Bab 191
Nindi mendengar suara Leo, tetapi dia
tidak menoleh sama sekali.
Dia tidak punya apa-apa lagi untuk
dikatakan kepada keluarga Lesmana.
Nindi langsung duduk di kursi
penumpang depan. Leo mengetuk-ngetuk jendela mobil. "Nindi, jangan terlalu
dimasukkan ke hati omongan Kak Darren tadi."
Nindi menatapnya dingin. "Aku
nggak pernah memasukkan ke hati omongan orang-orang yang nggak penting."
Orang yang tidak penting?
Leo merasa hatinya tersengat. Dia
terbata-bata berkata, "Nindi, Kak Darren memang sifatnya begini. Dia
terlalu mementingkan harga diri. Dia pasti tertekan dan marah karena kamu
bilang semua itu di depan umum. Kita tetap satu keluarga, apa harus sampai
sejauh ini?"
Nindi seketika tertawa. "Satu
keluarga? Aku sudah memutuskan hubungan dengan kalian sejak lama. Kita bukan
keluarga lagi. Lain kali kita ketemu, pura -pura nggak kenal saja."
Cakra menginjak pedal gas dan pergi,
tidak memberi kesempatan kepada Leo untuk bicara lagi.
Leo menatap mobil yang makin menjauh
itu, lalu jongkok di tanah dengan hati berantakan. Dia mengeluarkan ponsel untuk
mengirim pesan kepada Nindi, tetapi baru sadar bahwa nomornya sudah diblokir.
Dia teringat ucapannya kepada Nindi
di masa lalu dan merasa sangat menyesal.
Darren keluar dengan wajah
bersungut-sungut. "Di mana Nindi? Berani-beraninya dia bicara sembarangan
di depan media. Aku harus memberinya pelajaran!"
"Kak, Nindi sudah pergi. Kita
sudah terlalu membuatnya kecewa, jadi dia marah dan pergi dari keluarga kita.
Kita bersalah kepadanya."
"Sialan, kamu masih membela
Nindi? Dia jadi angkuh seperti ini karena kamu dan Nando terlalu memanjakan
dia. Dia mengandalkan dokter sekolah itu sekarang, 'kan? Aku bisa suruh orang
untuk menghancurkan hidup orang yang dia andalkan itu.
Dia cuma dokter sekolah yang nggak
bisa apa-apa. Urusan kecil!"
Darren benar-benar marah!
Leo pun buru-buru menelepon Nando.
"Kak, gawat. Nindi menang Pemuda Berprestasi malam ini, tapi dia bilang di
depan umum kalau dia memutuskan hubungan dengan keluarga Lesmana. Kak Darren
marah besar, dia mau minta orang untuk memberi pelajaran kepada Nindi dan
dokter sekolah itu."
Nando segera turun dari ranjang rumah
sakit. "Aku ke sana sekarang juga. Tolong tenangkan Kak Darren, jangan
sampai dia menyakiti Nindi."
Dokternya bergegas mengadang Nando.
"Pak Nando, kamu masih dirawat, nggak boleh pergi."
Nando mencabut jarum infusnya begitu
saja dan langsung meninggalkan rumah sakit, bahkan tidak sempat berganti
pakaian.
Dia terus menelepon Nindi, tetapi
tidak diangkat.
Nando menutupi perutnya yang terasa
sakit. "Nindi, kamu di mana? Kak Darren sedang marah, nggak bisa berpikir
jernih. Jangan pulang ke apartemen."
Nindi melihat pesan dari Nando saat
baru turun dari mobil. Dia spontan mengerutkan keningnya. "
Mereka memang nggak akan pernah
mengerti apa itu menghormati orang lain."
Cakra melihat pesan di ponselnya dan
seketika tampak kelam. "Kamu mau pergi?"
"Nggak. Aku mau menuntaskan
semuanya."
Nindi seperti membulatkan tekadnya,
lalu memandang Cakra. "Aku bisa tangani masalah ini sendiri."
"Kamu yakin?"
Cakra khawatir. Keluarga Lesmana ini
benar-benar seperti hantu gentayangan yang susah diusir.
Nindi menjawab dengan yakin,
"Ya. Aku ingin mereka mengerti dan melihat semuanya dengan jelas."
Dia sudah punya rencana dalam
pikirannya.
Dia berkata, "Aku pinjam
komputermu sebentar."
Nindi duduk di depan komputer dan
meretas situs resmi Grup Lesmana.
Di kehidupan sebelumnya, seorang staf
teknis internal di perusahaan Darren berkhianat dan membocorkan rahasia dagang
perusahaan. Grup Lesmana hampir bangkrut karenanya.
Dialah yang memperbaiki kelemahan
sistem internal dan juga menemukan pengkhianat itu, membantu Darren
menyelamatkan keadaan.
Kemudian, dia menulis kode sumber
tembok pelindung dari sistem internal untuk mencegah terulangnya kejadian yang
sama.
No comments: