Bangkit dari Abu Kembalinya Nathan ~ Bab 12

Bab 12

 

Pemuda berambut kuning yang memasang wajah tidak bersahabat itu adalah Ken Sebastian, adik laki-laki Emilia yang tidak berguna.

 

"Kalian kalah bersaing, jadi sekarang berencana untuk merampok secara paksa?"

 

Nathan tampak acuh tak acuh dan tidak takut sedikit pun dengan parang di tangan Ken!

 

Tamara berkata dengan kejam, "Nathan, jangan lupa. Tanpa Emilia, kamu bukanlah siapa-siapa. Kamu sudah bersamanya selama tiga tahun dan dia telah memberimu segalanya. Mengapa kamu nggak membalasnya?"

 

Kata-katanya terdengar begitu indah!

 

Nathan tersenyum. Sorot matanya penuh ejekan. " Seharusnya kamu bilang, bersama dengan Emilia dalam tiga tahun ini, akulah yang memberikan segalanya padanya dan bukanlah dia yang memberikan segalanya."

 

"Cuih! Omong kosong!"

 

Tamara sangat emosi. "Hidupmu sendiri masih harus bergantung pada Emilia. Memangnya apa yang sudah kamu berikan padanya? Uh? Dasar nggak tahu malu!"

 

Nathan mencibir dan bertanya, "Benarkah? Seingatku, yang menegosiasikan kontrak-kontrak penting Grup Sebastian itu aku, 'kan?"

 

"Selain itu, bukankah putra bodohmu ini pernah dijebloskan ke dalam penjara? Akulah yang membantunya agar dia bisa dibebaskan. Demi uang, apa kalian sekeluarga menjadi begitu nggak tahu malu?"

 

Tamara sangat marah hingga dia merasa kepalanya berdengung.

 

"Kamu masih berani melawan. Waktu itu, bukankah kamu masih bersama dengan Emilia? Apa salahnya melakukan hal-hal kecil untuknya? Sekarang kamu malah merasa dirimu paling hebat?"

 

Ken tampak tidak sabar. "Bu, buat apa buang-buang waktu dengan bajingan yang nggak tahu berterima kasih ini? Biar aku yang melumpuhkannya saja."

 

Dia mengangkat parang di tangannya sambil berteriak, " Nathan, aku akan beri kamu satu kesempatan lagi. Kamu mau menyerahkan tanah itu atau nggak?"

 

Nathan berkata dengan nada datar, "Tanah itu sudah nggak berada di tanganku lagi. Maaf, aku nggak bisa menyerahkannya."

 

Ken sangat emosi. Bahkan, urat-urat di wajahnya terlihat jelas.

 

Akan tetapi, sebelum dia bergerak, Nathan kembali berbicara.

 

"Sekalipun ada di tanganku, berdasarkan sikap kalian yang seperti ini, apa mungkin aku akan menyerahkannya?"

 

"Kalau kalian datang ke sini untuk minta tolong, perlihatkanlah ketulusan kalian. Tapi kalau kalian hanya datang untuk bertingkah seperti orang penting, maaf, aku nggak tertarik menemani kalian bermain!"

 

Selesai berbicara, Nathan langsung berjalan pergi, tanpa melihat sedikit pun Ken yang memegang parang.

 

Mata Ken memerah. Dia menghentakkan kakinya dan berteriak, "Dasar bajingan! Berhenti di situ. Sudah kubilang, kalau kamu nggak menjelaskan semuanya dengan jelas hari ini, jangan harap kamu bisa pergi!"

 

Tamara meletakkan tangannya di pinggang dan tersenyum sinis. "Nathan, sebaiknya kamu patuh. Kamu harusnya tahu sifatnya Ken, 'kan? Kalau dia nggak senang, nggak ada yang bisa memastikan apa yang akan terjadi selanjutnya."

 

Nathan berkata dengan nada meremehkan, "Benarkah? Kalau begitu, aku ingin lihat apa yang bisa dia lakukan padaku!"

 

Tanpa dukungan Emilia, di mata Nathan, Ken tidak ada bedanya dengan seorang pecundang.

 

Tidak, seharusnya dia lebih buruk dibandingkan seorang pecundang.

 

"Kamu cari mati!"

 

Ken menggertakkan giginya dan langsung meluncurkan parang itu ke arah Nathan.

 

Lantaran punya seorang kakak CEO yang hebat, Ken sudah terbiasa memberi perintah baik di dalam rumah maupun di luar. Apalagi, belum ada seorang pun yang berani merientangnya. 1

 

Tamara tidak menyangka Ken akan sungguh-sungguh menebasnya. Wanita itu pun buru-buru berteriak, " Hentikan! Ken, cepat hentikan itu! Jangan sampai ada yang terbunuh!"

 

Namun, sudah terlambat. Ken telah bertekad. "Hari ini aku pasti akan memberinya pelajaran. Jangan harap ada yang bisa menghentikanku."

 

Tubuh Nathan tiba-tiba bergerak ke samping dan parangnya meleset!

 

"Sialan!"

 

"Karena kakakmu nggak bisa mengendalikanmu, biarlah aku yang mengajarimu bagaimana menjadi orang!"

 

Saat ini, sorot mata Nathan begitu dingin. Dia langsung mendaratkan sebuah tamparan di wajah Ken.

 

Tamparan itu seketika membuat tubuh Ken berputar-putar sampai kepalanya juga ikut berdengung.

 

Namun, itu masih belum berakhir.

 

"Plak, plak, plak!"

 

Nathan kembali menampar wajah Ken berulang kali.

 

Setelah itu, barulah Nathan menendangnya keluar. Diikuti dengan teriakan Ken, makanan yang dia telan tadi malam pun berhamburan keluar.

 

Tamara terkejut.

 

Mendapati wajah Ken yang memar dan bengkak sampai hampir tidak bisa dikenali lagi, dia bergegas mendekat sambil menjerit.

 

"Ken, Ken, kamu baik-baik saja? Dokter, kemarilah. Cepat selamatkan putraku!"

 

Nathan berkata dengan dingin, "Maaf, Rumah Sakit Perdana nggak menerima pasien sampah seperti ini!"

 

Tamara baru menyadari bahwa Nathan adalah seorang dokter.

 

Dia menatap Nathan dengan penuh kebencian. "Nathan, kamu bajingan. Tunggu saja pembalasanku. Ken itu adiknya Emilia. Putriku pasti akan membalas dendam padamu nanti!"

 

Sembari menangis, Tamara juga terus-terusan berteriak. Dia kemudian membawa Ken ke rumah sakit lainnya untuk diobati.

 

Nathan kembali memasang ekspresi datar dan berbalik menuju ke Rumah Sakit Perdana.

 

Dia sudah menunjukkan belas kasihan. Jika tidak, Ken sekarang mungkin sudah berubah menjadi... orang mati sungguhan!

 

Sebelum tiba di departemen rumah sakit, Regina mengiriminya sebuah pesan.

 

"Dokter Nathan, mau makan malam denganku malam ini?"

 

Nathan tidak ingin terlalu dekat dengan gadis licik ini. Jadi, dia pun menjawab, "Maaf Nona Regina. Aku sibuk malam ini!"

 

Regina membalasnya dengan emoji senyum sinis. "Aku sudah mencari tahu sebelumnya. Dokter Nathan, kamu yakin nggak punya waktu?"

 

Kepala Nathan terasa sakit. "Baiklah, aku akan ke sana malam ini!"

 

Sementara itu.

 

Regina, yang berada di vila Keluarga Suteja, mengenakan gaun tidur yang seksi. Memperlihatkan lekuk tubuhnya yang indah dan juga pemandangan putih di bawah gaunnya yang menjulang.

 

Sembari meletakkan ponselnya, dia tertawa keras hingga tubuhnya bergetar. "Nathan, jangan harap kamu bisa lolos dari genggamanku!"

 

Setelah mengenakan jas putih, Nathan masuk ke departemen tepat waktu.

 

Tepat di saat mendorong pintu, dia mendengar suara gadis yang menelas dari dalam.

 

"Kak Ruben, tolong jangan lakukan ini. Aku ... aku punya pacar!"

 

Nathan mengerutkan kening. Dia mengenali suara gadis ini. Bukankah ini suara Adel, perawat cantik di rumah sakit mereka?

 

"Siapa peduli kamu punya pacar. Cepat layani aku dengan mulutmu. Kalau nggak, aku akan membuatmu dipecat dari rumah sakit ini!"

 

"Nggak bisa. Kak Ruben, di sini rumah sakit. Bagaimana kamu bisa mengajukan permintaan seperti itu? Bagaimana kalau ...."

 

"Apa kamu mau bilang, bagaimana kalau ada orang yang melihat kita? Kamu kira aku akan takut? Ayahku adalah wakil kepala Rumah Sakit Perdana. Keluarga Buwana kani memegang kendali di Rumah Sakit Perdana ini. Cepat, buka mulutmu."

 

Adel mulai terisak-isak. "Kak Ruben, aku selalu menghormatimu dan menganggapmu seperti kakak laki-lakiku. Mengapa kamu memperlakukanku seperti ini? Huhu. Jangan begitu!"

 

"Dasar gadis busuk! Sepertinya kamu nggak tahu diuntung. Bukankah kamu bilang menganggapku seperti kakak laki-lakimu? Kalau begitu, kamu harus melayaniku dengan patuh. Kalau kamu membuatku puas, aku akan minta ayahku untuk mempromosikanmu menjadi kepala perawat."

 

"Ja, jangan ...."

 

Plak!

 

Terdengar tamparan keras, diikuti tangisan perawat yang bernama Adel itu.

 

Dasar berengsek!

 

Memasang ekspresi muram, Nathan langsung mendorong pintu dengan kasar hingga terbuka dan bergegas masuk.

 

Di dalam ruangan itu, Ruben tampak menurunkan celananya hingga ke lutut dan menatap perawat bernama Adel itu dengan ekspresi cabul.

 

Perawat itu memiliki paras yang manis, dengan dua lesung pipi yang terlihat saat dia tersenyum. Adel sudah menangis sesenggukan.

 

Melihat Nathan yang tiba-tiba masuk, Adel seakan-akan menemukan penyelamatnya.

 

"Dokter Nathan. Huhu. Tolong aku, tolong aku."

 

Perawat itu terisak dan langsung berlari di belakang Nathan.

 

Nathan menatap Ruben dengan ekspresi dingin. "Pakai celanamu, sekarang juga!"

 

Ruben mendengus dingin. Dia tidak malu sedikit pun. 11 Aku malah sengaja nggak mau pakai. Memangnya kamu bisa apa?"

 

"Jujur saja. Nathan, aku sudah lama nggak senang padamu. Kamu punya keterampilan medis yang hebat dan bisa menyenangkan Nona Regina. Tapi terus terang, kamu tetaplah seorang pecundang yang nggak berguna."

 

"Kenapa? Dari tampangmu ini, sepertinya kamu ingin menghajarku? Kalau kamu punya nyali, coba sentuh aku. Tanpa bantuan Emilia dan Regina, aku bisa dengan mudah membunuhmu!"

 

Ruben masih belum menarik celananya. Dia memandang Nathan dengan tatapan jijik.

 

"Baiklah. Kalau kamu nggak mau pakai, seterusnya kamu juga nggak perlu pakai lagi."

 

Sambil berbicara, Nathan menendang dan memukul selangkangan Ruben.

 

Buk bak .... Tampaknya buah zakar Ruben telah pecah. Membuatnya orang yang mendengar suara itu terkejut.

 

Ruben menjerit. Wajahnya pucat pasi. Dia memegang selangkangannya erat-erat, lalu terjatuh ke lantai.

 

Rasa sakit yang hebat membuatnya menggertakkan giginya rapat-rapat. Seluruh tubuhnya kejang-kejang dan mulutnya juga mulai berbusa.

 

Perawat itu ketakutan. "Dokter Nathan, tendanganmu sudah membuat... buah zakarnya pecah?"

 

Bab Lengkap

Bangkit dari Abu Kembalinya Nathan ~ Bab 12 Bangkit dari Abu Kembalinya Nathan ~ Bab 12 Reviewed by Novel Terjemahan Indonesia on May 02, 2025 Rating: 5

No comments:

Powered by Blogger.