Bab 127
Waldi tertawa muram. "Kenapa?
Kamu takut?"
"Nak, bukankah kamu barusan
berlagak keren? Kamu masih berani menantangku dan bertanya memangnya apa yang
bisa aku lakukan?"
Nathan tersenyum. "Aku nggak
takut, tapi hanya merasa kita bisa menyelesaikan konflik secara damai.
Bagaimana menurutmu?"
Waldi tertawa marah.
"Menyelesaikan secara damai? Masalah ini nggak mungkin berakhir, kecuali
aku membuatmu mati mengenaskan."
"Berlututlah sekarang juga, lalu
patahkan kaki dan tanganmu. Bersujudlah pada putraku sebanyak 100 kali. Setelah
itu, kamu baru bisa negosiasi denganku."
Saat ini, Waldi tidak lagi panik.
Dia menyilangkan kakinya, kemudian
menyalakan cerutu dan mulai mengembuskan asap berbentuk cincin dengan santai.
Regina mengerutkan kening dan
berkata, "Tuan Waldi, permintaanmu sudah kelewat batas. Kami bisa
mengobati luka Daren. Demi menjaga martabatmu, kita bisa menegosiasikan masalah
ini."
Arjun berkata dengan nada serius,
"Tuan Waldi, lebih baik selesaikan masalah daripada memperburuk masalah,
'kan? Kami bertiga bersedia menunjukkan ketulusan kami. Bukankah itu sudah
cukup untuk menenangkan amarahmu?"
Waldi mendengus dingin.
"Bajingan ini berani menantangku. Apa kalian kira aku akan membiarkannya
keluar dari wilayah Hessen begitu saja? Lucu sekali!"
"Aku juga merasa lucu sekali,"
ujar Nathan sambil tersenyum.
Tatapan mata Waldi berubah tajam.
"Nak, apanya yang lucu?"
"Yang lucu tentu saja kamu. Aku
sudah memberimu kesempatan dan kamu nggak memanfaatkannya dengan baik, jadi
percuma saja bernegosiasi," jawab Nathan.
Waldi menghancurkan cerutu di
tangannya, lalu berkata dengan suara lantang, "Benar, jangan harap kita
bisa negosiasi. Aku ingin kamu berubah menjadi abu."
Bruk!
Nathan langsung mendaratkan sebuah
tendangan.
Waldi langsung memuntahkan darah dan
kursi di belakangnya juga ikut terjatuh.
Tsk!
Bahkan, para master unggulan Hessen
juga terkejut dengan serangan mendadak itu.
Belum lagi Regina dan lainnya. Kepala
mereka kini terasa berdenyut.
Di depan ratusan preman Hessen,
Nathan menaklukkan Waldi.
Ini bukan lagi perkara gila, pria itu
menjadikan nyawanya sebagai taruhan.
Regina langsung membuat keputusan dan
berteriak, " Dokter Nathan, kami akan menghentikan mereka. Kamu cepat
lari."
Kelopak mata Arjun bergetar. Dia
sudah bersiap mempertaruhkan nyawanya. "Tuan Nathan, pergilah. Aku akan
menghentikan bajingan ini."
Waldi yang tergeletak di lantai
memperlihatkan ekspresi kesakitan. Lengkingan suaranya terasa hampir memekakkan
telinga.
"Bunuh, bunuh bocah itu. Hajar
dia sampai mati!"
Tanpa menunggu anak buah Hessen
bergerak, Nathan sudah meluncur dengan cepat ke hadapan Daren.
Dua telapak tangannya langsung
didaratkan ke tubuh lelaki itu. Daren menjerit dan terjatuh ke tanah sambil
mengeluarkan busa di mulutnya.
"Kalau kalian berani bergerak,
aku akan langsung membunuhnya!"
Dalam sekejap, anak buah Hessen yang
tadinya bersiap untuk bertindak itu menghentikan langkah mereka.
Dibantu oleh orang kepercayaannya,
Waldi pun berhasil berdiri dengan susah payah.
Penguasa Hessen itu berteriak sambil
menggertakkan giginya, "Lepaskan putraku. Lepaskan dia!"
Ekspresi Nathan masih tetap tenang.
"Aku sudah menutup beberapa titik akupunktur utama di tubuhmu."
"Kalau kamu ingin dia mati,
bertindaklah. Kalau nggak, bawa orang-orangmu keluar dari sini sekarang
juga."
Wajah Waldi penuh dengan kebencian.
"Nak, kamu tahu nggak, kamu sudah berhasil membuatku bertekad untuk
melawanmu sampai mati, nggak peduli dengan cara apa pun itu!"
Wajah Nathan berubah gelap. Dia
menampar wajah Daren. "Menyerah atau nggak?"
Teriakan "Argh" terus
keluar dari mulut Daren.
Dia membuka mulutnya lebar-lebar,
mencoba untuk minta tolong, tetapi tidak ada suara yang keluar. Busa di sudut
mulutnya keluar makin banyak. Sepertinya dia akan segera mati.
Waldi juga menyadari bahwa putranya
mungkin akan terbunuh. Dia segera berkata dengan panik, "Hentikan!
Hentikan sekarang juga."
No comments: