Bab 661
Nindi mulai menebak-nebak alasan sang
nenek ingin menemuinya. Namun, apa pun itu, pasti tak jauh dari dua
kemungkinan.
Antara setuju dan tidak setuju.
Namun, dia merasa kemungkinan yang kedua
lebih besar.
Cakra seketika mengernyit, "Dia
baru saja terluka dan butuh istirahat. Aku saja yang ngomong dengan
nenek."
Nindi menatapnya, "Apa itu
sopan?"
Nindi pernah mendengar bahwa kondisi
kesehatan sang nenek tidak terlalu baik. Bagaimana jika sampai terbawa emosi?
Cakra menatapnya dalam-dalam,
"Besok saja kamu ikut. Aku temui nenek dulu, ya."
"Hm, oke."
Nindi memandang Cakra yang keluar
dari kamar rawat, lalu memijat pelipisnya. Masalah keluarga konglomerat seperti
ini memang tidak ada habisnya.
Tujuan Andrea menemuinya pasti karena
ingin mengatakan sesuatu, bukan?
Nindi merenung sejenak, lalu akhirnya
mengirim pesan di grup asrama, "Aku dirawat di rumah sakit. Tolong izinkan
kalau aku nggak masuk hari ini."
Begitu melihat pesan itu, Yanisha dan
Galuh langsung bergegas ke rumah sakit.
Nindi pun terkejut dibuatnya,
"Kenapa kalian ke sini?"
"Kamu bilang sakit dan dirawat
di rumah sakit, mana mungkin kami nggak menjenguk?"
Galuh bahkan sengaja membawakan
makanan kesukaan Nindi dari kantin, "Aku khawatir kamu sendirian di rumah
sakit dan nggak ada yang merawat. Ini aku bawakan makan malam buatmu."
"Terima kasih, tapi aku nggak
boleh makan itu buat sekarang."
Tenggorokan Nindi masih terasa sakit.
Dirinya juga tidak berselera.
Yanisha merasa heran, "Kenapa
bisa tiba-tiba terjadi kebakaran?"
"Menurutku, ada yang sengaja
melakukannya. Tapi, belum ada kepastiannya saat ini. Masih perlu diselidiki
lagi."
Nindi menatap Yanisha, lalu
memelankan suaranya, "Ada yang mau kutanyakan padamu."
"Soal apa?"
"Apa kamu tahu kalau Nenek
Andrea juga dirawat di sini? Dia katanya mau menemuiku."
Setelah mengatakannya, Nindi menatap
Yanisha dengan penuh harap. Bagaimanapun, dia sendiri tidak terlalu memahami
dunia keluarga konglomerat. Namun, Yanisha jelas berbeda.
Yanisha berpikir sejenak sebelum
berkata, "Karena aku menganggapmu sebagai teman, aku akan berbicara jujur.
Keluarga Julian berharap besar pada Kak Cakra. Jadi, tentu mereka juga mau
menantu yang setara."
"Aku juga merasa begitu."
"Tapi Nenek Andrea sebenarnya
baik. Dia bukan tipikal yang seperti itu. Nanti aku bakal temui dia sekaligus
cari tahu tentang pendapatnya."
Nindi hanya bisa tersenyum pasrah.
Bagaimanapun juga, latar belakang keluarganya memang terlampau jauh dibanding
keluarga Julian.
Galuh dan Yanisha menemani Nindi
sebentar sebelum akhirnya kembali ke kampus.
Tak lama setelah mereka pergi, Riska
pun datang.
"Nindi, kudengar kamu
terluka."
Riska masuk dengan tergesa-gesa.
Begitu melihat luka bakar di kaki Nindi, ekspresinya langsung berubah,
keningnya bahkan berkerut, "Kenapa bisa sampai separah ini?"
Nindi tersenyum tipis, "Nggak
separah itu, nggak apa-apa."
"Akan jelek buat wanita kalau
sampai meninggalkan bekas, 'kan?"
Riska menatap luka di betis Nindi
dengan raut prihatin.
Saat itu pula, Belinda masuk dengan
enggan, suaranya pun terdengar dingin, "Aku sempat mengira kalau Cakra
juga terluka, untung saja dia selamat. Apa kamu pikir tempat kebakaran itu bisa
dimasuki sembarangan? Bagaimana kalau sesuatu terjadi padanya?"
Setiap kata yang diucapkan Belinda
jelas-jelas menyalahkan Nindi, seolah menudingnya. membiarkan Cakra
menyelamatkannya.
Mendengar itu, Nindi tertawa dingin
dalam hati. Memang benar, orang yang lebih tua selalu lebih licik.
Belinda sengaja mengatakan ini untuk
Riska.
Tak ada ibu yang rela anaknya
mempertaruhkan nyawa dan melakukan aksi heorik, hanya demi menyelamatkan
seorang gadis pujaannya.
Belinda jelas ingin menghasut Riska
agar membenci Nindi.
Namun, Riska hanya menanggapi santai,
"Cakra sudah dewasa, dia juga cukup terampil. Menolong seseorang bukanlah
masalah besar."
Terlebih lagi, orang yang
diselamatkan adalah Nindi.
Tatapan Nindi sedikit berubah. Apakah
Riska benar-benar tidak mempermasalahkanya? Ataukah ini hanya permainan
sandiwara?
Membakar Langit 2401 - 2500
No comments: