Bab 154
Wajah Bahir tiba-tiba berubah menjadi
ganas. Dia berbalik dan menampar Waldi hingga membuatnya terpental.
"Minggir! Waldi, kamu bajingan.
Apa kamu tahu dirimu sudah membuat kesalahan? Seharusnya kamu ikut berlutut dan
memohon ampun denganku di sini."
Bahir tampak sedikit histeris saat
ini, seolah-olah dia telah melihat hantu.
Waldi menutupi wajahnya yang bengkak.
Pikirannya mendadak kosong.
Ikut berlutut dan memohon ampun
bersamanya?
Apa yang telah terjadi sebenarnya?
Mengapa dia tidak mengerti sama
sekali?
Tepat di saat ini, ada sekelompok
orang berpakaian hitam, yang jumlahnya sekitar dua hingga tiga ratus itu
bergegas masuk secara bersamaan.
Dalam sekejap, semua orang di Hessen
dikalahkan.
Pria bersetelan hitam di tengah
langsung berdiri di samping. Kedua orang itu melangkah masuk.
Orang yang berada di belakang
memasang ekspresi terkejut. Orang itu tidak lain adalah Arjun, penguasa Gluton.
Yang di depan adalah seorang lelaki
tua yang memegang tongkat. Dia mengenakan pakaian tradisional dan ekspresinya
tampak berwibawa.
Melihat itu, Waldi berteriak dengan
heran, "Tuan Bima, ba... bagaimana kamu bisa datang ke wilayahku?"
Bima, orang paling kaya di Beluno,
mengabaikan Waldi dan hanya mendekati Nathan sambil berkata dengan hormat,
"Tuan Nathan, serahkan sisanya pada saya. Bawalah Nona Emilia dan obati
lukanya dulu"
Nathan berkata dengan nada dingin,
"Aku hanya punya satu permintaan. Mulai sekarang, nggak ada lagi yang
namanya penguasa bawah tanah Hessen."
Setelah itu.
Tanpa menunggu jawaban dari Bima,
Nathan langsung menggendong Emilia yang terluka dan meninggalkan Hessen.
Dari awal hingga akhir, Nathan bahkan
tidak melirik Bahir yang tengah bersujud dengan ketakutan, ataupun melirik
Waldi yang punya firasat bahwa malapetaka akan menimpanya.
"Tuan Bima, ada ratusan anak buah
di Hessen dan juga tiga master hebat dari Sekte Bimala, apa mereka se ... semua
ditaklukkan oleh Tuan Nathan sendirian?"
Setelah Nathan pergi, Arjun baru
berani berbicara sambil memasang ekspresi ngeri.
Dia tidak akan melupakan pemandangan
tragis yang dia saksikan saat baru saja melangkahkan kaki ke sini. Ada banyak
orang yang tewas dan terluka di mana-mana.
Arjun tidak bisa membayangkan
bagaimana Nathan sendirian bisa menyapu habis seluruh Hessen.
Mungkinkah ada seorang master yang
tiada tara di dunia ini yang mampu mengalahkan ratusan orang sekaligus?
Menanggapi kebingungan dan
keterkejutan Arjun, Bima hanya tersenyum. "Mengapa? Apa kejadian ini sudah
membuatmu takut? Apa ini akan memengaruhi pandanganmu terhadap dunia?"
"Aku beri tahu kamu, apa yang
kamu lihat sekarang hanyalah sebuah pemandangan kecil. Pemandangan besar yang
dilihat oleh Tuan Nathan saat itu bahkan jauh lebih parah dari ini. Sepertinya
akan membuatmu takut setengah mati!"
Tenggorokan Arjun terasa tercekat.
Dia tidak berani bertanya lebih banyak lagi.
Namun, dia sudah menyadari bahwa
latar belakang Nathan tidak biasa.
Saat ini, tatapan Bima tertuju pada
Waldi dan bertanya dengan dingin, "Waldi, kamu barusan sudah dengar apa
yang dikatakan tuanku, 'kan? Hessen nggak dibutuhkan lagi. Katakan padaku, kamu
mau ingin aku bagaimana menghabisi nyawamu?"
Waldi merasakan hawa dingin yang
sulit dijelaskan di sekujur tubuhnya. Dia berkata dengan ekspresi tidak senang,
"Tuan Bima, ini konflik antara Hessen kami dengan Nathan."
"Aku nggak perhitungan soal kamu
yang membawa orang-orangmu menerobos, tapi siapa tuanmu? Apa haknya untuk ikut
campur dalam masalah Hessen kami?"
"Sampai sekarang kamu masih
belum memahami situasinya. Waldi, sepertinya kamu memang pantas celaka."
Setelah tertegun sejenak, Bima
menatap Bahir yang masih berlutut, kemudian berkata dengan nada dingin, "
Bahir, bukankah kamu dari Sekte Bimala? Seharusnya kemampuan dan pengetahuanmu
jauh lebih luas dibandingkan Waldi."
"Kalau begitu, biar aku jelaskan
padamu, siapa tuanku sebenarnya. Haha. Tolong bantu aku beri sedikit kejutan
kepada penguasa bawah tanah Hessen yang barusan hampir kehilangan kepalanya
ini."
Bahir mengangkat kepalanya dengan
susah payah. Tatapannya penuh kengerian. "Tuan Bima, Sekte Bimala kami
juga termasuk punya hubungan dengan kalian."
No comments: