Bab 50
Saat ini, Nathan pun berkata dengan
nada datar, " Anggur yang kubawa bukanlah anggur lokal. Ini juga bukan
anggur yang bisa diseduh oleh kilang anggur."
Tamara tampak emosi dan berkata,
"Nathan, apa kamu akan mati kalau nggak membual? Anggur yang kamu bawa
bukan anggur lokal? Jadi, maksudmu itu Anggur Abadi?"
"Benar. Ini memang Anggur
Abadi!" jawab Nathan.
Semua anggota Keluarga Sebastian
tercengang, kemudian tertawa terbahak-bahak.
Konyol! Konyol sekali!
Dia bahkan berani bilang itu Anggur
Abadi? Pecundang ini sungguh tidak tahu malu.
Edward memperlihatkan senyum penuh
arti di wajahnya. Sungguh suatu penghinaan bagi tuan muda sepertinya, jika
dibandingkan dengan pecundang seperti itu.
Tuan Besar Arga menghiburnya.
"Nathan, meski anggurmu kualitasnya rendah, kita juga nggak perlu bersaing
dengan orang lain."
"Sama halnya dengan kata bijak
ini, jangan kejar kupu-kupu, perbaiki kebun maka kupu-kupu akan datang dengan
sendirinya!"
Nathan mengangguk dan berkata,
"Kakek benar. Aku akan mengingatnya."
Emilia hanya menggelengkan kepalanya.
Pria ini bahkan tidak memahami makna dari perkataan kakeknya. Menyedihkan
sekali.
"Oh, semuanya sudah mulai makan
ya. Haha, Kak, aku datang terlambat!"
Saat ini, ada kerabat yang datang ke
kediaman Sebastian lagi.
Adik laki-lakinya Tuan Besar Arga,
Tuan Besar Aswin Keluarga Sebastian. Beliau telah berdagang barang antik di ibu
kota selama bertahun-tahun.
Tuan Besar Arga tersenyum dan
berkata, "Aswin, kamu datang di waktu yang tepat. Ayo temani aku minum.
Ada banyak anggur bagus malam ini!"
Tamara tersenyum dan berkata,
"Paman Aswin, kamu harus minum anggur langka dan berkualitas baik.
Kebetulan, anggur pemberian Edward bisa memuaskan keinginan Paman Aswin."
Ken telah menuangkan segelas Moutai
dan meletakkannya di depan Aswin. "Kakek Aswin, ini Moutai yang berusia
lebih dari 50 tahun. Kakak iparku membawanya ke sini, silakan dicoba!"
Tuan Besar Aswin sangat gembira.
"Ada hal yang begitu baik. Kalau begitu, biarlah aku mencicipinya!"
Dia mengulurkan tangan untuk
mengambil gelas itu.
Namun saat melihat anggur di hadapan
Tuan Besar Arga, dia langsung menunjukkan ekspresi tidak percaya dan buru-buru
merebutnya.
Tindakan ini benar-benar di luar
ekspektasi semua anggota Keluarga Sebastian.
Tamara buru-buru berteriak,
"Paman Aswin, jangan diminum. Itu anggur murahan yang nggak seharusnya
disajikan di jamuan makan. Letakkan saja!"
Sayangnya, Tuan Besar Aswin tidak menggubrisnya.
Dia mendekatkan gelas anggur itu ke hidungnya, mencium aromanya, lalu
menghabiskan semuanya dalam satu teguk.
Kemudian, sambil memperlihatkan
ekspresi mabuk yang belum terpuaskan, dia berkata dengan atitusias, "Tak
disangka, di kota kecil seperti Beluno, aku masih bisa menikmati anggur sebagus
ini."
Dia menatap anggota Keluarga
Sebastian sambil bertanya, "Dari mana kalian mendapatkan Anggur Abadi ini?
Anggur ini benar-benar mewah."
"Mana sisanya? Jangan diminum
lagi. Aku akan bayar kalian 10 miliar. Jadi, berikan sisanya kepadaku, termasuk
botolnya."
Semuanya tercengang!
Baik itu anggota Keluarga Sebastian,
termasuk Edward, semuanya memperlihatkan ekspresi keterkejutan.
Tuan Besar Aswin masih mendesak.
"Kenapa kalian semua diam saja? Cepat berikan padaku! Tahukah kalian dari
mana anggur ini berasal? Anggur Abadi ini bernilai setara dengan emas!"
Mendengar itu, semua anggota Keluarga
Sebastian tidak bisa duduk diam lagi.
Yang pertama berteriak adalah Tamara.
"Paman Aswin, apa karnu mabuk? Anggur ini hanyalah anggur murahan, sama
sekali bukan Anggur Abadi."
Tuan Besar Aswin berkata dengan nada
tidak senang, " Wawasanmu masih kurang. Aku sudah tinggal di ibu kota
begitu lama, mana mungkin wawasanku lebih rendah dibandingkan kamu?"
"Huh! Aku beri tahu kalian saja.
Aku cukup beruntung dan pernah mencicipi setengah gelas kecil di rumah seorang
bangsawan di ibu kota. Sampai sekarang, aku bahkan nggak bisa melupakan
rasanya!"
Semua anggota Keluarga Sebastian
terkejut. Kemudian, mereka serempak memandang Nathan.
Ekspresi wajah Nathan tampak tenang.
"Ramuan abadi, yang umumnya dikenal sebagai Anggur Abadi, sesuai
namanya."
"Asal usulnya memang ada
hubungannya dengan ibu kota sana."
Tuan Besar Aswin memuji. "Benar
sekali. Sepertinya hanya kamu yang memiliki wawasan di ruangan ini. Kalau
begitu, aku rasa anggur ini pasti ada di tanganmu, ' kan?"
No comments: