejutan. Dia pun berkata kepada Nathan, "Nathan, kakekku
baru saja meneleponku dan mengatakan bahwa keuntungan dari perencanaan distrik
baru sudah cair."
"Kakekku ingin aku bertanya
padamu, kapan kamu punya waktu. Dia ingin mentraktirmu jamuan makan sebagai
ucapan terima kasih karena telah membiarkan Keluarga Wijaya kami mendapatkan
kesempatan menghasilkan banyak uang."
Nathan terkejut dan bertanya,
"Uangnya sudah cair?"
Tiara tampak kegirangan. "Ya,
kakekku senyum-senyum melulu dari tadi. Berkat kamu, kami baru bisa memperoleh
keuntungan sebesar 400 miliar."
Tamara, Edward, dan yang lainnya yang
mendengar kabar itu tidak bisa lagi duduk diam.
Apa? Keuntungan sebesar 400 miliar?
Edward tersenyum dan berkata,
"Tiara, Keluarga Wijaya kalian juga berinvestasi dalam rencana pembangunan
distrik baru di Hessen?"
"Haha. Sayangnya, Keluarga
Wijaya kalian sudah terlambat. Lahan luas di Hessen yang akan dikembangkan
semuanya telah diakuisisi oleh Keluarga Halim kami. Tapi bisa menghasilkan 400
miliar juga termasuk Keluarga Wijaya kalian cukup beruntung."
Melihat ekspresi puas di wajah
Edward, Tiara tampak kebingungan.
"Aku nggak tahu apa yang kamu
bicarakan. Keluarga Wijaya kami sama sekali nggak berinvestasi di wilayah
Hessen."
Edward tercengang. Dia mengira Tiara
sedang bercanda dengannya. Dia juga tidak begitu peduli.
No comments: