Bab 133
Leo secara naluriah berpikir seperti
itu karena di Keluarga Lesmana, semua orang bergantung pada kakak sulung
mereka.
Tidak ada yang berani membantah
perkataan Darren Lesmana.
Termasuk Nindi.
Dia ingat bahwa Nindi paling takut
pada Kak Darren. Nindi pasti tidak akan berani melawan kata-katanya.
Nando merasa marah hingga perutnya
sakit. "Aku harus bilang apa lagi padamu? Kalau kamu terus seperti ini,
kamu cuma akan membuat Nindi semakin menjauh!"
Nindi saat ini bukan hanya sedang
ngambek!
"Lalu aku harus bagaimana?
Sekarang aku belum menemukan Penembak yang cocok, kalau dia nggak datang, kami
pasti kalah besok!"
Leo tidak mau kalah dalam
pertandingan!
Saat ini dia baru sadar bahwa dia
benar-benar telah kehilangan Nindi.
"Itu bukan berarti kamu bisa
memaksanya! Apa pertandingan lebih penting daripada adikmu? Kalau kamu seperti
ini terus, kamu akan kehilangan dia. Pikirkan baik-baik."
Akhirnya, Leo menundukkan kepalanya
dengan enggan. "Kenapa Nindi nggak bisa memahamiku sekali saja? Dia tahu
betapa pentingnya pertandingan ini bagiku, tapi dia terus menggunakan ini untuk
mengancamku."
"Kalah bukanlah masalah, tapi
kalau kamu memaksa dia dengan Kak Darren, kamu akan kehilangan dia selamanya.
Apa pertandingan lebih penting daripada adikmu?"
Nando menutup matanya. Dia tidak
ingin mengatakan apa-apa lagi.
Setiap kali dia berbicara dengan Leo,
dia selalu merasa kesal.
Kini dia mengerti posisi Nindi.
Leo berdiri di tempatnya dengan
pikiran yang kacau, lalu berbalik dan meninggalkan kamar rumah sakit.
Leo mencari Sekretaris Candra.
"Apa Kak Nando tahu di mana Nindi tinggal sekarang?"
"Tuan Leo, kamu ada perlu apa
dengan Nona Besar? 11
"Mau berdamai dengannya."
Leo akhirnya benar-benar menyadari
bahwa Nindi tidak lagi seperti dulu. Dia hanya tidak mau mengakuinya selama
ini.
Sekretaris Candra berpikir sejenak,
lalu akhirnya memberikan Leo sebuah alamat.
Semoga Tuan Leo benar-benar sadar di
mana letak kesalahannya.
Leo langsung pergi ke apartemen itu,
dia hanya tahu bahwa Nindi tinggal di sana, tetapi tidak tahu di gedung apa
adiknya tinggal.
Dia berdiri di bawah cukup lama,
menunggu Nindi selesai siaran langsung, lalu mengirim pesan padanya.
Namun, saat dia membuka kotak pesan,
dia menyadari bahwa Nindi sudah lama menghapusnya dari daftar pertemanan.
Saat itu, dia baru teringat dengan
apa yang dikatakan kakak keduanya. Apakah dia benar-benar membuat kesalahan
sebesar itu?
Leo mengirim permintaan pertemanan
lagi, dan menulis pesan, "Nindi, aku menunggumu di bawah. Ayo kita bicara
soal pertengkaran kita."
Nindi baru saja selesai siaran
langsung ketika dia menerima permintaan pertemanan dari nomor asing.
Ketika dia membuka pesan itu,
bukankah itu nama dan foto profil Leo?
Besok adalah hari pertandingan final,
jadi apakah Leo sedang panik sekarang?
Dia hanya melihatnya sekilas dan
langsung mengabaikannya.
Nindi keluar dari ruang kerja dan
melihat Cakra sedang menelepon seseorang di balkon. Dalam perncahayaan redup,
wajahnya dari samping terlihat tegas dan tampan.
Dia membawa cangkirnya sambil
berjalan perlahan mendekat, memperhatikan ekspresi Cakra yang lembut dengan
nada suara penuh perhatian.
Dia berpikir tentang gadis yang
sedang dekat dengan Cakra.
Apakah sekarang dia sedang berbicara
dengan gadis itu?
Tiba-tiba suasana hati Nindi menjadi
sangat.suram.
Dia berjalan untuk mengambil air
lemon agar menyegarkan tenggorokannya. Tak lama ponselnya kembali berbunyi.
Dia membuka aplikasi dan melihat
permintaan pertemanan dari Leo, "Kalau kamu nggak turun, aku akan tetap
menunggu di sini. Kalau ada paparazi yang melihat, tempat tinggalmu nggak akan
aman lagi."
Nindi merasa kesal.
Dia tahu kakaknya ini sering muncul
di berita hiburan, dengan paparazi yang selalu mengikutinya untuk mencari
sensasi.
Namun, dia tidak ingin kehidupan
damainya terganggu.
Setelah memikirkannya, Nindi akhirnya
memutuskan untuk turun.
"Kamu mau ke mana?"
Saat Nindi sedang mengganti sepatu di
pintu masuk, dia mendengar suara Cakra dari belakang.
Dia mengangkat kepalanya dan melihat
pria itu berjalan dari balkon, tubuhnya tinggi dan menjulang.
No comments: