Bab 195
Nathan tersenyum dan berkata,
"Aku nggak pergi. Aku hanya merasa membangun klinik medis di lokasi Klub
Balavan akan jauh lebih baik dibandingkan membuka klub lain."
"Lantaran Dokter Nathan-ku punya
hati yang baik dan ingin membantu banyak orang, aku pasti akan mendukungnya
sepenuhnya," ucap Regina sambil tersenyum.
Tiara memutar bola matanya sambil
berkata, "Nona Regina, sejak kapan Dokter Nathan jadi milikmu? Jangan
nggak tahu malu seperti itu!"
Regina langsung membalasnya.
"Aku memang nggak tahu malu, lantas kenapa? Kalau kamu hebat, kamu juga
boleh bermuka tebal sepertiku. Kamu juga boleh melemparkan dirimu ke pelukan
Dokter Nathan dan lihat apa dia tertarik dengan dada montokmu atau nggak."
Tiara merasa malu sekaligus marah.
"Regina, apa kamu begitu nggak tahu malu?"
Sebagai wanita bertubuh seksi, dada
Tiara memang selalu menjadi pemandangan indah dan menarik perhatian banyak
pria.
Meski Tiara bangga dengan dadanya,
dia juga merasa tertekan.
Terkadang terlalu besar juga
membuatnya menjadi pusat perhatian dan rasanya cukup memalukan.
Dia diejek secara terang-terangan
oleh Regina saat ini, apalagi di hadapan seorang pria dewasa seperti Nathan.
Tiara benar-benar merasa canggung.
Regina masih sengaja meledeknya.
"Tiara, jangan malu-malu. Dokter Nathan bukan orang lain. Biarlah dia
melihatnya. Apa salahnya bermain-main? Kita semua kan orang sendiri."
Pipi Tiara langsung memerah. Tanpa
perlu berpikir, dia langsung berkata, "Kalau kamu sendiri yang pengin,
terus terang saja. Aku nggak tertarik."
Giliran wajah Regina yang merona. Dia
jelas tidak menyangka Tiara akan membalasnya seperti ini. Dia langsung
menundukkan kepalanya dan menatap Nathan dengan malu.
Bukannya Regina enggan bermain dengan
Dokter Nathan, tetapi dia harus memastikan hubungannya dengan pria itu lebih
dulu.
Nathan yang mendengar perkataan
mereka langsung tersedak.
Kedua gadis di hadapannya ini
bagaikan pemandangan yang sangat indah. Yang satunya menawan dan yang satunya
lagi polos. Keduanya adalah wanita cantik yang langka!
Namun, dua gadis itu benar-benar
berani berbicara dan hampir membuatnya tidak bisa menahan diri.
Tepat di saat ini, ada seorang pria
mengenakan jas mahal dan kacamata berbingkai emas berjalan mendekati meja mereka
dengan sopan.
"Halo, dua gadis cantik. Namaku
Julian Lysander. Aku merasa terhormat bisa bertemu kalian di sini."
Sembari berbicara, dia membuka kipas
lipat di tangannya.
Nathan dan dua gadis itu menyaksikan
adegan ini dengan bingung.
Pemuda yang tiba-tiba muncul ini
malah menggunakan kata-kata yang begitu kulot, seakan mereka kembali ke zaman
kuno dulu.
Yang lebih parah lagi, pemuda itu
juga memegang kipas di tangannya. Dia sedang meniru para ulama dan pelajar di
zaman dulu. Lucu sekali.
"Tuan Julian ... ada urusan apa
ya?" tanya Tiara.
Julian berkata dengan gembira,
"Aku baru saja turun dari gunung. Begitu sampai di Beluno, aku sama sekali
nggak sangka akan bertemu dengan dua gadis cantik seperti kalian."
"Suatu kehormatan bagiku bisa bertemu
dengan kalian. Jadi, aku datang ke sini dan ingin berkenalan dengan
kalian."
Regina mengangkat alisnya dan
berkata, "Dilihat dari gayamu berbicara, seharusnya kamu berasal dari
sekte bela diri?"
Julian membusungkan dadanya dan
berkata dengan bangga, "Benar, aku dari Sekte Pirata, salah satu dari tiga
sekte besar di Bimala."
"Pemimpin sekte itu adalah
pamanku!"
Regina terkejut dan bertanya,
"Bukankah Sekte Pirata kalian berjalan di Naroa? Mengapa kalian bisa
datang ke Beluno?"
Melihat Regina terkejut, Julian
bertambah puas. "Sekte Pirata kami mendominasi Bimala dan punya hubungan
baik dengan keluarga keluarga besar dan Serikat Dagang. Naroa hanyalah wilayah
jangkauan sekte kami. Tak lama lagi, Beluno juga akan dikuasai oleh sekte kami!
dari keluarga bangsawan Beluno
sepertinya, ini bukanlah berita baik.
"Tuan, misi kedatangan kita ke
Beluno adalah rahasia. Kenapa kamu memberi tahu mereka?"
Ada dua pelayan wanita yang berdiri
di belakang Julian.
Salah satu pelayan menatap Nathan dan
juga yang lainnya dengan tatapan tidak suka. Dia segera mengingatkan Julian.
Namun, Julian hanya tersenyum tipis
dan berkata, " Nggak apa-apa. Dua nona ini sangat berbakat. Nggak masalah
membiarkan mereka tahu."
Dia mengalihkan pandangannya dan
menatap Nathan, lalu berkata dengan nada merendahkan, "Tapi beda halnya
dengan bocah ini. Lantaran sudah mendengar rahasiaku, kita harus menutup
mulutnya."
"Begini saja, potong saja
lidahmu sendiri dan jadilah orang yang nggak bisa bicara mulai sekarang. Dengan
begitu, aku baru akan mengampuni nyawamu kali ini.”
No comments: