Bab 668
Cakra akhirnya sedikit mundur sambil
menatapnya dengan setengah pasrah, "Jangan sekali-kali menerima uang dari
mereka. Aku bisa kasih kamu semua yang kupunya."
Tatapannya terlihat mengancam.
Nindi menundukkan tatapannya,
"Aku juga nggak mau terima."
"Baguslah kalau begitu."
Cakra melirik jam tangannya,
"Aku harus ke kantor sebentar lagi. Setelah kembali nanti, kita akan urus
proses kepulanganmu dari rumah sakit."
"Iya, kamu kerja dulu
sana."
Nindi justru berharap dia segera
pergi.
Cakra merapikan pakaiannya, "Apa
tenggorokanmu masih sakit sekarang? Atau ada bagian lain yang terasa
sakit?"
"Sudah jauh lebih baik."
Cakra mengambil jasnya, "Aku
akan suruh orang buat antar sarapan untukmu."
Nindi menatap punggungnya saat Cakra
pergi meninggalkan kamar, lalu menyentuh bibirnya sendiri. Seakan-akan masih
ada sisa sensasi dari ciuman tadi.
Begitu berbaring, Nindi langsung
menarik selimut dan menutup wajahnya.
Rasanya benar-benar memalukan.
Dia harus mengakui bahwa hatinya
mulai sulit dikendalikan. Sepertinya, dia semakin menyukai pria itu.
Beberapa saat kemudian, Nindi
akhirnya tertidur.
Namun, tidurnya tidak terlalu lelap.
Begitu mendengar suara di sekitar, dia pun segera terbangun. Saat membuka mata,
dia melihat Mia dari tim humas TG masuk sambil membawa sarapan.
Mia tampak sedikit terkejut,
"Aku membangunkanmu, ya?"
"Nggak, kok. Tidurku memang
nggak nyenyak."
Nindi duduk dan melihat ke arah
sarapan yang dibawa, "Kebetulan aku memang sedang lapar."
"Pak cakra berpesan agar kami
menjaga dan merawatmu dengan baik."
Nindi menatap Mia, "Kalau aku
mau langsung mempekerjakan kalian, tanpa harus melalui Cakra, kalian mau?"
Bagaimanapun, Mia dan timnya
belakangan ini juga sedang membantunya menyelidiki kebenaran di balik kecelakaan
itu. Nindi tidak ingin mengganti mereka, tetapi di sisi lain, dia juga tidak
terlalu ingin berutang budi pada Cakra.
"Tentu saja."
"Apa itu nggak akan menyinggung
Pak Cakra?"
Mia tersenyum, "Nona Nindi,
jangan terlalu merasa terbebani. Pak Cakra sangat menyukaimu. Selama bekerja
sama denganmu juga kami merasa nyaman. Aku akan bekerja padamu dengan senang
hati."
Selama pada akhirnya Cakra dan Nindi
tetap bersama, tentu saja tak akan ada perbedaan bagi timnya.
Nindi masih sedikit khawatir,
"Tapi menurutmu, berapa lama cinta seorang pria bisa bertahan?"
Mia menatapnya dengan penuh arti,
"Nona Nindi, aku bisa lihat kalau kamu juga menyukai Pak Cakra. Zaman
sekarang, apa perlu memikirkan begitu banyak hal hanya untuk jatuh cinta? Dari
segi penampilan maupun postur tubuh, Pak Cakra jelas pasangan yang
menarik."
Dia menatap Nindi dengan serius,
"Lagi pula, kamu sendiri berasal dari keluarga terpandang dan juga wanita
yang sangat kompeten. Kenapa merasa nggak percaya diri dalam perasaan?"
"Aku memang nggak terlalu pandai
kalau soal cinta. 11
Nindi teringat bagaimana di kehidupan
sebelumnya dia telah mengorbankan segalanya demi keluarganya. Namun, tetap saja
tidak mampu mempertahankan hubungan yang baik dengan mereka.
Apalagi perkara cinta.
Dia tak terlalu yakin tentang hal
ini.
"Guru terbaik adalah pengalaman.
Kalau nggak mau coba, mana bisa tahu kamu pandai apa nggak tentang hal
ini?"
Terkadang, Mia merasa iri pada Nindi.
Tidak semua orang bisa mendapatkan perhatian dari pewaris keluarga Julian,
bahkan sampai dilindungi seperti ini.
Seusai sarapan, Nindi memutuskan
untuk melihat kondisi Andrea.
Dia langsung naik ke lantai atas.
Akan tetapi, kebetulan melihat Riska akan masuk ke dalam ruangan dengan pakaian
steril, sementara Belinda berdiri di luar menunggu.
Melihat kedua wanita itu ada di sana,
Nindi pun menghentikan langkahnya. Dia berencana pergi dulu dan kembali lagi
nanti.
"Nindi, berhenti di situ! Aku
memang mau cari kamu buat menuntut pertanggungjawaban ! Kamu hampir saja
membunuh Nenek andrea!"
Belinda berjalan mendekatinya dengan
penuh amarah. Begitu mendekat, tangannya langsung terangkat, siap menampar
Nindi.
No comments: