Bab 700
Nindi terdiam sejenak. "Tapi,
kalau kamu beneran mau ketemu sama Sania, aku bisa kasih alamat vila keluarga
Lesmana."
Setelah memberi tahu Yanuar lokasi
vilanya, barulah Nindi meninggalkan area kampus.
Jika Yanuar sungguh menemui Sania,
pasti akan terjadi drama yang menarik. Sayang sekali, dia tidak ada di sana.
Setelah tiba di Perusahaan Patera
Akasia, Nindi berdiskusi dengan rekan kerjanya mengenai peningkatan teknologi
dan penyempurnaan produk yang akan datang.
"Lesmana Grup sampai bikin iklan
khusus, mirip banget sama film romantis. Apa nggak takut ketahuan kalau itu
hasil plagiat, ya?" ucap ketua tim.
Ketua tim merasa cukup kecewa.
Nindi turut memperhatikan iklan yang
tengah direkam karena proses syuting belum rampung, tetapi dagu Sania masih
bengkak, sehingga untuk saat ini sekuelnya tidak mungkin dilanjutkan.
Nindi menanggapi dengan santai.
"Semua itu cuma pencitraan. Ujung-ujungnya, yang paling penting itu
kualitas produk."
Ketua tim hanya mengangguk tanpa
banyak bicara.
Di tengah pekerjaannya, Nindi pergi
sebentar ke kamar kecil. Namun, dia justru mendengar beberapa rekan kerja
tengah membicarakan sesuatu di luar.
"Kupikir setelah kejadian
kemarin, bakal ada berita tentang plagiat Lesmana Grup. Eh, ternyata malah
nggak ada berita apa-apa, kayak nggak pernah kejadian.”
"Kamu tahu nggak, sih? Lesmana
Grup 'kan punya keluarganya Nindi. Mana mungkin mereka biarin perusahaan itu
kena masalah?"
"Tapi, katanya Nindi sudah nggak
akur lagi sama keluarganya."
"Tapi, cowoknya 'kan Tuan Muda
di Komunitas Konglomerat. Kalau Nindi mau naik status, dia butuh dukungan
keluarga yang kuat. Ini strategi Nindi, biar pihak keluarga Julian lihat
perjuangannya itu."
Setelah mendengarnya, Nindi seketika
bergumam dalam hati, 'Pantas saja tadi waktu rapat semuanya kelihatan kayak
ragu buat ngomong.
Sejujurnya, jika dipikirkan, masalah
ini memang terasa janggal di mata orang lain.
Namun, apakah dia harus mengatakan
bahwa ini hanyalah solusi sementara?
Mungkinkah Lesmana Grup akan
menghadapi masalah besar?
Nindi bersikap seolah-olah tidak
mendengar apa pun, kemudian kembali ke ruang kerja dan melanjutkan
pekerjaannya.
Saat jam pulang kerja, ketua tim
menatapnya dan berkata, "Besok ada seminar di kampusmu. Kamu yang jadi
pembicara, soalnya kamu 'kan direktur teknis sekaligus mahasiswi di sana."
"Oke," jawab Nindi.
Nindi pun tidak menolak, mengingat
ini adalah peluang emas untuk meluruskan desas-desus.
Namun, saat dia melihat daftar tamu,
dia mendapati nama Cakra tercantum di sana.
Apakah besok Cakra akan hadir juga?
Nindi kembali ke kampus, karena
keesokan paginya masih ada satu sesi mata kuliah jurusan.
Saat mengajar, Dosen pun berkata,
"Sore nanti akan ada seminar akademik. Beberapa perusahaan teknologi akan
ikut serta, bahkan banyak orang penting juga datang. Nanti kalau kalian cari
kerja, mungkin akan melamar ke perusahaan-perusahaan ini. Jadi, manfaatkan
kesempatan ini. Kuotanya terbatas, jadi segera daftar!"
Nindi menemani Galuh untuk
mendaftarkan diri.
Namun, gadis yang bertugas mencatat
pendaftaran justru berbicara kepada Nindi dengan nada sarkastik. "Orang
hebat kayak kamu nanti juga hidup enak. Masa mau bersaing juga sama orang biasa
kayak kami ini, sih?"
Galuh merasa tidak terima. "Kita
semua 'kan sama! Kenapa kamu iri begitu?"
Nindi segera menjelaskan.
"Tenang saja, aku nggak daftar, jadi kuotanya tetap aman."
Baru saat itu gadis itu terdiam,
dengan ekspresi puas seolah keinginannya telah tercapai.
Nindi dan Galuh meninggalkan ruang
kelas. Galuh berkata dengan nada kesal. "Cewek itu selalu iri sama kamu,
terus sebarin gosip jelak soal kamu."
"Ya sudah, biarin saja. Biar dia
iri terus," ucap Nindi.
Nindi menyerahkan naskah pidato yang
akan dibacakannya nanti kepada Galuh. Seketika, Galuh berteriak. "Nindi,
kamu keren banget! Habis ini, mereka semua pasti malu banget! Biar tahu rasa
karena sudah iri dan berhenti sebarin gosip soal kamu."
Usai singgah sejenak di asrama, Nindi
tiba di lokasi seminar akademik tepat waktu.
Setelah Galuh dan Yanisha duduk,
gadis yang bertanggung jawab atas pendaftaran pun menghampiri. "Hei,
Nindi, kamu nggak daftar, nggak ada tempat duduk buat kamu di sini."
"Aku tahu," ucap Nindi.
Nindi bermaksud menuju barisan depan,
sebab tempat duduknya sepertinya berada di sana.
Namun, gadis itu dengan sigap menarik
Nindi dan berkata dengan nada mencibir. "Nindi, jangan bilang kamu ke sini
buat ketemu CEO kaya dan deketin mereka? Malu dikit dong! Jangan murahan
begitu!"
Tatapan Nindi berubah menjadi dingin.
Kemudian, dia mendorong gadis itu dengan kuat.
Saat itu, ketua organisasi mahasiswa
menghampiri Nindi. "Nindi, kamu nanti bakal naik ke panggung buat pidato,
'kan? Sudah siap?”
No comments: