Bab 660
"Mending kamu diam dulu sampai
kita sampai ke rumah sakit," ujar Cakra.
Cakra berbicara dengan nada yang
sedikit tajam, karena dia merasa sakit hati sekaligus kesal.
Nindi bersandar di dalam pelukannya.
Saat mengangkat kepala, dia melihat dagu pria itu yang tampan dengan garis
rahang yang tegas. Hatinya terasa gelisah.
Dia menundukkan kelopak matanya, dan
diam-diam bersandar kembali ke dalam pelukan pria itu.
Tadi, saat dia sendirian dan terjebak
di sudut ruangan, mengatakan tidak takut jelas merupakan sebuah kebohongan.
Setelah berusaha keras mendapatkan
kesempatan hidup kedua, mana mungkin dia rela mati begitu saja.
Namun, pada akhirnya, Cakra menerobos
masuk untuk mencarinya tanpa menghiraukan bahaya. Dengan mudah, dia
menghancurkan pertahanan yang selama ini dibangunnya dengan susah payah.
Cakra segera membawa Nindi ke rumah
sakit pribadi milik keluarga Julian.
Kali ini, pria itu masih
memperlihatkan ekspresi tenangnya. Seolah-olah terjadi masalah besar, sehingga
direktur rumah sakit bergegas menemuinya.
Direktur rumah sakit masih sama
seperti sebelumnya. Saat melihat Nindi dengan wajah berdebu dan penampilan yang
berantakan, dia merasa seperti tidak ada masalah serius.
Dengan santai, Direktur rumah sakit
bertanya, "Kali ini luka ringan apa yang bisa sembuh sendiri kalau
datangnya telat satu jam?"
Setelah mendengarnya, Nindi merasa
sedikit malu dan menundukkan kepalanya.
Cakra berkata dengan serius.
"Dia sempat terjebak dalam kebakaran, tolong periksa paru-paru dan
tenggorokannya, ada masalah atau nggak."
"Ini harus segera ditangani.
Pergilah bersama perawat untuk melakukan pemeriksaan," ujar Direktur rumah
sakit.
Segera setelah mendengar bahwa hal
itu disebabkan oleh kebakaran, Direktur rumah sakit seketika mengubah
ekspresinya. Dia segera menuliskan formulir dan meminta perawat untuk mengantar
Nindi melakukan pemeriksaan.
Nindi dipindahkan menggunakan kursi
roda oleh perawat. Mereka yang tidak mengetahui situasinya mungkin akan mengira
bahwa dirinya mengalami cedera pada kakinya.
Cakra menatap Direktur rumah sakit
dengan ekspresi serius. Luka bakar di kakinya, bisa sembuh, 'kan?"
"Dari yang kulihat, lukanya
nggak terlalu parah. Proses pemulihannya memang mudah, tapi tetap butuh
waktu," ujar Direktur rumah sakit.
Cakra memasang ekspresi datar tanpa
mengucap sepatah kata pun.
Direktur rumah sakit menengadah.
"Kok bisa sampai terjadi kebakaran?"
"Ada kebakaran di perusahaan,
dia malah berusaha menyelamatkan sampel dan akhirnya terluka. Aku beneran nggak
habis pikir," ucap Cakra.
Cakra bingung antara harus tertawa
atau merasa kesal. Sejak awal, Perusahaan Patera Akasia berdiri hingga saat ini
hanya demi wanita itu.
Baginya, Nindi jauh lebih berharga
dibandingkan dengan perusahaan.
"Kamu dulu juga begitu, 'kan?
Aku masih ingat waktu kamu pertama kali datang ke Julian Grup dan mengurus
cabang perusahaan, kamu nggak berhenti kerja sampai nyaris mati. Kamu
lupa?" ucap Direktur rumah sakit.
Cakra mengingat kejadian di masa lalu
dan hanya dapat pasrah. "Aku sama dia tuh beda. Aku cuma nggak mau dia
menderita sebanyak ini."
"Tapi, gadis itu nggak peduli
sama yang kamu kasih, 'kan. Ck ck, akhirnya kamu ngerasain juga, ya, "
ucap Direktur rumah sakit.
Direktur rumah sakit sangat memahami
situasinya.
Cakra hanya mampu pasrah karena
dugaan sang Direktur rumah sakit tepat.
Tak lama kemudian, hasil pemeriksaan
Nindi keluar.
Meskipun tidak terluka parah, dia
tetap memerlukan perawatan untuk menjalani terapi pembersihan paru-paru.
Nindi mengetahui bahwa ini adalah
rumah sakit pribadi milik keluarga Julian.
Dia menatap kamar rumah sakit yang
tampak mewah, lalu menghela napas panjang. "Hmm, harusnya aku sudah tahu
ada yang berbeda denganmu sejak dulu."
Saat membahas hal ini, Cakra menatap
Nindi dengan hati-hati, kemudian mengalihkan topik pembicaraan. "Apa
sekarang masih terasa sakit?"
"Sudah mendingan," jawab
Nindi.
Namun, setiap kali bernapas,
tenggorokannya masih terasa seperti ada yang mengganjal. Bahkan air liurnya
yang keluar pun masih bercampur dengan kotoran berwarna hitam pekat.
Cakra menyodorkan segelas air lemon
kepadanya. "
Mulai sekarang jangan nekat lagi.
Nggak ada yang lebih penting dari nyawamu, paham?"
Nindi menatap segelas air yang
disodorkan kepadanya, jemari panjang pria itu tampak begitu menawan.
Nindi terlihat mengatupkan bibirnya.
"Iya, paham."
Pada akhirnya, Cakra tidak bisa
menahan dirinya." Aku bisa kasih apa pun yang kamu mau. Kalau kamu mau
hancurin keluarga Lesmana, besok juga mereka bakalan hilang dari Kota
Yunaria!"
Dia mengerti apa yang tengah Nindi
pikirkan.
Pikiran Nindi sedang kacau. Dia tidak
pernah membayangkan bahwa setelah terlahir kembali, akan bertemu dengan pria
paling berpengaruh di Kota Yunaria.
Terlebih, pria itu selalu
memperlakukannya dengan sangat baik.
Bahkan, Cakra baru saja menerobos masuk
ke dalam kebakaran untuk menyelamatkannya. Mana mungkin dia tidak merasakan apa
pun?
Dia menegak sedikit minuman itu
dengan kepala tertunduk, lalu berkata dengan lirih. "Aku pikirkan
dulu."
Mata Cakra seketika berbinar penuh
sukacita. Baru saja dia hendak mendekat, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu.
Seorang pria yang tampak seperti
seorang kepala pelayan berdiri di ambang pintu dan berkata dengan nada sopan.
"Tuan Cakra, Nyonya Andrea sudah sadar, beliau ingin bertemu dengan Nona
Nindi."
Nindi sedikit tertegun. Nyonya Andrea
ingin bertemu dengannya?
Membakar Langit 2401 - 2500
No comments: