Bab 134
Lantaran sudah punya mobil sendiri,
Nathan juga tidak akan merepotkan Emilia lagi.
Setelah masuk ke dalam mobil, Nathan
menginjak pedal gas dan langsung menuju ke Departemen Proyek Gluton.
Emilia menatap mobil Porsche yang
dengan cepat menghilang dari pandangannya. Saking kesalnya, día sampai
menghentakkan kaki.
Setelah mereka putus, Nathan makin
tidak peduli dengannya.
Nathan kini mengendarai mobil mewah.
Pria itu juga dipromosikan sebagai wakil kepala Rumah Sakit Perdana. Bima
Nugroho, orang paling kaya di Beluno, juga menyukainya. Dia mempercayakan
tugas-tugas penting dan memberikan posisi pimpinan departemen Grup Nugroho pada
Nathan .....
Jika status-status itu digabung semuanya,
Nathan sepertinya juga tidak jauh berbeda dengan Emilia, CEO Grup Sebastian.
"Apa aku sungguh sudah salah
menilai Nathan?"
Suasana hati Emilia terasa rumit. Dia
bergumam pada dirinya sendiri.
Namun tak lama kemudian, dia merasa
dirinya sudah berpikir terlalu jauh.
Segala yang dimiliki Nathan sekarang
diperolehnya merupakan hasil bantuan orang lain.
Bagaimana pria seperti itu pantas
menjadi pasangan hidupnya?
Yang Emilia inginkan adalah pria yang
bisa meyakinkannya, punya bakat dan pengetahuan nyata serta bisa menaklukkan
hatinya.
Alih-alih pria yang hanya bisa
mengandalkan wanita seperti Nathan!
Di Departemen Proyek Gluton.
Tak lama kemudian, Nathan dan Emilia
juga telah sampai.
Saat melihat Nathan keluar dari mobil
Porsche, mata Tamara dan Ken langsung terbelalak.
"Dari mana pecundang ini punya
uang untuk membeli mobil mewah seperti itu?"
Ken sangat cemburu dan iri.
Hati Tamara terasa getir. Dia
kemudian berkata dengan nada meremehkan, "Mobil ini jelas bukan miliknya.
Aku berani jamin, mobil itu dia sewa atau pinjam dari orang lain."
Ken mengangguk cepat. "Ya, pasti
seperti itu. Kalau nggak, mana mungkin pecundang sepertinya bisa mengendarai
Porsche. Aku rasa dia sengaja menggunakan mobil mewah itu untuk pamer dan menarik
perhatian gadis-gadis."
Saat ini, Emilia datang dan bertanya,
"Bu, Ken, apa Pak Henry dari perusahaan material sudah datang?"
"Dia baru saja datang. Sekarang
lagi minum teh di dalam dan menunggumu datang bahas kerja sama," jawab
Tamara.
Emilia menganggukkan kepalanya.
"Ok. Kalau begitu, ayo kita masuk ke dalam."
Ken menghentikan Nathan dan berkata,
"Kak Emilia, kita mau bahas masalah dengan Pak Henry, mengapa Nathan juga
ikut?"
"Jangan main-main. Nathan
sekarang mewakili Grup Nugroho. Kalau dia nggak datang ke sini, masalah ini
nggak akan bisa dibahas," kata Emilia.
Ken dengan enggan menyingkir dan
memperingatkan," Nathan, aku beri tahu dulu, yang mau kakakku temui ini
adalah Pak Henry dari Grup Makarim. Jadi, jangan sembarang bertindak dan mempermalukan
kakakku."
Nathan melirik Ken dan berkata,
"Pria nggak becus sepertimu-lah yang akan mempermalukan kakakmu."
Wajah Ken langsung memerah. Dia pun
berkata dengan marah, "Siapa yang kamu sebut nggak becus? Katakan sekali
lagi kalau kamu berani."
Tamara berkacak pinggang sambil
berkata, "Nathan, atas dasar apa kamu menceramahi putraku di sini?
Memangnya kamu berhak?"
Nathan mencibir. "Apa yang aku
katakan salah? Yang berguna dalam Grup Sebastian saat ini hanya Emilia
seorang."
"Baik kamu, ibunya yang sombong
ataupun adiknya yang hanya tahu minta uang, nongkrong di bar, dan bermain
dengan wanita, siapa di antara kalian yang bisa membantu Emilia?"
Dikatakan seperti itu, harga diri
Tamara dan Ken seakan terhina. Mereka sedih sekaligus marah, tetapi tidak ada
kata-kata yang keluar dari mulut keduanya.
Grup Sebastian pada dasarnya memang
bergantung pada Emilia seorang saja.
Peran yang mereka berdua mainkan
hanyalah meminta uang, mengandalkan kemampuan Emilia untuk mendatangkan
kekayaan bagi mereka.
"Emilia, dengar apa yang
dikatakan bajingan ini. Dia mengatakan kami seolah-olah kami ini hanya beban
bagimu. Apa benar ibumu dan adikmu nggak menolongmu sama sekali?"
Tamara menangis dan langsung mengadu
pada putrinya. Dia tampak seperti akan mengamuk saat itu juga.
Emilia menghela napas tak berdaya.
"Bu, Pak Henry dan yang lainnya masih duduk di dalam. Bisakah kamu dan Ken
berhenti membuat masalah?"
Setelah itu, dia menatap Nathan dan
berkata dengan nada dingin, "Pak Nathan, mereka adalah ibuku dan adikku.
Apa pun yang terjadi pada mereka, itu adalah urusan keluargaku. Aku harap kamu
nggak ikut campur."
Bab 135
Nathan berkata dengan nada datar,
"Aku hanya nggak ingin orang-orang nggak berguna ikut campur dalam kerja
sama kita. Bu Emilia, jangan lupa bahwa setengah dari kekuatan pengambilan
keputusan proyek ini masih ada di tanganku."
Tamara dan Ken sangat kesal, tetapi
mereka tidak berani mengatakan apa-apa. Keduanya hanya bisa memendam amarah
dalam hati.
Tamara dan Ken tentu ingin
mengandalkan Emilia yang cakap untuk menghasilkan uang dari proyek tersebut.
Namun jika Nathan tidak setuju,
mereka terpaksa harus meninggalkan tempat itu dengan patuh.
Emilia berkata dengan serius,
"Jangan khawatir, Pak Nathan. Ibu dan adikku nggak akan menyalahgunakan proyek
Gluton. Aku pasti akan memisahkan masalah kerjaan dengan masalah pribadi!"
"Tapi pemikiran dan sikap Pak
Nathan sungguh mengagumkan."
Selesai berbicara, Emilia pun
berjalan memasuki kantor proyek sambil memasang ekspresi dingin.
Tamara tersenyum bangga dan berkata,
"Nathan, Emilia adalah putriku kesayanganku dan dia juga kakak kandungnya
Ken. Orang luar sepertimu nggak pantas bersaing dengan kami, jadi
menyerahlah!"
Nathan sama sekali tidak merasa
terganggu, tetapi dia hanya tersenyum dan berkata, "Kini aku akhirnya
mengerti mengapa Emilia terkadang begitu bodoh."
"Ternyata ini karena gen
keluarga. Kalian sekeluarga benar-benar punya garis keturunan yang kuat."
Tamara dan Ken langsung marah.
Keduanya ingin menelan Nathan hidup-hidup.
"Bajingan ini berani menghina
orang seperti itu. Aku pasti nggak akan membiarkannya begitu saja."
Lagi-lagi Tamara kehilangan
kesabarannya.
Sayangnya, Nathan tidak
menghiraukannya sama sekali dan berjalan ke ruang proyek dengan cepat.
Di dalam ruangan ada Pak Henry dari
Grup Makarim yang berperut buncit, Lelaki itu sedang bersandar di sofa dan
merokok bersama lima pengawalnya.
Begitu masuk ke dalam, Emilia
langsung mencium bau asap yang memenuhi ruangan itu. Namun, dia hanya menahan
diri dan tidak mengatakan apa-apa.
Pak Henry menyeringai dan berkata,
"Bu Emilia sudah datang. Ayo, silakan duduk."
Emilia berkata dengan nada dingin,
"Pak Henry, sebelum kita membahas kerja sama, bisakah kamu menurunkan
kakimu dari meja dulu?"
Tahi lalat hitam besar di mulut Pak
Henry bergetar. Dia berkata sambil tertawa, "Bu Emilia, apa kamu memandang
rendah diriku? Kalau memang begitu, kita juga nggak perlu bahas kerja sama lagi
hari ini."
Emilia mengerutkan kening. Dia baru
saja mau bicara.
Ken yang berdiri di belakang sudah
maju lebih dulu dan berteriak, "Pak Henry, memangnya kamu siapa? Beraninya
kamu bicara seperti itu kepada kakakku?"
"Ya sudah kalau nggak mau bahas
'lagi. Cepat bangkit dan enyah dari sini."
Pak Henry yang sedang duduk di sofa
tiba-tiba berdiri sambil memasang ekspresi galak di wajahnya. "Bajingan
kecil, kamu pikir kamu siapa? Apa kamu berhak mengajariku di sini?"
"Asal Grup Sebastian kalian
tahu, bahan-bahan yang kalian inginkan semuanya ada di Grup Makarim kami.
Lantaran sikap kalian seperti itu, aku akan tegaskan satu hal di sini.
Siap-siap saja proyek kalian akan dibatalkan."
Selesai berbicara, Pak Henry bersiap
pergi bersama pengawalnya.
Emilia buru-buru mencairkan
ketegangan itu sambil berkata, "Pak Henry, adik saya nggak tahu apa-apa dan
sudah membuat Anda tersinggung. Tolong jangan anggap serius kata-katanya."
"Anda duduk dulu. Kita bisa
bahas baik-baik."
Setelah menenangkan Pak Henry, Emilia
berbalik dan menatap Ken dengan dingin.
"Diamlah. Kalau kamu masih ikut
campur, keluarlah dari sini."
Ken tertegun, tetapi amarahnya masih
tidak berkurang." Kak, bos menyebalkan ini terlalu memandang tinggi
dirinya sendiri. Lihat sikapnya, seolah-olah kita sedang memohon padanya. Aku
sungguh sulit menoleransinya."
Mendengar itu, Nathan hanya bisa
menggelengkan kepalanya.
Dengan temperamen adiknya Ken, akan
aneh jika mereka tidak mendapat masalah cepat atau lambat.
Bab 136
Pak Henry yang duduk bersandar di
sofa tersenyum sinis. "Memandang kamu itu adiknya Bu Emilia, aku nggak
akan perhitungan denganmu."
"Tapi anak muda, aku ingin
menasihatimu. Jangan menilai orang dari penampilannya. Kamu kira dari mana
datangnya kepercayaan diriku untuk bersikap sombong seperti ini?"
Tamara membela putranya.
"Bukankah hanya seorang CEO kaya baru? Apa hebatnya?"
Pak Henry mendengus dingin.
"Wanita tua, kamu juga suka memandang rendah orang lain, 'kan? Haha. Kamu
bisa tanyakan kehebatanku pada Bu Emilia."
"Tanpa aku, proyek Gluton kalian
nggak mungkin bisa berhasil."
Tamara dan Ken dipenuhi dengan kebencian.
Mereka sangat tidak puas.
Sebelum menunggu keduanya berbicara,
Emilia sudah menegurnya. "Bu, kalian sungguh ingin mengacaukan
masalah?"
"Untuk proyek Gluton, hanya Grup
Makarim yang punya material berkualitas terjamin. Atau apa kalian bisa mencari
pemasok material baru untukku?"
Tamara dan putranya tidak berani
berbicara lagi. Mereka hanya berdiri di samping dengan kepala tertunduk.
Pak Henry tersenyum puas. "Bu
Emilia memang wanita hebat di komunitas bisnis Beluno dan juga CEO yang
berkelas. Selain cantik, Bu Emilia juga sangat pandai berbisnis,"
Emilia berkata dengan nada datar,
"Pak Henry terlalu memuji. Barusan keluargaku sudah salah. Aku minta
maaf."
"Sekarang, ayo kita bahas
tentang pasokan material Grup Makarim."
Pak Henry tertawa. Dia melambaikan
tangannya dan berkata, "Nggak usah buru-buru. Masalah ini nggak
mendesak."
Sambil menjentikkan jarinya, Henry
berkata kepada pengawalnya. "Lakukanlah!"
Detik berikutnya, dua pengawal
langsung maju ke depan. Yang satunya meletakkan dua gelas di atas meja dan yang
satunya lagi membuka anggur merah dan mengisi kedua gelas itu.
Melihat itu, Emilia mengerutkan
kening dan bertanya, " Pak Henry, apa maksudnya?"
Pak Henry mengambil segelas anggur
dan berkata sambil tersenyum, "Apa maksudku? Tentu saja, aku ingin
bersulang dengan Bu Emilia untuk merayakan kerja sama kita yang sukses."
Emilia menolak dengan halus.
"Tapi kontrak kita masih belum ditandatangani. Aku bisa minum bersama Pak
Henry setelah kita menyelesaikan masalah kontrak."
Henry tersenyum dan berkata, "Bu
Emilia, sebelum membahas bisnis denganku, aku biasanya punya tiga aturan. Apa
Bu Emilia nggak tahu?"
"Pertama, minum sedikit anggur
untuk melembapkan tenggorokan. Kedua, bermainlah dengan model-model muda untuk
menghilangkan stres. Ketiga, sembari bermain dengan model-model muda, aku juga
akan minum-minum. Bukankah itu merupakan kenikmatan tertinggi dalam
hidup?"
Berbicara sampai di sini, mana
mungkin Emilia tidak mengerti apa yang dimaksud Pak Henry?
Emilia berusaha menahan rasa jijiknya
dan berkata dengan nada dingin, "Pak Henry, aku akan segera bertunangan
dengan putra sulung Keluarga Halim. Jadi, maaf, Pak Henry, aku nggak bisa
menemanimu minum."
Ken menggertakkan giginya dan
berkata, "Pak Henry, kamu ingin minum, 'kan? Biarlah aku yang menemanimu
minum."
Tamara juga tersenyum dan berkata,
"Lantaran Pak Henry suka minum, kita bisa pergi ke restoran untuk minum
setelah kontrak ditandatangani. Grup Sebastian kami akan traktir dan memastikan
Pak Henry akan bersenang-senang."
Wajah Pak Henry berubah gelap. Dia
mendengus. "Bu Emilia, orang-orangmu banyak omong. Tolong suruh mereka
diam saja. Jangan sampai mereka memengaruhi suasana hatiku."
"Aku tahu kamu akan bertunangan
dengan Tuan Edward. Semua orang di Beluno sudah tahu masalah ini. Keluarga
Sebastian kalian juga termasuk mendapatkan menantu kaya."
Sambil tersenyum sinis, Pak Henry
berkata dengan nada bercanda, "Tapi aku nggak melakukan apa pun padamu
kan, Bu Emilia? Aku hanya ingin minum denganmu. Meski Tuan Edward tahu, dia
juga nggak bisa melakukan apa pun padaku."
Emilia berusaha menahan rasa jijik
dan berkata, " Baiklah. Kalau begitu, aku akan temani Pak Henry minum. Aku
harap Pak Henry nggak mabuk dan kita masih bisa membahas bisnis."
Pak Henry tidak bergerak, tetapi
memandang Emilia sambil menjilat bibirnya. "Bu Emilia sangat lugas, tapi
aku masih punya satu permintaan."
Bab 137
"Pak Henry, apa kamu nggak
merasa permintaanmu terlalu banyak?"
Emilia mengucapkan kata-kata itu
sambil menggertakkan giginya.
Henry ini benar-benar menguji batas
kesabarannya.
Pak Henry tersenyum dan berkata
dengan tenang, "Bu Emilia, jangan marah dulu. Dengarkan aku. Wanita cantik
sepertimu akan segera menjadi wanita Tuan Edward. Jujur saja, aku merasa nggak
enak."
"Apa di antara kalian ada yang
bisa membayangkan bagaimana rasanya merindukan sesuatu, tapi nggak bisa
mendapatkannya? Hanya bisa memandangnya, tapi nggak bisa menikmati
rasanya?"
Ken berkata dengan nada tidak sabar,
"Pak Henry, langsung katakan saja apa yang kamu inginkan. Jangan omong
kosong. Kecuali Tuan Edward, nggak ada pria lain yang pantas untuk
kakakku."
"Aku juga berpikir demikian. Bu
Emilia dan Tuan Edward itu pasangan serasi!" ucap Pak Henry sambil
tertawa.
"Jadi, aku nggak berani minta
yang lain lagi. Aku hanya punya satu permintaan kecil. Aku ingin Bu Emilia
menyilangkan tangan untuk bertukar gelas dan minum anggur bersamaku sambil
bertatap muka. Sejujurnya, permintaan ini nggak berlebihan, 'kan?"
Di bawah tatapan gemetar dari tiga
anggota Keluarga Sebastian, Pak Henry kembali melanjutkan tanpa malu-malu.
"Orang Barat sana biasanya saling menyapa dengan ciuman, bukankah itu
etiket yang normal? Sedangkan aku hanya ingin minum segelas anggur dengan Bu
Emilia. Haha. Aku janji, hanya minum segelas saja."
Emilia sangat jijik. Tak disangka,
setelah bicara panjang lebar, Henry punya niat jahat padanya.
Tanpa berpikir panjang, Emilia
langsung menolak. " Maaf, aku nggak bisa memenuhi permintaan Pak Henry.
Tamara juga langsung memakinya.
"Henry, kamu pasti memikirkan wanita sampai gila, 'kan? Kalau kamu ingin
bermain, pergi cari wanita murahan. Beraninya kamu mengincar Emilia kami? Apa
kamu nggak bercermin dan lihat wajah bopengmu itu? Menjijikkan sekali!"
"Masih berani berharap untuk
bertukar gelas anggur dengan kakakku? Aku sarankan, sebaiknya Pak Henry ajak
wanita tua saja," ucap Ken dengan nada meremehkan.
Pak Henry sangat marah dan berdiri
sambil berteriak keras, "Baiklah. Lantaran Grup Sebastian kalian nggak
menghargai kami, jangan harap kalian akan mendapatkan pasokan bahan-bahan dari
kami."
Selesai berbicara, wajah Henry
langsung berubah. Dia bangkit dari tempat duduknya dan bersiap untuk pergi.
Emilia panik, tetapi tidak bisa
berbuat apa-apa.
Jelas-jelas Pak Henry ingin mengambil
keuntungan darinya dan punya niat jahat.
Namun jika mereka tidak bisa
mendapatkan pasokan material dari Grup Makarim, proyek baru mereka tidak akan
bisa dimulai.
Apa yang harus dia lakukan?
Tamara langsung menghalanginya dan berkata
dengan kasar, "Henry, kamulah yang nggak menghargai kami. Kamu nggak boleh
pergi. Kamu harus menandatangani kontrak dengan Grup Sebastian kami dulu."
Wajah Pak Henry berubah gelap.
"Minggir, dasar wanita tua. Berani mengancamku? Kamu pikir kamu siapa?"
Dia langsung melayangkan sebuah
tamparan dan membuat Tamara terhempas.
Tamara terbiasa keras kepala.
Sayangnya, sekarang dia bertemu dengan lawan yang kejam. Dia dipukul dengan
keras hingga separuh wajahnya bengkak. Dia terjatuh ke bawah sambil berteriak.
Emosi Ken langsung mendidih. Dia pun
berteriak, " Bajingan!"
Dia bergegas maju ke depan dan hendak
memukul Pak Henry.
Alhasil, perutnya langsung ditendang
oleh pengawal Henry. Dia memuntahkan semua isi perutnya dan mengerang kesakitan
sambil memegangi perutnya.
"Dasar nggak berguna! Kalau
bukan karena Keluarga Halim masih punya pengaruh di Beluno, aku pasti akan
memberi pelajaran pada kalian hari ini."
"Beraninya kalian bersikap
lancang di hadapanku? Coba kalian tanyakan pada orang lain. Apa ada orang yang
aku takuti di Beluno ini?"
Pak Henry langsung meludah ke arah
Ken yang tergeletak di lantai. Dia mengangkat kepalanya tinggi-tinggi dan
ekspresi wajahnya penuh penghinaan.
"Bu Emilia, kalau kamu
menginginkan material, datanglah ke perusahaanku, bertukar gelas anggur dan
minum denganku. Oh ya, kamu juga harus mengenakan stoking hitam."
"Kalau nggak sanggup
melakukannya, maaf, siap-siap saja proyek kalian dibatalkan."
Kemudian, dia berbalik dan
menambahkan kata-katanya pada Emilia, yang mana wajahnya sudah berubah pucat
pasi.
Setelah itu, Henry baru merapikan
jasnya, menyenandungkan lagu, kemudian meninggalkan tempat itu tanpa
menghiraukan Keluarga Sebastian lagi.
Bab 138
Emilia hanya merasakan perasaan tidak
berdaya dalam hatinya.
Saat menghadapi gangster seperti itu,
identitasnya sebagai CEO Grup Sebastian juga tidak akan berguna.
Namun, jika meminta Emilia langsung
menelepon Edward, dia juga tidak mau.
Emilia tidak ingin membuat dirinya
tampak tidak berguna dan terus-terusan meminta bantuan Tuan Edward dalam segala
hal.
Namun, ibu dan adiknya dipukul di
hadapannya. Apalagi, kerja sama mereka juga tidak berhasil.
Bisa dikatakan, Grup Sebastian sudah
kehilangan segalanya, tetapi tidak mendapatkan hal yang baik.
Tepat di saat Pak Henry sampai di
depan pintu.
Nathan yang dari tadi tidak berbicara
pun menghentikannya.
"Pak Henry memukul orang dan
pergi begitu saja, bukankah ini keterlaluan?"
Pak Henry mendongak dan berkata
dengan bibir mengerucut, "Dari mana asal bajingan ini? Kalau nggak mau
mati, aku sarankan sebaiknya kamu keluar saja dari sini."
Nathan berkata dengan nada datar,
"Aku orang yang bertanggung jawab dalam proyek ini. Kamu boleh nggak
bekerja sama dengan kami, tapi kalau kamu nggak boleh sembarangan memukul orang
di wilayahku."
Pak Henry tertawa terbahak-bahak.
"Apa katamu? Ini wilayahmu? Apa salahnya aku memukul orang? Hahahaha. Lucu
sekali."
"Aku bahkan nggak takut dengan
orang-orang dari Grup Sebastian. Kamu pikir kamu siapa? Beraninya kamu
memprovokasiku?"
Nathan berkata dengan suara rendah,
"Aku hanya beri kamu satu kesempatan. Segera minta maaf dan beri biaya
pengobatan."
"Kalau nggak, kamu nggak akan
sanggup menerima konsekuensinya."
Wajah Pak Henry tiba-tiba berubah
gelap.
Tamara dan Ken yang berada di
belakang berusaha bangkit dari lantai.
Ken menggertakkan giginya dan
berkata, "Si bodoh ini, apa dia begitu nggak sadar diri? Beraninya dia
menghentikan Pak Henry? Bukankah dia cari mati sendiri namanya?"
Emilia juga merasa Nathan tidak tahu
diri. Dia pun berteriak, "Nathan, lupakan saja. Biarkan mereka pergi. Kita
bisa cari pemasok material lain."
Pak Henry mencibir. "Bajingan
kecil, kamu dengar itu? Bahkan, Grup Sebastian pun nggak berani berdebat
denganku. Kamu kira kamu sangat hebat?"
Beberapa pengawal kekar di
belakangnya juga memandang Nathan dengan ekspresi mengejek dan meremehkan.
Namun, Nathan masih memblokir pintu
dan berkata dengan nada datar, "Itu urusan Grup Sebastian. Aku berbeda
dari mereka."
"Kamu memukul orang di
wilayahku, jadi kamu harus mengikuti aturanku. Kalau nggak, orang lain akan
mengira Departemen Proyek Gluton kami mudah ditindas dan diinjak-injak oleh
sembarang orang."
"Wah, kamu makin berlagak
sepertinya. Cepat, cepat habisi dia untukku," ucap Pak Henry dengan kesal.
"Sialan! Aku ini CEO Grup
Makarim. Aku masih harus mengikuti aturanmu? Jangan bercanda!"
Di saat ekspresi Emilía dan yang
lainnya tiba-tiba berubah, pengawal Henry langsung bergegas keluar dan
menyerang Nathan.
Buk, buk!
Buk, buk, buk!
Pak Henry tersenyum meremehkan. Dia
menunggu pengawalnya memberi pelajaran pada bocah itu.
Begitu kelima pengawal itu mendekati
Nathan, mereka seakan-akan menabrak baja dan langsung terhempas mundur dalam
sekejap.
Senyum di wajah Pak Henry membeku.
Kelima pengawalnya tergeletak di
lantai dan memegangi perut mereka masing-masing. Bahkan, tidak ada satu pun
dari mereka yang bisa berdiri lagi.
"Ka... kamu berani menyentuh
orang-orangku. Kamu pasti tamat hari ini."
Telapak tangan Pak Henry berkeringat.
Dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang.
Nathan tidak menunjukkan ekspresi apa
pun. Dia hanya maju ke depan dan melayangkan sebuah tamparan di wajah Pak
Henry.
Pak Henry menutupi wajahnya dan
berteriak keras, "
Bajingan, beraninya kamu memukulku.
Aku pasti akan membunuhmu hari ini."
Dia tidak menyangka kalau bocah tidak
dikenal ini bukan saja menjatuhkan pengawalnya, tetapi juga berani memukulnya.
Hal ini tentu tidak bisa ditoleransi
begitu saja!
"Benarkah? Kalau begitu, aku
ingin lihat bagaimana Pak Henry membunuhku."
Nathan mencibir dan menampar wajah
Pak Henry lagi.
Bab 139
Mulut dan hidung Pak Henry langsung
menyemburkan darah. Kepalanya terasa berdengung dan pusing. Tamparan Nathan
barusan sudah hampir mengambil separuh nyawanya.
Diikuti bunyi keras, Nathan
menendangnya lagi dan membuat tubuh Pak Henry, yang beratnya lebih dari 100 kg
terjatuh ke bawah.
Nathan menginjak dada Pak Henry, lalu
menatapnya dan berkata, "Pak Henry nggak suka bicara baik-baik, 'kan?
Kalau begitu, mari ubah cara kita berbicara."
"Sekarang, Pak Henry, apa kamu
mau minta maaf dan bayar biaya pengobatan?"
Pak Henry menatap Nathan dengan
ngeri. Serangkaian pukulan barusan langsung menghilangkan kesombongan dan
perilaku mendominasinya.
"Ja, jangan ... jangan pukul aku
lagi. Aku akan minta maaf dan beri kompensasi padamu. Aku akan menuruti
perkataanmu!"
Pak Henry sudah hampir menangis saat
ini.
Dia telah berpura-pura hebat selama
bertahun-tahun ini dan juga pernah bertemu dengan lawan tangguh.
Namun, hanya segelintir yang seperti
Nathan, yang mampu mengalahkannya dan membuatnya kembali ke penampilan aslinya.
Nathan mengangkat kakinya. Tanpa
perlu dia ingatkan, Pak Henry langsung berguling dan merangkak ke arah Tamara
dan Ken.
Dia bersujud sebanyak dua kali.
Wajahnya berlumuran darah. Dia pun meminta maaf. "Maaf. Aku pantas mati.
Aku minta maaf kepada kalian berdua di sini."
Sembari minta maaf, Pak Henry
mengeluarkan sejumlah besar uang tunai dari tasnya sebagai kompensasi biaya
pengobatan.
Emilia, Tamara, dan Ken tercengang
menyaksikan adegan itu.
Bisa-bisanya Pak Henry yang begitu
mendominasi terhadap Keluarga Sebastian barusan ini berlutut dan minta maaf
serta memberi kompensasi kepada mereka.
Sikap seperti itu sungguh hina.
Apalagi, ini semua karena Nathan yang
kini tengah berdiri di depan pintu.
Pria yang selalu dipandang rendah
oleh Keluarga Sebastian!
"Kak, aku sudah beri uangnya dan
sudah minta maaf, jadi aku boleh pergi sekarang, 'kan?"
Pak Henry bangkit dari lantai. Kondisinya
tampak menyedihkan. Dia hanya ingin segera melarikan diri dari pandangan
Nathan.
Nathan menarik kursi dan duduk, lalu
berkata dengan nada tenang, "Nggak usah buru-buru. Ganti rugi dan
permintaan maaf sudah diberikan, tapi kita belum membicarakan bisnis, kenapa
begitu terburu-buru?"
Pak Henry menggigil dan berteriak,
"Apa lagi yang kamu inginkan? Aku masih punya ibu berusia delapan puluh
tahun di rumah dan juga istri serta anak-anak yang mengandalkanku di rumah.
Kalau kamu nggak memaafkanku, apa yang akan mereka lakukan?"
"Jangan khawatir. Aku nggak akan
melakukan apa pun padamu. Bisnis yang kumaksud adalah membahas kerja sama
dengan Grup Makarim-mu," kata Nathan.
Sembari berbicara, Nathan menatap
Emilia. Wanita itu langsung berkata dengan panik, "Ke ... kenapa?"
Nathan langsung mengerutkan kening
dan berkata, "Bu Emilia, kamu nggak lihat Pak Henry sedang menunggu untuk
membahas kerja sama? Mengapa kamu masih berdiri di sana?"
Emilia ber-"oh" dan
bergegas maju untuk mengambil kontrak yang telah dia persiapkan.
Di saat bersamaan, dia merasa sedikit
tidak puas. Nathan menatapnya seolah-olah dia bodoh. Apa maksud pria itu?
"Suatu kehormatan bagi Grup
Makarim kami untuk bekerja sama dengan kalian."
Pak Henry sangat lugas dan
menandatangani kontrak tanpa ragu sedikit pun.
Dia bekerja sama dengan baik dan
sangat patuh. Bahkan, Emilia pun tidak bisa menemukan kekurangan apa pun dalam
dirinya.
Lantaran semuanya sudah selesai. Pak
Henry menatap Nathan dan bertanya dengan penuh harap, "Kak, sekarang aku
sudah boleh pergi, 'kan?"
Nathan memberi jalan. "Kalau
begitu, Pak Henry, hati-hati di jalan. Aku nggak antar lagi."
Tak lama kemudian, orang-orang dari
Grup Makarim pun pergi tanpa jejak.
Saat mereka meninggalkan tempat itu,
semuanya tampak lega.
Tamara yang masih berada di
departemen proyek itu berkata dengan marah, "Nathan, kamu memukulnya
seperti itu. Apa kamu pikir Henry akan diam saja setelah menanggung kerugian
sebesar itu?"
Ken juga ikut mencibir. "Kamu
memukul CEO Grup Makarim, apa kamu pikir karnu hebat? Huh! Tunggu saja kamu
dihukum."
Nathan mengangkat alisnya. "Aku
membantumu menegakkan keadilan, tapi inikah caramu membalasnya?"
Bab 140
Wajah Tamara berubah gelap. Dia pun
berkata dengan marah, "Siapa yang memintamu menegakkan keadilan untuk
kami? Jangan kira dirimu sangat hebat. Kalau Tuan Edward yang ada di sini, dia
masih bisa melakukannya."
Ken berkata dengan sok tahu,
"Benar sekali. Kalau saja, kakak iparku ada di sini, Pak Henry ini pasti
nggak berani macam-macam."
Tamara dan Ken sangat tidak senang.
Orang yang menginjak mereka malah ditangani oleh Nathan.
Bukankah ini membuat mereka tampak
sangat tidak berguna?
Emilia tidak tahan lagi dan berkata
dengan marah, "Bu, bisakah Ibu diam?"
"Nathan-lah yang membantu kita
menegakkan keadilan dalam masalah ini. Jadi, jangan disangkal lagi."
"Selain itu, ini semua berkat
Nathan, masalah pasokan material Grup Makarim baru bisa terselesaikan dengan
sempurna."
Berbicara sampai di sini, Emilia
menatap Nathan dengan ekspresi rumit. "Nathan, aku nggak peduli kamu
menerimanya atau nggak, tapi aku tetap ingin mengucapkan terima kasih
padamu."
"Kalau bukan bantuanmu tadi,
ibuku dan Ken sudah pasti sia-sia dipukul oleh Pak Henry."
Tamara merasa tidak senang dan
bergumam, "Emilia, mengapa kamu berterima kasih padanya? Kami nggak
memintanya untuk menyelamatkan kami."
"Nathan, ibu dan adikku memang
seperti ini. Aku harap kamu nggak keberatan," ujar Emilia.
Nathan berkata dengan nada cuek,
"Kenapa aku harus keberatan?"
"Apalagi, aku nggak pantas
menerima ucapan "terima kasih". Alasan aku mengambil tindakan barusan
murni karena Pak Henry sudah menimbulkan masalah di wilayahku dan ini sama
sekali nggak ada hubungannya dengan Keluarga Sebastian kalian!"
Emilia mentertawakan dirinya sendiri
dan berkata, " Sepertinya aku terlalu banyak berpikir. Aku kira kamu
membantuku karena memandang dari hubungan kita sebelumnya."
"Tapi nggak penting lagi. Aku
masih harus berterima kasih padamu."
Tamara berkata dengan nada sarkastis,
"Sudah kuduga, dia nggak akan begitu baik. Baguslah kalau begitu. Lagi
pula, kami juga nggak peduli."
Emilia menatap Nathan dan berkata,
"Pak Henry dari Grup Makarim juga termasuk tokoh penting di Beluno. Aku
khawatir dia nggak akan membiarkan masalah hari ini berlalu begitu saja."
Nathan berkata dengan nada tidak
setuju, "Lantas, menurut Bu Emilia, apa yang harus kita lakukan?"
Emilia segera berkata,
"Manfaatkan situasi ini. Kamu mengerti maksudku?"
"Bukankah kamu sekarang anggota
Tuan Bima, orang terkaya di kota kita? Meski kamu hanya seorang pimpinan kecil
di sebuah departemen, kamu tetap masih unggul."
"Jadi, asalkan kamu meminta Tuan
Bima membantumu berbicara, Henry mungkin nggak akan berani macam-macam."
Nathan berkata dengan nada datar,
"Nggak perlu. Kalau Tuan Bima nggak terima dan berani membuat masalah,
lain kali aku nggak akan membiarkan dia lolos begitu saja."
Namun, Emilia merasa kata-kata Nathan
terlalu dibuat-buat.
"Nathan, kamu punya orang yang mendukungmu
sekarang, jadi sebaiknya kamu nggak perlu keras kepala lagi."
"Lagi pula, kamu sudah melakukan
banyak hal untuk Tuan Bima. Jadi, dia seharusnya nggak akan berpangku tangan,
'kan?"
"Masalah kecil seperti ini sama
sekali nggak perlu merepotkan Tuan Bima," ucap Nathan sambil menggelengkan
kepala.
"Kalau dia tahu aku harus
merepotkannya untuk menyelesaikan masalahku, dia pasti akan kaget."
Nathan hanya berterus terang, tetapi
bagi anggota Keluarga Sebastian, Nathan hanya menyombongkan diri.
Tamara melengkungkan bibirnya dan
berkata, "Haha. Menarik sekali. Dia bertingkah seolah-olah statusnya lebih
tinggi dari Tuan Bima. Kenapa masih berlagak di sini? Cih!"
Ken mencibir dan berkata, "Aku
rasa mungkin karena nggak punya kesempatan untuk bertemu dengan Tuan Bima, jadi
Pak Nathan sengaja bilang begitu."
"Maklum saja. Dia adalah orang
terkaya di Beluno. Sedangkan Pak Nathan hanyalah pion kecil di bawah
komandonya."
Emilia menghela napas dan
menggelengkan kepalanya, " Nathan, aku nggak ngerti mengapa kamu suka
begitu angkuh dan sombong, seolah-olah orang lain sama sekali nggak
pantas."
Bab 141
"Aku berbaik hati
mengingatkanmu. Kalau nggak mau dengar, silakan abaikan saja. Aku paham kamu
mungkin nggak bisa menghubungi Tuan Bima. Itu sebabnya, kamu sengaja bilang
nggak butuh bantuannya."
"Tapi jangan khawatir. Kamu juga
sudah menolongku sekali. Kalau Pak Henry datang mencari masalah, meski aku
nggak bisa minta bantuan Tuan Bima untuk mewakilimu berbicara, aku juga akan
membelamu."
Nathan terkekeh. "Nggak perlu.
Lebih baik kamu urus masalah Grup Sebastian kalian saja."
Tamara mendengus dingin. "Grup
Sebastian kami kian berkembang pesat, masalah apa yang mungkin terjadi? Jangan
sembarangan membuat rumor."
Nathan tersenyum sinis dan berkata,
"Kudengar putra sulung Keluarga Hitam terlilit utang dan nggak mampu
menghidupi dirinya sendiri lagi. Aku khawatir investasi Grup Sebastian akan
sia-sia. Kalau aku jadi kamu, aku akan segera mengambil kembali uang itu
sekarang dan berusaha meminimalkan kerugian."
Tamara sama sekali tidak
memercayainya. "Omong kosong! Nathan, bilang saja kamu cemburu!"
"Asal kamu tahu saja, Edward
baru saja membalas pesanku. Pernyataan dari atas akan segera dikeluarkan. Grup
Sebastian kami akan menghasilkan banyak uang."
Ken berkata dengan nada bangga,
"Nathan, aku akan segera membeli mobil Porsche sewaanmu itu. Aku hanya
perlu tunggu kakak iparku membagikan hasil investasi. Jumlahnya setidaknya ada
puluhan miliar. Sudah cukup untuk membelinya."
Nathan melirik Emilia dan berkata,
"Bu Emilia, keluarga kalian punya banyak orang aneh."
Selesai berbicara, Nathan pun
mendengus dingin dan berjalan pergi.
Ken tersenyum puas dan berkata,
"Kak, lihatlah. Dia gelisah dan malu. Itu sebabnya, dia kabur."
Emilia menoleh dan menatap adiknya
dengan ekspresi datar. "Yang seharusnya malu itu kamu. Siapa yang bilang
sama kamu kalau Porsche-nya itu mobil sewaan? Dia baru saja membelinya hari ini
dan aku juga melihat hal itu dengan mata kepalaku sendiri. Sekarang kamu sudah
puas?"
Mulut Ken tiba-tiba terbuka lebar.
"Dia membelinya? Bukankah dia hanya seorang gigolo? Dari mana dia
mendapatkan uang miliaran itu?"
Kegembiraan yang barusan dia rasakan
lenyap dalam seketika. Ken menjadi cemas dan iri!
Hessen!
Waldi sudah tidak tidur selama dua
hari dua malam.
"Tuan Waldi, kabar baik. Titik
fatal Tuan Muda akhirnya terlepaskan juga."
Orang kepercayaannya datang dengan
tergesa-gesa. Dia mengumumkan kabar baik itu sambil tersenyum lebar.
Waldi terkejut. Dia kemudian bertanya
dengan gembira, " Benarkah?"
Orang kepercayaannya itu tertawa dan
berkata, "Benar. Tuan muda sudah tertidur saat ini. Master Satya bilang
dia akan mengembalikan putramu yang lincah dan patuh dalam tiga hari
kemudian."
Waldi tiba-tiba mengepalkan tangannya
dan berkata dengan gembira, "Bagus, bagus sekali."
"Cepat undang Master Satya dan
Tuan Liam datang. Aku ingin mengucapkan terima kasih kepada mereka berdua
secara langsung."
Orang kepercayaannya tersenyum dan
segera melaksanakan perintahnya.
Tak lama kemudian, Liam, yang
mengenakan jas putih, sepatu kulit putih, dan kacamata berbingkai emas, muncul.
Dia tampak seperti seorang pria sejati.
Selain itu, juga ada seorang lelaki
tua berjubah hitam yang memiliki wajah menyeramkan berjalan memasuki aula utama
rumah Waldi.
Waldi tertawa dan buru-buru menyambut
mereka. "Tuan Liam, Master Satya, sudah merepotkan kalian berdua untuk
mengobati penyakit putraku."
Liam tersenyum dan berkata,
"Tuan Waldi terlalu sungkan."
Lelaki tua berjubah hitam itu
memasang ekspresi acuh tak acuh. Reaksinya terhadap antusiasme Waldi, penguasa
bawah tanah Hessen, sangat normal.
"Tuan Waldi nggak perlu sungkan.
Ada hal yang ingin aku tanyakan. Siapa yang membuat putramu terluka seperti
itu?"
"Tak disangka, di Beluno yang
kecil ini, akan ada seorang ahli pengobatan kuno. Hal ini benar-benar
mengejutkanku!"
Bab 142
Waldi berkata dengan ekspresi dingin,
"Master Satya, jujur saja, orang yang menargetkan titik fatal putraku
adalah bocah bernama Nathan."
Master Satya mengerutkan kening dan
berkata, "Seorang bocah? Mustahil."
"Mana mungkin bocah yang masih
muda bisa mempraktikkan teknik penekanan titik akupunktur dan penyegelan
meridian hingga bisa membuat kondisi putramu separah ini?"
Waldi berkata dengan getir,
"Master mungkin nggak percaya dengan apa yang aku katakan. Titik fatal
putraku memang ditekan oleh bocah bernama Nathan itu."
"Bocah itu bukan hanya menekan
titik fatal putraku, tapi dia juga melumpuhkan salah satu anak buah terampilku.
Aku pasti nggak akan melepaskannya begitu saja."
Saat ini, Liam menyela dan bertanya,
"Tuan Waldi, apa Nathan yang kamu bicarakan ini dokter muda dari Rumah
Sakit Perdana?"
Waldi agak terkejut. "Benar!
Kenapa? Tuan Liam juga mengenalnya?"
Wajah Liam berubah gelap. Dia pun
berkata dengan nada datar, "Aku tahu. Mana mungkin aku nggak tahu? Saat
ini, putri kesayangan Keluarga Suteja, adik sepupuku, Regina, sudah terpikat
padanya."
Dia berbalik dan berkata kepada
Master Satya yang mengenakan jubah hitam, "Satya, dialah bocah bernama
Nathan yang terakhir kali aku ceritakan padamu itu, yang mana bisa
menetralisasi racun yang kamu berikan padaku."
Master Satya berseru kaget.
"Ternyata dia orangnya. Dia bukan hanya bisa menetralisasi racunku, tapi
dia juga menguasai teknik penekanan akupunktur dan penyegelan meridian yang
mendalam. Dia pasti seorang master."
"Tapi selama ini aku belum
pernah mendengar orang seperti itu di Beluno."
Liam berkata dengan nada menghina,
"Master apaan! Dia hanya orang nggak berguna yang hanya suka mengandalkan
wanita."
"Mungkin dia punya keterampilan
medis, tapi beraninya dia memprovokasi Tuan Waldi. Dia pasti akan celaka kali
ini."
Waldi mendengus dingin. "Benar.
Sekarang putraku sudah baik-baik saja. Selanjutnya, aku ingin dia menanggung
konsekuensinya."
Liam memutar bola matanya dan berkata
dengan nada provokatif, "Kondisi Daren begitu menyedihkan. Bahkan, aku pun
merasa kasihan padanya."
"Tuan Waldi hanya punya satu
putra. Kalau aku jadi Tuan Waldi, aku nggak akan menoleransi hal seperti itu
terjadi dan harus mengambil tindakan terhadap bocah ini."
Waldi mencibir dan berkata,
"Dengar-dengar, kemampuan bocah ini juga sangat bagus. Di belakangnya ada
Keluarga Wijaya, Arjun dari Gluton, dan Nona Regina yang mendukungnya."
"Aku harus membuat rencana
panjang untuk menaklukkannya."
Master Satya berkata dengan nada
datar, "Itu hanya terlihat dari penampilan luarnya saja, tapi aslinya mana
mungkin dia sehebat itu. Bayangkan, kekuatan seperti apa yang dimiliki bocah
muda? Aku lebih tertarik pada ilmu medisnya dan gurunya."
Waldi segera berkata, "Lantaran
Master Satya juga tertarik pada bocah ini, tunggu sampai aku menangkapnya.
Setelah itu, aku akan menyerahkannya pada Master untuk dihukum."
Master Satya tersenyum puas.
"Kalau begitu, aku ucapkan terima kasih pada Tuan Waldi dulu."
Liam tiba-tiba tertawa dan berkata,
"Tuan Waldi, aku punya rencana. Aku bisa membuat bocah ini jatuh ke dalam
perangkapmu dan bersujud padamu serta mengakui kesalahannya."
Waldi tidak begitu percaya, tetapi
dia tetap memberi respons. "Tuan Liam juga termasuk salah satu dari empat
tuan muda hebat Beluno. Tuan Liam ramah dan punya banyak akal. Katakan padaku,
kamu punya rencana bagus apa?"
Liam berkata, "Gampang. Kita
bisa serang kelemahan lawan."
Waldi mengerutkan kening dan berkata,
"Maksud Tuan Liam adalah menculik kerabat bocah ini agar memaksanya datang
ke sini dan menyerah? Tapi sejauh yang aku tahu, bocah ini sepertinya nggak
punya kerabat.
Liam tersenyum sinis. "Tuan
Waldi, kamu mungkin masih belum tahu. Bocah ini adalah gigolo terkenal di
Beluno."
"Sekarang dia hidup mengandalkan
Regina. Sebelumnya, dia mengandalkan Emilia, CEO Grup Sebastian. Tuan Waldi
hanya perlu menangkap Emilia dan memaksa Keluarga Sebastian untuk membuat bocah
ini muncul. Bukankah dengan begitu semuanya akan berhasil?"
Mata Waldi tampak berbinar-binar. Dia
mengangguk perlahan, "Ya, itu ide, yang bagus."
"Di hadapan Hessen, Keluarga
Sebastian hanya termasuk keluarga kelas dua atau tiga. Kamu bisa mengendalikan
mereka di tanganmu. Aku akan mengaturnya sesuai keinginanmu, Tuan Liam."
Kemudian, Liam dan Master Satya
bersama-sama meninggalkan Hessen.
Master Satya berkata dengan nada
menghina, "Tuan Liam, kamu bersusah payah memintaku datang dan mengobati
putra Waldi yang nggak berguna ini hanya untuk memanfaatkan Waldi menghadapi
bocah bernama Nathan itu?"
Bab 143
"Bukannya aku ingin mengomelimu,
tapi kamu sudah membesar-besarkan masalah nggak penting. Dia hanya tokoh kecil.
Apa perlu aku yang turun tangan?"
Liam mendengus dingin. "Satya,
kalau ingin mewarisi Grup Suteja sepenuhnya, aku harus menyingkirkan Regina
dulu."
"Awalnya, asal aku membunuh
Regina dan dengan bantuanmu, aku bisa dengan mudah mengambil alih Grup
Suteja."
"Tapi Nathan muncul di tengah
jalan dan merusak rencanaku. Kalau nggak balas dendam, kelak bagaimana aku bisa
mempertahankan harga diriku lagi?"
Master Satya mengangguk dan berkata,
"Baiklah, aku juga agak penasaran dengan bocah bernama Nathan ini."
"Bisa-bisanya dia menetralisasi
racun buatanku. Kemampuannya lebih hebat dari Bayu, si pecundang tua itu. Aku
juga ingin bertemu dengannya."
Liam tampak percaya diri dan berkata
sambil tersenyum dingin, "Adik sepupuku terus-terusan melindunginya. Aku
kesulitan untuk menyentuh bocah itu."
"Tapi begitu Waldi, si bajingan
tua berhati hitam itu mengambil tindakan, bocah itu pasti akan mati."
Sore harinya.
Setelah mengalami hari yang panjang,
Emilia bersiap untuk meninggalkan Departemen Proyek Gluton.
Ken mengikutinya dan memohon,
"Kak, bisakah kamu membelikanku sebuah Porsche? Bantulah adikmu ini,
kumohon."
Emilia menggelengkan kepalanya dan
berkata, "Ken, kamu memang adikku, tapi kamu juga seorang pria."
"Kalau menginginkan mobil mewah,
kamu harus mengandalkan diri sendiri. Aku sudah memberikan platform bagus
seperti Grup Sebastian. Asalkan kamu bekerja keras, membeli Porsche seharusnya
nggak sulit."
Ken tersenyum dan berkata, "Tapi
aku baru saja mulai menabung. Entah butuh berapa lama baru bisa sampai
miliaran."
"Kak, belikan dulu untukku. Biar
aku bisa menikmatinya. Lagi pula, aku ini adiknya CEO grup Sebastian, 'kan?
Jadi, aku harus mengendarai mobil mewah agar nggak mempermalukan Kakak,
'kan?"
Tamara ikut menimpali, "Benar.
Emilia, apa salahnya kamu berikan dua miliar atau empat miliar untuk Ken agar
dia bisa membeli mobil?"
"Kamu hanya punya satu adik.
Kalau kamu nggak sayang padanya, siapa lagi yang akan sayang padanya?"
Emilia merasa kesal dan menatap Ken
sambil berkata, " Aku tanya kamu, kenapa kamu tiba-tiba ingin membeli
mobil mewah? Bukankah kamu sendiri punya mobil?"
Ken berkata dengan nada meremehkan,
"Aku malas mengendarai BMW lusuh itu lagi. Tahukah kamu gadis-gadis
berkelas tinggi pun nggak mau aku antar? Yang bisa aku dapatkan hanyalah
gadis-gadis murahan."
Emilia tersenyum dingin. "Jadi,
kamu membeli Porsche hanya untuk pamer dan merayu gadis?"
Ken berkata dengan berani,
"Bukan begitu. Aku hanya nggak tahan dengan sikap Nathan. Sialan! Dia
hanya seorang gigolo, bagaimana dia bisa mengendarai mobil yang lebih mewah
dariku?"
"Benar. Emilia, setelah
pecundang itu meninggalkanmu, dia nggak perlu mengemis lagi untuk bertahan
hidup, tapi dia malah bertambah sukses."
"Kita mana boleh kalah darinya.
Dia mengendarai Porsche, jadi Ken juga harus mengendarai Porsche. Apalagi,
harganya harus lebih mahal dari miliknya."
Emilia tertawa. "Jadi, pada
akhirnya, kalian hanya ingin bersaing dengan Nathan?"
"Kalian tahu nggak, dia sekarang
wakil kepala Rumah Sakit Perdana? Setidaknya, posisinya juga termasuk pimpinan.
Ken, apa kamu bisa bersaing dengannya?"
Ekspresi wajah Tamara dan Ken
langsung berubah muram.
"Wakil kepala rumah sakit? Mana
mungkin? Kak, kamu pasti salah," seru Ken dengan tidak percaya.
Tamara juga menjulurkan lehernya dan
berteriak, " Nathan bisa menjadi pemimpin? Mana mungkin aku percaya."
Emilia masih ingin mengatakan hal
lainnya, tetapi ada sekelompok orang bergegas masuk ke departemen proyek.
Ekspresi wajah pria yang memimpin itu
tampak galak dan tatapannya juga menakutkan. Dia jelas merupakan seorang master
bela diri.
Dia menatap Emilia dan dua lainnya
dengan dingin. " Kalian dari Keluarga Sebastian, 'kan? Yang mana yang
namanya Emilia?"
Tanpa ragu sedikit pun, Emilia maju
ke depan dan berkata, "Aku Emilia. Ada keperluan apa kalian datang ke
sini?"
"Bawa pergi!"
Bab 144
"Bawa pergi!"
Begitu perintah itu dilontarkan!
Dua anak buah segera maju, lalu
menangkap Emilia, dan mencoba menyeretnya pergi.
Ken sangat marah dan berkata,
"Lepaskan! Siapa kalian? Beraninya kalian menyentuh anggota Keluarga
Sebastian?"
Tamara juga marah. "Coba saja
kalian berani. Asal kalian tahu, putriku ini tunangannya putra sulung Keluarga
Halim. Kamu yakin kamu berani menyentuhnya?"
Pria yang memimpin itu memasang
ekspresi datar. Ada aura membunuh yang keluar dari tubuhnya.
"Memangnya kenapa kalau aku
menyentuh Keluarga Sebastian kalian? Di Beluno ini, jangankan keluarga kecil
seperti Keluarga Sebastian kalian, bahkan orang-orang dari keluarga bangsawan
pun sudah banyak yang tewas di tanganku."
"Kalau nggak mau mati, enyahlah
dari sini. Kalau nggak, aku juga nggak keberatan membunuh kalian sekarang.'
Temperamen dingin dan suram itu
membuat anggota Keluarga Sebastian ketakutan setengah mati.
Ken masih tidak percaya dan berkata
dengan marah, " Kamu kira aku bakal takut? Ayo, bertindaklah. Kakak iparku
itu putra sulung Keluarga Halim. Kalau kamu berani menyentuhku, dia pasti akan
membunuhmu!"
Ada kilatan dingin yang melintas di
mata sang pemimpin itu. Dia tiba-tiba menyerang dan menampar Ken hingga
tubuhnya terhempas.
Sembari berteriak, Ken juga langsung
memuntahkan darah dan dipukul hingga setengah mati di tempat.
Emilia dan Tamara langsung ketakutan
karena mereka tahu telah bertemu dengan lawan yang kejam!
Tamara berusaha berteriak sekeras-kerasnya.
"Tolong, ada yang mau bunuh orang di sini. Tolong ada pembunuh!"
Emilia masih tenang dan berteriak,
"Jangan lukai siapa pun. Aku akan ikut kalian."
Tamara menangis tersedu-sedu.
"Emilia, kamu nggak boleh pergi bersama mereka."
"Kalau kamu ikut mereka, apa
kamu masih bisa kembali hidup-hidup? Putriku, cepat telepon Edward dan minta
dia menyelamatkanmu!"
Pemimpin itu tersenyum dingin dan
berkata, "Jujur saja, orang yang meminta kami membawa pergi Nona Emilia
adalah Tuan Waldi, penguasa bawah tanah Hessen kami. 11
"Jadi, nggak ada gunanya kalian
menelepon siapa pun. Hanya ada satu cara untuk mempertahankan nyawa kalian.
Kalian harus minta Nathan datang ke Hessen dan berlutut di hadapan Tuan
Waldi."
Selesai berbicara, mereka pun membawa
Emilia pergi.
Tamara membeku di tempat. Dia merasa
kepalanya berdengung.
"Ken, Ken, kamu baik-baik saja?
Ibu akan membawamu ke rumah sakit sekarang juga. Putraku yang malang!"
Sembari memeluk Ken, Tamara juga
meratap tiada henti.
Putranya yang malang dan menyedihkan
ini ditampar berkali-kali di hadapannya.
Ken berkata, "Bu, jangan
khawatirkan aku. Cepat hubungi kakak iparku. Orang yang membawa pergi kakakku
adalah Waldi, penguasa Hessen. Kita nggak boleh menyinggungnya."
Tamara berkata dengan cemas,
"Tapi orang itu bilang harus bawa Nathan baru bisa menyelamatkan Emilia.
Nggak ada gunanya kalau orang lain yang pergi."
"Apa kita bisa mengandalkan
pecundang itu untuk menyelamatkan kakakku? Kalau dia ke sana, aku rasa Waldi
pasti akan membuatnya takut setengah mati," ucap Ken dengan geram.
"Asal kakak iparku meminjam
kekuatan Keluarga Halim, dia pasti bisa menyelamatkan kakakku."
Tamara gemetar dan segera menelepon
Edward.
"Edward, Emilia dibawa pergi
oleh anak buahnya Waldi. Cepat pergi selamatkan dia!"
Putra sulung Keluarga Halim berkata
dengan suara gemetar, "Apa? Tuan Waldi membawa Emilia pergi. Kenapa?"
Tamara langsung menggeram.
"Entah apa yang terjadi pada Waldi? Dia membawa Emilia pergi begitu saja
dan memukul Ken sampai muntah darah."
Sembari berbicara, Tamara mulai
menangis tersedu-sedu. "Kudengar, Waldi dari Hessen itu pria cabul dan
mesum. Emilia begitu cantik. Kalau dia jatuh ke tangannya, apa dia bisa
mempertahankan kesuciannya?"
Di ujung telepon sana, wajah putra sulung
Keluarga Halim berubah muram.
No comments: