Bab 669
Nindi mengangkat tangannya dan
menangkap pergelangan tangan Belinda, lalu menatapnya sekilas.
Belinda langsung berang dan berusaha
menarik kembali tangannya dengan paksa.
Namun, Nindi tiba-tiba melepaskannya.
Akibatnya, Belinda kehilangan keseimbangan dan jatuh ke lantai.
Nindi berkata dengan acuh tak acuh,
"Menampar orang lain itu pelanggaran hukum, Bu Belinda. Sekarang aku
mengerti dari siapa Serena belajar. Orang tua yang nggak punya tata krama pasti
melahirkan anak yang nggak tahu aturan, 'kan?"
"Nindi! Beraninya kamu nggak
sopan begini! Keluargamu itu sama saja, semuanya memang nggak tahu malu!
Kakakmu bahkan tega memanfaatkan keluarga mertuanya! Dasar memalukan!"
Belinda belum pernah dihina seperti
ini seumur hidupnya. Anak tak tahu diri ini benar-benar semakin lancang!
Nindi tersenyum tipis, "Kakakku
memang agak nggak tahu malu, aku sepenuhnya setuju dengan ucapanmu
barusan."
Asal tak menghina orang tuanya, Nindi
tidak peduli pada siapa pun yang menghina keluarga Lesmana.
Belinda menatap Nindi dengan penuh
kebencian, " Jangan sok Cuma gara-gara Cakra yang memanjakanmu. Kamu nggak
tahu, 'kan? Dia masih menyembunyikan sesuatu darimu."
"Apa lagi yang dia sembunyikan
dariku?"
Nindi menatap Belinda tajam untuk
memahami ekspresinya. Wajah wanita itu tampak penuh kemenangan, seolah-olah
baru saja menemukan kelemahan Nindi.
Dengan angkuhnya, Belinda merapikan
pakaiannya dan berkata, "Kamu mau tahu? Coba memohon padaku dulu."
"Kalau begitu, aku nggak
tertarik."
Nindi menjawab dengan enteng, lalu
berbalik untuk pergi.
Namun, Belinda yang kesal langsung
membentaknya, "Nindi, kamu cuma pura-pura nggak peduli! Kamu tahu nggak?
Cakra menyembunyikan identitas aslinya darimu, bahkan tujuan awalnya
mendekatimu juga bukan tanpa alasan!"
Nindi menoleh sedikit, "Jadi,
menurutmu dengan bilang begini kamu bisa merusak hubunganku dengannya? Putrimu,
Sofia, sudah mencoba trik yang sama sebelumnya."
Dia tak akan tetripu begitu saja lagi
kali ini.
Belinda mendengus sinis, "Tapi,
dari tatapanmu, sepertinya kamu agak percaya. Coba kamu pikir, kenapa pewaris
keluarga Julian tiba-tiba jadi dokter kampus di universitas swasta? Kenapa dia
harus menyembunyikan identitasnya dan tetap berada di sisimu? Dan kenapa dia
selalu berusaha melindungimu? Apa kamu nggak curiga?"
Jemari Nindi tanpa sadar mengepal
erat. Pikirannya bahkan mendadak terasa kacau.
Belinda menampilkan senyum elegan,
lalu memelankan suaranya, "Kamu nggak merasa kalau semua ini sangat aneh?
Apa benar día bersamamu karena tulus mencintaimu, atau ada alasan lain?"
"Cukup!"
Nindi menatap tajam Belinda,
"Terima kasih atas informasinya. Biar aku tanya langsung saja ke Cakra
nanti."
Senyum di wajah Belinda langsung
memudar. Dia mengira akan melihat Nindi panik dan kebingungan, tetapi gadis ini
justru tetap tenang.
Belinda berkata sambil mengatupkan
rahangnya, " Kamu pikir bisa benar-benar dapatkan jawaban darinya? Dia
akan terus membohongimu dan nggak akan pernah memberitahumu kebenarannya. Aku
cuma kasihan lihat kamu ditipu mentah-mentah. Itu sebabnya aku berbaik hati mau
mengingatkanmu."
Nindi sebenarnya ingin langsung
pergi.
Namun, dia teringat ucapan Darren
bahwa mobil yang menabrak mereka dulu adalah milik keluarga Morris. Itu berarti
seseorang dari keluarga Morris ada di dalam mobil saat kejadian.
Dia terdiam sejenak sebelum akhirnya
menoleh ke arah Belinda, "Kamu sudah mengatakan begitu banyak padaku.
Sebenarnya, apa sih maumu?"
"Aku sudah bilang, aku cuma
kasihan padamu. Karena itu aku memperingatkanmu."
"Kalau memang Cakra nggak mau
kasih tahu aku kebenarannya, bagaimana denganmu? Apa yang harus kulakukan agar
kamu mau mengungkap apa yang dia sembunyikan dariku? Atau jangan-jangan, kamu
ingin aku mencabut gugatan dan berhenti menuntut Serena, karena dia sudah
menuduhku mencuri, ya?"
Nindi menatap tajam ke arah Belinda,
tak ingin melewatkan satu pun ekspresi yang melintas di wajahnya.
"Kamu memang cukup pintar. Hanya
saja sayangnya, kamu ..."
Sebelum Belinda selesai
mengatakannya, terdengar suara Riska dari belakang, "Nindi, kenapa kamu
bisa di sini?"
Nindi berbalik dan melihat Riska yang
keluar dari ruang ICU. Dia kemudian melepas pakaian sterilnya dan berjalan
mendekat.
Dalam sekejap, ekspresi Belinda
berubah. Dia berbalik dan langsung merangkul lengan Riska dengan ramah,
"Kamu sudah keluar? Bagaimana kondisi Nyonya Andrea? Apa dia marah pada
Nindi?"
Akan lebih baik jika Andrea membenci
Nindi dan menghalangi hubungannya dengan Cakra.
Riska menghela napas, "Yang bisa
kukatakan, keadannya sementara ini sudah stabil."
No comments: