Bab 2380
Mendengar kata-kata itu,
Selly langsung menatapnya dengan tatapan tak percaya. Beberapa saat kemudian,
wajahnya tampak muram dan dia menunduk.
Pria ini sedang
mempermainkannya!
"Kamu nggak
telepon, aku akan memukulmu," kata Saka dengan senyum lembut.
Selly menatap ekspresi
serius Saka dengan bingung dan penuh pertanyaan, apa yang akan dilakukan pria
ini?
Namun, beberapa saat
kemudian, dia tiba-tiba menyadari, wajahnya makin muram dan berkata, "
Kamu berencana untuk menjebak Yang Mulia!"
Tak diragukan lagi, Saka
telah menyiapkan sebuah jebakan untuk Reagan dan menunggunya untuk terjun ke
dalamnya!
"Nggak ingin
melakukannya ?" tanya Saka sambil tersenyum dan menarik ikat pinggangnya.
Selly menggenggam
ponselnya erat-erat, wajahnya berganti-ganti antara cemas dan kebingungan. Dia
tidak ingin membantu Saka, tetapi...
Jika dia mengatakan
tidak, siapa yang tahu siksaan apa lagi yang akan diterimanya dari Saka.
Tunggu, mungkin jika dia
mendapatkan ponsel ini, dia bisa meminta pertolongan kepada Reagan?
Saka seharusnya tidak
akan sempat menghentikannya...
Berpikir seperti itu,
sebuah suara dengan nada penuh permainan tiba-tiba terdengar, "Jadi,
setuju atau nggak?"
Seketika itu juga, hati
Selly bergetar. Dia melihat Saka tersenyum padanya sambil mengusap ikat
pinggangnya. Dengan energi sejati yang mengalir ke dalamnya, ikat pinggang itu
langsung menjadi kaku dan tegak.
Sepertinya ikat pinggang
yang panjang dan keras itu siap menghantam wajahnya kapan saja.
Selly menggertakkan
giginya dan hatinya sudah mengambil keputusan.
Namun, di luar itu, dia
diam sejenak, lalu berkata, " Bagaimana kamu bisa memastikan bahwa aku
nggak akan dihukum oleh Reagan setelahnya?"
Saka menatapnya dan
tersenyum tipis, lalu berujar, "Gilbert dan yang lainnya aku juga sudah
melindunginya, bukan?"
"Selama kamu nggak
membahayakan diri sendiri, kamu bisa selamat."
"Baiklah... "
Selly terdiam sejenak,
lalu berkata, "Aku akan meneleponnya."
Saat itu juga, Selly
mengambil ponselnya lalu memanggil nomor yang dimaksud, mengaktifkan speaker
dan menunggu sambungan.
Saka duduk dengan
tenang, tidak terburu-buru dan hanya menatapnya dengan tenang.
Di sisi lain, suasana di
Istana Janira terasa sangat tegang.
Reagan memiliki ekspresi
yang sangat gelap, seolah -olah wajahnya bisa membunuh orang.
Bagaimanapun, siapa pun
yang baru saja menonton siaran langsung selama lebih dari satu jam tentang
istrinya dengan musuhnya, tentu saja akan sangat muram.
Ketika semua orang
terdiam, tiba-tiba bunyi dering ponsel terdengar lagi!
"Ponsel Nona
Selly!"ujar Alex dengan terkejut sambil menatap Reagan.
Reagan dengan wajah
penuh amarah menatap ponsel itu dan tidak ingin menjawab.
Jangan-jangan, itu
panggilan lagi yang berhubungan dengan urusan Selly dan Saka?
Apakah dia begitu hina?
Mengapa setiap kali
harus melihat ini?
Semua orang pun berpikir
hal yang sama, dan seorang tetua keluarga Romli yang sedang berlutut karena
salah ucap segera mencoba menebus kesalahannya, "Yang Mulia, aku rasa kali
ini bukan urusan itu."
"Setidaknya, orang
normal nggak akan melakukan hal itu lebih dari sekali, jadi seharusnya ini
nggak akan terjadi lagi."
Setelah mendengar itu,
Reagan marah besar dan menendang orang itu sampai jatuh. Dia berteriak dengan
keras, "Aku nggak butuh pengingat darimu!
Semua orang pun tampak
terdiam dan menyadari bahwa meskipun ada kebenaran dalam kata-kata tersebut,
cara mengatakannya sungguh tidak tepat dan sangat kurang bijak.
"Jawab
teleponnya!" ujar Reagan dengan eskpresi muram.
Alex segera menjawab
telepon dan mengaktifkan speaker.
"Aku di sini, ada
apa?" kata Reagan dengan suara rendah
No comments: