Bab 686
Dengan begitu, status keluarga
Lesmana juga bisa naik. Dia juga bisa bertemu lebih banyak orang kaya, mungkin
bahkan bisa merebut pria ini dari Nindi.
Mendengar hal itu, Nindi langsung
melangkah maju dan menampar Sania.
Sania langsung menangis dan berkata,
"Kak Nindi, aku bilang begini demi kebaikanmu."
Nindi mencibir, "Kamu sendiri
tahu apa niatmu. Kamu pikir semua pria akan tertarik padamu?"
"Kak Nindi, aku sudah tunangan,
mana mungkin aku punya niat buruk pada Tuan Cakra?"
Sania langsung menoleh ke Cakra dan
berkata, " Tuan, Kak Nindi memang seperti ini dari dulu, jangan salah
paham sama dia, ya."
Nindi langsung marah mendengar nada
bicara Sania.
Senyum kecil muncul di wajah Cakra
ketika melihat Nindi marah.
Rupanya Nindi masih memiliki perasaan
terhadapnya.
Cakra mendekati Nindi, lalu menatap
Sania dan berkata, "Nindi benar, aktingmu bagus sekali, cocok jadi artis.
Aku nggak buta!"
Ekspresi Sania terlihat canggung.
"Itu cuma salah paham di masa lalu," ujarnya.
"Sania, sini! Jangan merendahkan
diri di depan mereka. Punya harga diri dong! Nindi cuma ingin kita tunduk agar
dia bisa mempermalukan kita."
Witan menghampiri Sania dan hendak
membawanya pergi. Namun, rasa sakit di kakinya membuatnya terjatuh, hingga kaki
palsunya terlepas.
Melihat hal itu, Nindi menyunggingkan
senyum dingin dan berkata, "Kualitas produk perusahaan kalian sepertinya
biasa saja. Bahkan cerita cinta yang direkayasa pun nggak bisa menyembunyikan
masalah kualitasnya."
Witan langsung meminta bantuan pada
Sania, " Sania, tolong bantu aku bangun."
Ketika Sania melihat Witan tergeletak
di tanah, ada tatapan tidak suka di matanya. Akan tetapi, dia tetap menghampiri
dan membantu Witan berdiri.
Lalu, Sania menoleh ke arah Nindi dan
menjawab, Ini bukan masalah kualitas produk. Kak Witan belum terbiasa, jadi dia
jatuh. Jangan bicara sembarangan."
"Kamu cukup tahan banting
ya," kata Nindi sambil memandang Witan.
Darren memandang Nindi dan berkata,
"Tunggu dan lihat saja, perusahaan kami nggak akan kalah."
"Berhenti! Siapa yang bilang
kalian boleh pergi?"
Cakra menatap keluarga Lesmana dan
berkata dengan dingin, "Kalian kira bisa pergi begitu saja setelah
memfitnah orang?"
"Terus, apa lagi yang kamu
mau?"
Darren menatap Cakra, tetapi dia
tidak bisa lagi memasang sikap arogan. Hal ini pun membuatnya merasa sangat
tertekan.
Sania buru-buru berkata, "Tuan
Muda Cakra, Kak Darren juga terluka, kamu sendiri yang membuatnya terluka.
Kalau masalah ini tersebar, dampaknya padamu akan lebih besar. Gimana kalau
masalah ini kita anggap selesai saja?"
"Iya, kalau masalah ini
benar-benar diperpanjang, kamu bisa dituntut karena memukul orang."
Witan sengaja menatap Cakra, lalu
menambahkan, " Kalau berita buruk tentang keluarga Julian ini tersebar,
dampaknya bisa lebih parah."
Tatapan Cakra menjadi semakin dingin.
"Coba saja! " ujarnya.
"Kak Darren, ayo kita pergi. Aku
nggak yakin Tuan Cakra ini bisa berbuat sesuatu!"
Witan mencoba menarik Darren untuk
pergi, tetapi Darren tidak bergerak dan terus memandang Cakra. "Apa
maumu?" tanya Darren.
"Sesuai tradisi lama keluarga
Lesmana, kalau ingin mohon ampun, kalian harus minta maaf!"
Cakra memandang Darren, lalu berkata
lagi, "Dulu, ini hal yang paling kalian kuasai. Hari ini akhirnya giliran
kalian. Prosesnya pasti sudah sangat familiar, 'kan?"
Ekspresi Darren langsung berubah.
"Kamu mimpi!" teriaknya.
"Menolak tawaran baik, malah
cari masalah. Sini, aku ingin tahu apakah kaki mereka sekuat mulut
mereka."
Cakra memberi isyarat dengan
tangannya, kemudian beberapa pria kekar langsung mendekat.
No comments: