Bab 650
Dia tidak tahu hubungan seperti apa
yang dimiliki keluarga Morris dengan ayah Sania. Día khawatir jika langsung
menyelidiki ke keluarga Morris, itu hanya akan mengganggu mereka dan membuat
mereka waspada. Jadi untuk saat ini, dia hanya bisa mengawasi Sania.
Tunggu saja, Sania pasti akan
bergerak dalam waktu dekat.
Sekarang, si perempuan licik itu juga
perlahan-lahan kehilangan segalanya. Setelah skandalnya di pesta, semua
harapannya untuk menikahi keluarga kaya telah hancur.
Kini, satu-satunya yang bisa dia
lakukan hanyalah bergantung pada Witan.
Nindi memikirkan kembali semua yang
telah terjadi. Sekarang, dia justru mendapatkan banyak hal, persahabatan,
cinta, dan juga karier.
Keesokan harinya.
Saat Nindi turun ke lantai bawah
setelah bangun tidur, dia mendengar suara Sania dan Witan yang sedang bercanda
mesra di ruang makan.
Ketika dia tiba di ruang makan, dia
melihat Sania duduk di pelukan Witan dengan wajah berseri-seri.
Tanpa banyak bicara, Nindi langsung
mengambil roti lapis di meja dan hendak pergi. Dia tidak ingin matanya tercemar
oleh pemandangan menjijikkan itu.
"Berhenti! Siapa yang
mengizinkanmu pergi?"
Witan memeluk Sania dengan erat,
suasana hatinya sangat gembira. "Nggak punya sopan santun sama sekali. Apa
kamu nggak tahu caranya menyapa atau berbicara denganku dan kakak iparmu?"
Nindi berbalik, kemudian tersenyum
sinis. " Ucapanku nggak pernah enak didengar."
"Kalau begitu belajarlah untuk
mengatakan kata-kata yang enak didengar."
Sania tersenyum penuh kemenangan dan
berkata dengan lembut, "Sudahlah, Kak Witan. Kak Nindi memang nggak pernah
menyukaiku, aku nggak akan mempermasalahkannya."
Nindi menatap Sania lalu tiba-tiba
bertanya, "Apa kamu minum pil KB kemarin?"
Mendengar pertanyaan itu, wajah Sania
langsung memerah karena malu. "Kak Witan, lihat dia! Kenapa dia menanyakan
semua hal itu?"
Witan segera menegur, "Nindi,
jangan bicara sembarangan! Ini bukan urusanmu. Aku dan Sania akan segera
bertunangan. Kalau ada anak, tentu saja akan kami lahirkan."
"Apa kamu yakin bayi itu
anakmu?" cibir Nindi.
"Nindi, berhenti bicara omong
kosong! Ini anakku, bagaimana mungkin aku nggak tahu kalau ini anakku!"
Nindi tersenyum sinis. "Apa kamu
lupa kalau kemarin Sania bercinta dengan Yanuar? Menurutmu mereka pakai kondom
nggak?"
Kata-kata itu membuat wajah Sania
langsung pucat pasi. Dia menggertakkan gigi sambil menatap Nindi. Apa wanita
jalang ini sebegitu bencinya melihatnya bahagia?
Witan menyadari sesuatu, lalu
berbalik dan menatap Sania dengan ekspresi muram.
Dia memang tidak memikirkan hal ini.
Sania langsung menangis tersedu-sedu.
"Hiks, Kak Witan, aku tahu Kak Nindi benci padaku, tapi dia nggak bisa
bertanya hal seperti ini untuk mempermalukanku."
Namun, Witan justru mendorongnya
hingga jatuh ke lantai dan menjambak rambutnya dengan kasar. " Kalau
begitu jujur padaku, apa kalian menggunakan kondom saat bercinta kemarin?"
Karena saat dia bercinta dengan Sania
semalam, dia tidak memakai kondom sama sekali.
Nindi sedikit terkejut saat melihat
ekspresi garang Witan. Bukankah dia budak cinta Sanía?
Sepertinya setelah mengetahui bahwa
Sania bukan lagi gadis suci dan polos, Witan mulai berubah pikiran.
Wajar saja, pria dengan masalah
mental seperti Wita adalah pasangan yang cocok untuk Sania.
Sania merasakan sakit luar biasa di
kulit kepalanya. Dia menatap Witan dengan tidak percaya, seolah olah baru
pertama kali melihat sisi aslinya.
Sania segera memohon, "Kak
Witan, apa kamu lebih percaya pada Nindi daripada aku?"
Nindi mendecakkan lidah. "Aku
cuma mengingatkanmu. Jangan sampai nanti kamu hamil dan nggak tahu siapa ayah
bayinya. Aku nggak berbohong, lagi pula bukan aku yang menyuruhmu dan Yanuar
bercinta di ruang istirahat. Kamu sendiri yang mengangkat gaunmu, 'kan?"
Sania hampir berteriak pada Nindi.
"Diam kamu, wanita jalang!"
"Aku jalang katamu? Kalau
begitu, kamu yang suka mendua dan bercinta di ruang tunggu tanpa kondom adalah
wanita jalang yang sebenarnya."
Setelah mendengar ini, Witan
mengangkat tangannya dan menampar Sania dengan sangat keras.
Mata Witan makin merah. "Sania,
kamu tahu aku selalu menyukai kepolosan dan kebaikanmu. Sekarang katakan padaku
kalian pakai kondom atau nggak?"
Sania tercengang. Dia tidak menyangka
beraninya Witan, si budak cinta yang tidak berguna ini menamparnya?
No comments: