Bab 674
Cakra menatap Mia dengan tidak
percaya. "Apa benar montir itu punya hubungan dengan Nyonya Belinda?"
Hal ini benar-benar membuatnya
terkejut.
"Benar. Saat ini kami belum menemukan
petunjuk spesifik dan kami khawatir akan membuat mereka curiga. Satu-satunya
cara sekarang adalah menggunakan proyek Al untuk membuat Sania menggelapkan
dana publik, lalu ikuti petunjuk ini untuk menemukan ayah Sania. Dengan begitu,
kami nggak akan begitu terkekang."
Cakra melihat jalan di luar koridor,
tampaknya cara ini adalah yang paling aman saat ini.
Hanya dengan menangkap ayah Sania
yang masih hidup, mereka bisa mengetahui apa yang terjadi saat itu.
Ekspresinya tampak begitu serius.
"Kirim orang untuk mengawasi PZ Grup dan Grup Lesmana, aku akan mengirim
ahli komputer untuk mengawasi akun di sana. Segera beri tahu aku kalau ada
pergerakan."
"Baik Pak Cakra."
Cakra menoleh ke arah bangsal,
tatapannya penuh kesedihan. Namun, dia memaksa dirinya untuk menarik kembali
pandangannya. "Jaga dia baik-baik."
Dia akan melakukan segala cara untuk
mengungkap dalang di balik semua ini.
Lalu, dia sendiri yang akan
memberitahu Nindi tentang kebenaran itu.
Nindi akhirnya bisa segera keluar
dari rumah sakit.
Sebelum meninggalkan rumah sakit, dia
menoleh ke arah bangsal di lantai atas, berharap nenek Cakra bisa segera
sembuh.
Setelah itu, Nindi langsung kembali
ke kampus. Saat melewati jalan setapak, dia melihat daun-daun yang telah
menguning. Musim panas akan segera berakhir.
Ketika dia kembali ke asrama, hanya
Yanisha yang ada di sana.
Yanisha sedikit terkejut melihatnya.
"Kamu keluar dari rumah sakit tanpa memberi tahu kami, bagaimana luka di
kakimu? Aku sudah minta seseorang membelikan salep penghilang bekas luka.
Efeknya sangat bagus, bahkan belum beredar di pasaran."
Nindi melihat salep itu, lalu
mengeluarkan salep lain dari sakunya. Bentuk dan kemasannya tampak persis sama.
Yanisha yang melihatnya langsung
berkata, "Ini pasti dari Kak Cakra, ya? Banyak sekali! Salep ini sulit
didapatkan."
"Semoga efeknya benar-benar
bagus, aku nggak mau punya bekas luka."
Nindi menarik celana longgarnya
sedikit ke atas, memperlihatkan bekas luka bakar di pahanya.
Yanisha terkejut. "Kapan kamu
terluka? Jangan bilang ini dari kecelakaan mobil itu?"
"Iya, aku hampir mati saat itu,
tapi seseorang menyelamatkanku. Selama ini, mereka bilang ayah Sania yang
menyelamatkanku dan dia ikut tewas dalam ledakan saat menyelamatkan orang
tuaku. Namun, aku selalu merasa ada orang ketiga di tempat kejadian. Mungkin
dia yang menyelamatkanku."
Sayangnya, Nindi sama sekali tidak
bisa mengingat apa pun tentang kecelakaan mobil itu.
Yanisha menghela napas. "Aku
juga sedang berusaha mencari tahu apakah keluarga Morris pernah mengalami
kecelakaan di masa itu. Hasilnya akan segera keluar."
"Terima kasih."
"Tapi kamu juga bisa minta Kak
Cakra buat bantu kamu menyelidikinya."
Nindi menundukkan kepalanya.
"Nggak usah. Lebih baik aku jaga jarak dengannya."
"Apa ini karena Nenek
Andrea?"
Yanisha sudah mengetahui apa yang
terjadi di rumah sakit semalam.
Nindi mengangguk. "Waktu Nenek
Andrea sudah nggak banyak lagi. Aku nggak mau buat Cakra semakin tertekan. Lagi
pula, ini ada hal yang lebih penting untuk aku lakukan. Urusan perasaan, bisa
ditunda nanti."
Saat ini, yang paling penting baginya
adalah menemukan ayah Sania dan mengetahui kebenaran tentang kecelakaan mobil
waktu itu.
Yanisha dengan sedih memeluk Nindi.
"Aku mengerti keputusanmu. Saat ini, penyelidikan kita memang jauh lebih
penting."
Nindi menyeka air matanya.
"Benar."
Keesokan harinya, Nindi langsung
pergi ke Perusahaan Patera Akasia. Dia ingin mengetahui penyebab korsleting dan
kebakaran.
Kebetulan Zovan ada di kantor. Dia
terkejut saat melihat Nindi. "Bagaimana lukamu? Kamu nggak perlu datang ke
kantor. Istirahatlah dengan baik."
"Penyelidikannya sudah ada
hasilnya belum?"
Zovan mengangguk. "Seseorang
memang sengaja melakukannya. Pelakunya sudah tertangkap. Dia dipekerjakan oleh
seseorang. Pembayaran dilakukan secara tunai, jadi kita belum tahu siapa
dalangnya. Tapi kemungkinan besar, ini ulah salah satu pesaing kita."
"Aku tahu siapa pelakunya.
Kakakku, Darren, sangat ahli dalam melakukan hal-hal seperti ini."
Zovan tersenyum tipis. "Itu
berarti dia merasa nggak cukup percaya diri dengan kemampuannya sendiri,
makanya menggunakan cara kotor seperti ini. Untuk saat ini, sampel proyek kita
sudah dipindahkan ke lokasi baru dan dijaga ketat 24 jam."
"Bagus."
Nindi langsung ikut serta dalam
proses pengujian ulang. Kali ini, dia tidak ingin kalah.
Saat sedang bekerja, dia menerima
telepon dari nomor yang tidak dikenal. "Halo, Nindi. Temui aku di kafe di
lantai bawah. Masih ada hal yang belum sempat aku sampaikan di rumah
sakit."
Ternyata Belinda yang meneleponnya.
Nindi menggenggam ponselnya erat. Dia
memang ingin tahu apa yang sebenarnya ingin dikatakan oleh wanita itu.
No comments: