Bab 131
Nindi berdiri di depannya, jarak
mereka sangat dekat.
Cakra menghindari tatapan mata Nindi
yang tajam. " Belum jadian, kok."
"Jadi masih hubungan tanpa
status ya?"
Pria itu menjawab dengan ambigu,
"Kira-kirá begitu."
Setelah mendengar pengakuannya, hati
Nindi tiba-tiba terasa sesak, ternyata itu benar.
Baru saja dia berpikir, mungkin Cakra
sengaja berkata begitu untuk menolak gadis yang dikenalkan oleh kakaknya.
Dia memaksakan diri untuk berkata,
"Apa dia gadis yang kita temui di restoran waktu itu?"
Dia memang pernah melihat Cakra makan
di restoran bersama seorang gadis.
Namun, dia tidak sempat melihat wajah
gadis itu dengan jelas, hanya ingat gadis itu bertubuh tinggi seniampai,
sepertinya sangat cantik.
Cakra menelan ludah. "Aku nggak
nyangka kamu penasaran sekali."
"Aku penasaran, dong. Lagi pula
kamu baru bilang nggak punya pacar, kok sekarang tiba-tiba bilang ada wanita.
Aku nggak boleh tanya sedikit pun?"
Ucapan Nindi sedikit berlawanan
dengan perasaannya.
Saat ini, Nando selesai diperiksa dan
keluar dengan kursi roda. Wajahnya tampak pucat.
Melihat kakaknya seperti ini, nada
suara Nindi agak dingin. "Dokter bilang kamu harus menjalani pengobatan,
minum obat tepat waktu, dan berhenti minum alkohol."
"Sepertinya aku sudah pikun,
selalu lupa. Dulu saat kamu ada di sisiku, kamu selalu mengawasi aku minum
obat. Sekarang kamu nggak di rumah, aku jadi sering lupa."
Ada suatu makna tersirat dalam
kata-kata Nando, dia bisa melihat kelembutan di mata Nindi.
Sepertinya di hatinya, dia masih
peduli pada kakaknya ini.
Jika penyakit ini bisa membuat Nindi
kembali, dia rela terus sakit seperti ini.
Nindi tersenyum sinis. "Kamu
bisa minta Sania untuk mengingatkanmu, dia 'kan suka melakukan hal-hal seperti
itu."
Nando terdiam sejenak. "Aku rasa
bubur herbal yang kamu buat dulu sangat manjur. Tapi saat ini, cuma kamu yang
bisa membuatnya. Aku tahu kamu dulu banyak berkorban, itu salahku..."
"Tapi itu juga bukan obat, nggak
ada gunanya makan itu."
Nindi tahu maksud kakaknya, tetapi
dia tidak ingin menanggapi.
Dia menatap Nando. "Kamu rawat
diri baik-baik ya, aku pergi dulu."
"Nindi, kamu kamu masih akan
menjengukku, kan?"
Di mata Nando, ada harapan yang
besar.
Nindi sempat merasa iba, tetapi dia
teringat kejadian terakhir kali dia ke rumah sakit dan melihat Sania di sana.
Dia dengan nada datar menolak.
"Lihat nanti."
Setelah berkata demikian, Nindi
beranjak pergi. Dia tidak tinggal lebih lama di rumah sakit.
Nando melihat siluet punggungnya,
lalu berkata kepada Sekretaris Candra di sebelahnya, "Sikap Nindi tadi,
apa dia sudah mulai memaafkanku?"
Sekretaris Candra merasa sepertinya
Nindi sama sekali tidak punya maksud seperti itu.
Sepertinya, masih perlu usaha yang
sangat besar untuk memenangkan hati adiknya itu.
Nindi kembali ke apartemennya.
Zovan berjalan di depan. "Aku
kebelet ke toilet dulu. Kalian jalan pelan-pelan."
Nindi dan Cakra berjalan di belakang.
Nindi menoleh. "Aku nggak nyangka perusahaan itu ternyata milik Zovan.
Kamu juga kerja di sana?"
"Mm, masuk lewat jalur
belakang."
Mereka berjalan berdampingan masuk ke
dalam lift. Nindi merasa gelisah, dia melihat bayangan mereka di pintu lift.
Nindi mencium aroma alkohol di
tubuhnya. "Kamu belum jawab pertanyaanku tadi."
Cakra menarik kerahnya, menatapnya
dengan penuh arti. "Pertanyaan apa?"
"Apa gadis sedang dekat denganmu
itu gadis yang kita lihat di restoran?"
Pria itu tiba-tiba melangkah maju,
menatapnya dari atas dengan intens. "Kenapa tanya begitu detail?"
Menghadapi tatapannya yang menekan,
Nindi panik dan mundur sampai punggungnya menempel pada lift.
Dia menggigit bibirnya. "Sudah
kubilang, aku cuma tanya saja. Nggak boleh?"
"Anak kecil nggak usah banyak
bertanya soal masalah orang dewasa."
"Tapi aku sudah dewasa, aku
sudah bisa pacaran sejak kuliah."
Ucapan Nindi terdengar meyakinkan,
matanya yang bulat dan jernih memantulkan bayangannya.
Cakra mengernyitkan keningnya.
"Kamu masih kecil."
"Aku sudah dewasa, di mana
kecilnya?"
Entah kenapa, pria itu merasa sedikit
kesal. Dia menyentil dahi Nindi. "Kuliah itu bukan cuma untuk pacaran, ada
banyak hal lain yang bisa kamu lakukan."
Nindi menutupi dahinya.
Tapi Cakra sendiri boleh pacaran,
kenapa malah melarangnya?
Saat itu, pintu lift terbuka.
No comments: