Bab 150
Zovan mengangkat alisnya, "Ini
berbeda, lemon diperlakukan sangat buruk oleh orang-orang Keluarga Lesmana.
Siapa, sih, yang tahan melihatnya?"
Cakra meredupkan pandangan matanya,
"Begitulah, beberapa hal memang nggak bisa dikendalikan."
"Benar."
Zovan memberikan tatapan penuh makna
kepadanya. Sejak kapan tuan ini merokok dengan begitu gelisah?
Terakhir kali, sepertinya pada saat
menjelang IPO perusahaan yang mereka dirikan. Mereka dikhianati seorang
mata-mata sehingga IPO mereka berada dalam bahaya.
Selama bertahun-tahun, Zovan sudah
terbiasa melihat sosok tuan ini yang tenang dan cakap dalam merencanakan segala
sesuatu.
Ternyata dia juga mengalami hari yang
sulit. Pemandangan yang jarang terjadi.
Zovan memiliki firasat bahwa gadis
bernama Nindi pasti memiliki makna yang berbeda bagi Cakra.
Saat ini, Nindi sedang duduk di
toilet. Dia menggosok wajahnya.
Nindı yang barusan bernyali baja,
kini menciut.
Tidak heran orang-orang mengatakan
bahwa mengutarakan perasaan adalah hal yang impulsif. Selain itu, tanpa sengaja
bisa membuat hubungan antara dua orang menjadi canggung.
Tadi pasti dia sedang terbawa suasana,
sehingga berani mengatakan hal-hal seperti itu
Sekarang bagaimana?
Bagaimana dia bisa keluar untuk
menghadapi Cakra?
Canggung sekali!
Nindi berada di toilet untuk waktu
yang lama. Ingin rasa hatinya menggali lubang dan masuk ke dalamnya.
Ketika suara ketukan pintu terdengar
dari luar, barulah Nindi bergegas meninggalkan bilik dan mempersilakan orang
lain untuk bergantian.
Dia berjalan ke wastafel, dan mencuci
tangannya dengan lesu. Tiba-tiba terdengar suara orang yang terkejut di
sampingnya, "Nindi, ternyata kamu!"
Nindi mengangkat kepala dan melihat
Sania, tapi dia kembali menunduk dan melanjutkan mencuci tangan, tidak
menghiraukan Sania.
Namun Sania mengamati Nindi dengan
seksama. Ketika melihat topeng rubah itu, dia teringat dan berkata dengan nada
cemburu, "Tadi orang yang menari dengan semangat di tengah lantai dansa
itu kamu, 'kan?"
Tidak menyangka Nindi masih bisa
menari tarian seperti itu!
Nindi mengibas-ngibaskan tangannya
yang basah, " Bukan urusanmu!"
"Kamu datang ke bar, dan bermesraan
dengan pria lain. Kalau Kak Leo tahu, dia akan marah."
Nindi memutar matanya dan langsung
berjalan keluar.
Sania berlari keluar dan kebetulan
bertemu Yanuar yang sedang menunggu di depan toilet. Dia segera berkata dengan
tergesa-gesa, "Kak Nindi, kenapa kamu pergi? Aku juga khawatir tentangmu.
Kak Leo juga sudah datang, tapi dia sedang bermain dengan teman-temannya di
ruang VIP. Aku baru saja mengirim pesan kepadanya."
Nindi menoleh dan menatap Sania,
"Siapa yang peduli dengan perhatianmu yang pura-pura itu. Jangan ikuti aku
lagi."
Sania segera menunjukkan ekspresi
merasa tertekan, Yanuar melihat situasi itu dan berkata, " Nindi,
bersikaplah sedikit lebih baik pada Sania. Kalau kamu terus mengganggu pacarku,
aku akan memberimu pelajaran!"
Sebenarnya Yanuar tertarik pada
Nindi, tapi dia tidak menyangka wanita ini akan mempermalukannya di depan umum.
Kemudian ditemukan bahwa Sania yang
polos dan pengertian, Yanuar pun mengalihkan tujuannya, berpikir bahwa suatu
hari nanti dia harus menunjukkan kepada Nindi betapa baiknya Sania, agar Nindi
menyesal menolak dirinya.
Tidak disangka hari ini pucuk
dicinta, ulam pun tiba.
Nindi dengan sinis berkata,
"Kalau berpura-pura menderita dianggap sebagai korban penindasan, mungkin
penjara nggak akan cukup untuk menampung orang sebanyak ini."
"Jaga bicaramu! Segera minta
maaf, dengar nggak?"
Nindi tidak akan meminta maaf. Apa
dia gila? Kenapa harus terus-menerus memintanya untuk meminta maaf?
"Ada apa? Apa yang
terjadi?"
Zovan dan Cakra sebenarnya berada di
tempat yang tidak jauh. Begitu mereka melihat Nindi dihentikan oleh bocah busuk
seperti Yanuar, mereka segera bergegas ke sana.
Nindi menoleh dan melihat Cakra,
wajahnya langsung memerah. Untungnya dia mengenakan topeng, cahaya di sini pun
cukup redup, jadi seharusnya tidak terlihat.
Sania melihat dua pria yang
mengenakan topeng, dia dengan sengaja berkata, "Nindi, mengapa kamu begitu
sembarangan pergi ke bar dengan pria asing? Kamu benar-benar sudah banyak
berubah."
Dia harus menjatuhkan Nindi di depan
Yanuar.
Ternyata ekspresi Yanuar berubah
drastis. Dia menatap Nindi dengan ejekan, "Kamu dulu menolak aku. Aku kira
kamu telah menjalin hubungan dengan pria kaya, ternyata kau begitu terbuka,
seharusnya bilang dari awal."
Cakra melangkah maju, "Bocah
busuk, sebaiknya kamu berhati-hati saat berbicara."
No comments: