Bab 192
Namun, dia ingin mengambil kembali
apa yang telah dia berikan.
Cakra berdiri di pintu ruang kerja.
Melihat mata penuh tekadnya, dia tidak mengganggu.
Dia tidak tahu apa yang direncanakan
Nindi.
Namun, dilihat dari ekspresinya,
sepertinya tidak ada masalah. Cakra berniat untuk membantu jika Nindi gagal
menghadapinya saja.
Nindi baru saja keluar dari sistem.
Terdengar suara ketukan pintu yang keras di pintu depan.
Dia tertawa dingin. "Akhirnya
datang juga."
Nindi keluar dari ruang kerja dan
berkata kepada Cakra, "Kamu sembunyi dulu saja?"
Cakra mengangkat alisnya. "Kamu
malu kalau orang lain tahu aku di sini?"
"Bukan begitu, tapi kakakku mau
cari ribut denganku. Aku takut kalau-kalau dia memukulmu nanti."
Nindi mendorong Cakra kembali ke
kamarnya. "Ini urusanku sendiri, biar aku yang mengurusnya."
Tanpa bisa melawan, Cakra mengangguk
dan terpaksa kembali ke kamarnya.
Nindi berbalik dan membuka pintu
apartemen, tetapi orang yang berdiri di luar bukan Darren, melainkan Nando!
Ekspresinya dingin. "Kenapa kamu
yang datang?"
Nando duduk di kursi roda, wajahnya
pucat. "Aku sudah berusaha sebisanya buat menghalangi Kak Darren. Ayo
ikuti aku!"
Nindi mundur selangkah. Membuka jarak
di antara mereka. "Aku nggak mau pergi ke mana-mana."
"Nindi, jangan marah lagi. Kak
Darren bisa berbuat apa saja kalau sedang emosi. Ayo ikut aku dulu, nanti aku
yang jelaskan ke Kak Darren."
"Nggak perlu kamu jelaskan. Aku
memang sudah memutuskan hubungan dengan kalian. Itu adalah fakta, bukan
bercanda."
Wajah Nando makin pucat. "Nindi,
kita keluarga Kamu mau memutuskan hubungan cuma karena salah paham kecil
ini?"
Dia tidak percaya Nindi benar-benar
ingin memutuskan hubungan.
Sampai Nindi mengatakan di depan
media bahwa dia akan memutuskan hubungan. Nando pun benar-benar panik.
Nando cepat-cepat menjelaskan,
"Nindi, Kak Darren belum menyadari kesalahannya. Aku sudah dan ingin
menebus kesalahanku kepadamu. Nindi, tolong beri aku satu kesempatan."
Nindi tertawa dingin. "Simpan
permintaan maaf munafikmu itu, aku nggak butuh."
"Nindi, bicara apa kamu dengan
kakakmu? Dia pergi dari rumah sakit sebelum operasi demi kamu. Tapi begini
caramu membalasnya?"
Darren keluar dari lift dengan wajah
geram. "Aku tadi masih mau memberimu kesempatan terakhir. Tapi aku tahu
sekarang, kamu butuh pelajaran biar nggak membuat masalah untuk keluarga
Lesmana lagi!"
Nindi mengangkat dagunya. "Aku
sudah putus hubungan dengan kalian, tapi kalian terlalu sombong. Jadi, aku
punya hadiah terakhir untukmu sebelum aku pergi."
"Hmph, Nindi, sekarang kamu baru
tahu takut? Terlambat! Aku bersedia melupakan semua kesalahanmu, asalkan kamu
berhenti berhubungan dengan dokter sekolah itu dan kembali ke rumah, minta maaf
kepada adikmu, Sania."
Nindi merasa sangat konyol.
Dia berkata tanpa perasaan, "Kak
Darren, kamu masih ingat siapa yang membuat kode sumber tembok pelindung Grup
Lesmana?"
Darren harus memikirkannya sejenak.
"Kenapa kamu tanya itu? Jangan kira kamu berhak mencampuri urusan ini cuma
karena kamu pernah ikut membuat gim."
Tepat pada saat itu, sekretaris
Darren datang dengan penuh cemas dan berkata, "Bos, sistem internal grup
kita diserang peretas. Tembok pelindung-nya sudah runtuh sepenuhnya. Rahasia
internal kita mungkin akan bocor."
Darren berbalik menatap Nindi.
"Apa yang kamu lakukan? Bagaimana kamu bisa melakukan semua ini?"
Nando mengingatkan dengan senyum
masam, " Kak, Nindi sendiri yang menulis kode tembok pelindung Grup
Lesmana. Kamu lupa?"
No comments: