Bab 151
Nindi mendongak dan melihat pria yang
berdiri di depannya, hatinya sejenak terpaku.
Perasaannya juga seperti roller
coaster, naik turun tanpa henti.
Dia menyadari bahwa Cakra terlihat
sangat tenang, seolah-olah kejadian di tengah lantai dansa tadi sama sekali
tidak pernah terjadi.
Namun, Nindi tidak mampu setenang
itu.
Sementara itu, Sania mengenali suara
Cakra.
Dengan ekspresi terkejut, dia
berkata, "Nindi, aku nggak menyangka kamu benar-benar bersama dokter
sekolah ini."
Di dalam hatinya, Sania merasa
sedikit senang.
Bagaimanapun juga, saat ini pacarnya
adalah anak dari Keluarga Gunawan di Kota Yunaria.
Sedangkan pacar Nindi hanyalah
seorang dokter sekolah biasa, yang dalam hidupnya tidak akan pernah menyamai
status pacarnya yang begitu terhormat.
Wajah Nindi langsung memerah, buru-buru
menjawab, "Sania, jangan asal bicara! Aku dan dia hanya teman saja."
Dia baru saja mengalami kegagalan
dalam menyatakan cinta, jadi haruskah si perempuan licik ini mengungkit hal
yang paling menyakitkan baginya?
"Nindi, kamu nggak perlu menyangkal
lagi. Sebelumnya di sekolah sudah ada gosip bahwa kalian bersama. Lalu, setelah
kamu kabur dari rumalı, kalian bahkan tinggal serumah. Kalau kalian nggak
bersama, siapa yang bakal percaya?"
Yanuar langsung menaikkan suaranya,
"Nindi tinggal serumah dengan pria lain?"
Sania menatap sambil tersenyum,
"Iya, Yanuar. Sebelumnya saat aku bilang begitu, kamu kan nggak
percaya."
Nindi Lesmana menyipitkan matanya dan
berkata, 11 Apakah kalian tahu arti jangan buat kerbau tanduk panjang?"
Yanuar bertanya dengan nada heran,
"Kenapa? Apa hubungannya dengan hal yang sedang kita bicarakan?"
"Jangan pernah mencampuri urusan
orang lain dan bergosip seperti wanita yang suka membicarakan orang lain."
Setelah menyelesaikan ucapannya,
Nindi menoleh ke arah Cakra, "Ayo, kita pergi."
Dengan adanya perempuan licik yang
mengganggu ini, dia tidak ingin tinggal di sini lagi.
Cakra menatap Yanuar dengan tatapan
tajam.
Pandangan itu langsung memancing
amarah Yanuar, membuatnya merasa kehilangan muka. Dengan kesal, dia menunjuk
wajah Cakra sambil berteriak, "Apa maksudmu dengan tatapan itu? Coba
ulangi kalau berani!"
Yanuar, yang meninggalkan Kota
Yunaria untuk mencari keuntungan, merasa dirinya tidak terkalahkan di tempat
ini. Tidak ada seorang pun yang pernah menatapnya seperti itu.
Cakra sama sekali tidak menghiraukan
Yanuar, sikapnya sangat angkuh dan sombong.
Dengan cepat dan emosi, Yanuar
merampas botol dari tangan bartender lalu bergegas ke arah Cakra sambil
berteriak, "Hari ini aku akan memberi pelajaran buat kamu!"
Melihat Yanuar mendekat, Nindi tanpa
ragu mendorong Cakra ke samping sambil berkata, "Hati -hati!"
Saat itu, seolah-olah semua yang ada
di sekitar mereka menjadi lambat.
Nindi memejamkan matanya rapat-rapat,
menunggu botol minuman itu mengenainya.
Namun, detik berikutnya, pinggangnya
terasa terdesak kuat, kepalanya terantuk dada Cakra, sedikit sakit.
Cakra menendang Yanuar, gerakannya
keras dan penuh amarah.
Wajahnya berubah tegang, matanya
memandang dengan tajam dan menusuk.
Jika bukan karena reaksi cepatnya,
Nindi pasti sudah terluka sekarang.
Yanuar terjatuh dan mengerang
kesakitan, Sania terkejut dan segera berlari mendekat untuk meinbantu Yanuar,
"Yanuar, apa kamu baik-baik saja? Kamu berdarah."
Yanuar kesakitan hingga tidak bisa
berbicara.
Sania menatap Nindi dengan wajah
serius, "Kak Nindi, kamu tahu nggak siapa Yanuar? Kalau hari ini dia
terluka di sini, saat keluarga Gunawan menuntut, kalian nggak bisa lepas begitu
saja."
Nindi menekan dahinya yang sakit,
lalu berbalik dan berkata dengan nada tajam, "Jelas sekali Yanuar yang
pertama kali menyerang, kami hanya membela diri."
"Tapi 'kan kalian nggak apa-apa?
Sekarang yang terluka adalah Yanuar, dan terluka cukup parah. Kami akan
melaporkan kejadian ini ke polisi untuk meminta pertanggungjawaban."
Sania merasa sedikit cemas, jika
Yanuar benar-benar terluka parah, kemungkinan besar keluarga Gunawan akan
menyalahkan keluarga Lesmana. Lalu bagaimana dia bisa menikah dan menjadi
anggota keluarga Gunawan di masa depan?
No comments: