Bab 51
Nathan dengan santai mengeluarkan
ramuan abadi yang tersisa.
Napas Tuan Besar Aswin tiba-tiba
memburu. Dia hampir mencoba untuk merebut anggur itu.
"Ada begitu banyak. Astaga,
setidaknya masih seperempat botol lagi. Kalau dipasarkan, harganya bisa
mencapai 14 hingga 16 miliar. Kamu benar-benar murah hati, Nak!"
Ken tidak puas dan langsung berkata,
"Kakek Aswin, apa anggur bobrok ini sungguh begitu hebat seperti yang kamu
ucapkan itu?"
Tuan Besar Aswin melotot dan berkata,
"Dasar bocah. Kalau kamu nggak paham, sebaiknya diam saja."
"Ramuan abadi ini dibuat dari
ratusan obat-obatan spiritual berkualitas tinggi dan butuh waktu tujuh hari
tujuh malam untuk memfermentasinya di tempat pembuatan anggur milik
pribadi."
"Apalagi, ini baru langkah
pertama dalam pembuatan anggur ini. Langkah selanjutnya, anggur ini harus
disimpan dalam gudang bawah tanah setidaknya tiga puluh tahun. Setelah itu,
baru bisa dikeluarkan."
"Dilihat dari kualitas anggur
yang dibawa Nathan, anggur itu pasti sudah disimpan setidaknya 80 tahun. Jadi,
anggur ini benar-benar nggak ternilai harganya."
Tuan Besar Arga tertawa terbahak-bahak
dan berkata, " Haha. Sudah kubilang, mana mungkin Nathan menyenangkanku
dengan anggur lokal."
Anggota Keluarga Sebastian tidak lagi
tenang. Saat menatap anggur yang dibawa Nathan, mata mereka tampak berbinar.
"Tak disangka, ada anggur yang
begitu langka dan istimewa di dunia ini. Aku juga harus mencicipinya!"
"Aku juga mau!"
"Jangan rebutan. Semuanya akan
kebagian. Aku juga mau minum!"
Semua orang sibuk dan berjuang keras
agar bisa mencicipi anggur tersebut.
Tuan Besar Aswin melirik anggur
Edward, lalu melengkungkan bibirnya sambil berkata, "Kualitas anggur yang
sesungguhnya akan terbukti setelah membandingkannya. Kalau dibandingkan dengan
ramuan ajaib ini, yang dikatakan Ken memang benar, Moutai dan Genora ini
hanyalah sampah."
Edward yang duduk di samping hanya
bisa tersenyum pahit.
Dia diam-diam mengepalkan tangannya
di bawah meja.
Tak disangka, pecundang seperti
Nathan malah bisa lebih unggul dirinya.
Emilia menatap Nathan dengan sepasang
matanya yang indah dan bertanya, "Nathan, nggak disangka, ternyata
anggurmu begitu berharga. Mengapa kamu nggak menjelaskannya barusan?"
Nathan hanya menjawab dengan nada
datar, "Kalau aku menjelaskan, apa kalian mau dengar?"
Tamara merasa tidak senang.
"Apanya yang perlu dibanggakan? Bukankah hanya sebotol anggur!"
Dia menatap Edward dan berkata dengan
bangga, " Menantuku, bukankah kamu sudah menyiapkan hadiah berharga untuk
Kakek Arga? Cepat keluarkan dan tunjukkan pada semua orang!"
Emilia terkejut dan berkata, "Edward,
kamu juga menyiapkan hadiah berharga untuk Kakek? Kok aku nggak tahu?"
Edward berkata dengan rendah hati,
"Nggak termasuk hadiah berharga, kok. Ini hanya Pil Mujarab yang aku dapat
dari Gunung Grima dalam perjalanan pulang. Aku rasa pasti akan sangat
bermanfaat untuk kesehatan Kakek!"
Sembari berbicara, dia membuka sebuah
kotak brokat yang indah dan memperlihatkan sebuah pil sebesar buah lengkeng.
"Pil Mujarab dari Gunung Grima
benar-benar barang bagus. Dengar-dengar, pil ini khusus diberikan kepada para
pemimpin negara dan kepala keluarga kaya di ibu kota. Orang biasa nggak akan
mampu membelinya meskipun mereka punya uang!"
"Konon, yang bisa membuat Pil
Mujarab ini hanyalah pendeta tua dari Gunung Grima. Katanya pil ini punya
khasiat ajaib untuk memperpanjang nyawa dan bisa menghidupkan kembali orang
sekarat. Pil ini sangat berharga!"
"Di seluruh Beluno ini, konon
Dokter Bayu berlutut selama tiga hari tiga malam di Gunung Grima sebelum
memperoleh Pil Mujarab. Apalagi, kejadian ini sudah bertahun-tahun yang lalu.
Tak disangka, Tuan Edward punya kekuatan yang begitu besar. Pemuda ini
benar-benar hebat!"
Orang-orang dari Keluarga Sebastian
tidak lagi tenang dan tampak terkejut.
Tamara tersenyum lebar. Wajahnya juga
tampak berseri-seri. "Hanya Edward kami yang punya kemampuan untuk
mendapatkan harta langka seperti ini."
"Huh! Dibandingkan dengan ini,
Anggur Abadi itu sama sekali bukanlah apa-apa!"
Demi menyombongkan diri, dia bahkan
mengucapkan kalimat dalam dialek lain.
No comments: