Bab 126
Regina, Dokter Bayu, dan Arjun juga
terkejut.
Di bawah tatapan tidak percaya ketiga
orang itu, seorang pria perlahan masuk dan langsung mendekati Waldi yang sedang
duduk di kursi utama.
"Kamu Waldi Antonius, penguasa
bawah tanah Hessen, ' kan?"
"Akulah yang memukul putramu dan
juga membunuh anak buahmu...."
"Sekarang aku sudah datang ke
sini, kamu mau bagaimana?"
Kamu mau bagaimana?
Kata-kata itu begitu singkat.
Namun, terdengar begitu sombong dan
arogan!
Regina, Dokter Bayu, dan Arjun yang
mendengar perkataan itu terkejut bukan main.
Nathan yang datang ke Hessen
sendirian bukan hanya membunuh anak buahnya Waldi, tetapi dia juga memukul
putra satu-satunya Waldi hingga wajahnya bengkak dan sulit untuk dikenali lagi.
Namun, ini semua masih dalam kisaran
yang bisa diterima.
Yang membuat mereka bergidik adalah
Nathan justru mendatangi Waldi dan menanyakan pria itu apa yang diinginkannya.
Bahkan, Arjun, yang hidupnya bagai di
ujung tanduk pun merasa cemas, terutama saat melihat punggung Nathan.
Dia tahu Tuan Nathan sangat ganas,
tetapi dia tidak menyangka akan seganas ini.
Mata Waldi langsung membelalak.
Dadanya terasa sesak, seolah hampir meledak. Dia pun berteriak, "Aku akan
... membunuhmu!"
Di luar sana ada ratusan anak buah
Hessen yang tengah berkerumun. Semuanya tampak memasang tatapan tajam.
Beberapa di antara mereka punya aura
yang kuat dan mata yang berbinar. Mereka jelas merupakan master hebat.
Dalam sekejap!
Nathan, Regina, dan lainnya langsung
dikepung.
"Tuan Waldi, apa kamu sungguh
ingin memperburuk situasi?" teriak Regina.
Waldi meraung dengan liar,
"Bukan hanya itu saja, aku juga ingin bocah ini mati mengenaskan."
Dia masih belum bisa menerima
kematian bawahan terampilnya, Zevan.
Namun ahli waris Waldi, putra
satu-satunya, juga diperlakukan secara sembarangan.
Ini merupakan hal yang sulit diterima
oleh Waldi.
"Bocah kecil, kamu memang
pemberani dan ganas. Tapi jangan lupa, ini wilayahku. Beraninya kamu berlagak
di sini. Jangan harap ada yang bisa menyelamatkanmu hari ini."
Waldi mengangkat kepalanya, lalu menatap
tajarn Nathan yang berada depannya sambil menyeringai.
Nathan menggelengkan kepalanya.
"Sepertinya Tuan Waldi masih belum memahami situasinya dengan jelas.
Sekarang bukan aku yang butuh bantuan, tapi kamu."
"Kamulah yang butuh bantuan,
paham?"
Waldi tertegun sejenak, lalu tertawa
terbahak-bahak." Apa yang kamu katakan? Aku yang minta bantuan? Apa
penglihatanmu bermasalah?"
"Aku hanya perlu beri perintah
saja. Kamu sudah lihat saudara-saudaraku dari Hessen yang berada di luar?
Mereka bisa menghabisi nyawamu hanya dengan satu serangan."
Regina dan lainnya tampak berkeringat
dingin.
Mereka sama sekali tidak mengerti.
Mengapa di saat kritis seperti ini, apalagi ada ratusan gangster yang berada di
luar, yang mana menunggu dengan penuh semangat.
Nathan masih begitu keras kepala dan
tidak menganggap serius situasi yang dihadapinya?
Wajah Arjun berubah muram.
"Orang-orang Gluton kami sudah dihentikan di pinggiran dan nggak bisa
masuk."
"Lantaran orang-orang kita nggak
bisa masuk sekarang, kita nggak boleh bermusuhan dengan Waldi sekarang,"
ucap Regina.
Wajah Dokter Bayu tampak muram. Dia
kemudian berkata, "Percuma saja kita bilang begitu. Dokter Nathan jelas
ingin membunuh Waldi. Kalian lihat, entah apa yang dia pikirkan saat ini."
"Tuan Waldi, dari awal hingga
akhir, aku nggak pernah berinisiatif untuk memprovokasi Hessen kalian,
'kan?"
Nathan terus menambahkan,
"Putramu, Daren, yang berulang kali menggangguku. Jadi, aku terpaksa
membela diri."
Waldi mendengus dingin. "Kamu membunuh
anak buahku dan memukul putraku hingga parah seperti itu. Apa kamu nggak merasa
terlambat mengatakan hal ini sekarang?"
"Jadi, Tuan Waldi mau bagaimana?
Jujur saja, aku nggak suka berkelahi ataupun membunuh."
No comments: